|56,0| EPILOG

4.4K 379 43
                                    

Budayakan vote sebelum membaca





////






💜💜💜



*apa nii? 😱🙊












Hari demi hari yang terlewat terasa begitu singkat. Terbiasa bersama mengukir sebuah cerita pada langit senja.

Seseorang pernah berkata, jika kau terlalu menunggu akhir dari sebuah cerita, kau akan cenderung mengantisipasi kapan hari itu tiba, akibatnya waktu akan terasa melambat seolah tengah mengintimidasi. Berbeda jika kau melewati hari tanpa beban seolah terbiasa melakukan hingga tak terasa hari telah berganti, pasti kau akan berpikir kalau waktu berlalu begitu cepat. Seperti itulah yang Alen rasakan saat dirinya mulai hidup berpisah dengan orang tua, berganti pada satu sosok yang sukses membuatnya lebih menghargai akan arti hidup. Semuanya terasa begitu cepat.

Sebulan dua bulan dalam satu atap yang sama, menikmati secangkir teh di bawah langit pagi berdua, dan dengan diakhiri sebuah kisah manis diujung malam pergantian hari. Alen terbiasa melakukan semuanya dengan Revan, hingga lamat-lamat hal itu menjadi sebuah rutinitas yang tak bisa dilewatkan.

Revan jelas bersyukur, keputusannya sungguh tepat mengajak Alen untuk tinggal bersamanya. Anak itu semakin hari semakin membuatnya takjub karena kepiawannya dalam menjaga hubungan. Baru dua bulan dan Alen sudah seperti seorang istri. Revan luar biasa bangga.

Seperti sekarang, jemari lentik itu dengan telaten membantunya menautkan satu persatu kancing kemeja yang ia kenakan. Revan hanya memperhatikan bagaimana Alen begitu manis ketika sedang mengurusinya. Percis seorang istri bukan?

Pinggang ramping itu dirapatkan kembali pada tubuhnya, Revan membiarkan keduanya saling menempel begitu intim selagi Alen sibuk dengan kemeja maroonnya.

Selesai dengan kancing, Alen berpindah meraih kerah kemeja Revan. Dirapihkan sedikit hingga lipatannya gak begitu berantakan. Sesekali ngelirik keatas saat merasa tengah diperhatikan. Namun mengalihkan atensinya lagi pada kerah pria itu.

"Selesai". Alen menepuk kedua pundak Revan pelan sekedar menyuruhnya agar melepas pelukan. Tapi pria itu malah bungkam seribu kata dengan terus menatapnya.

Alen mengernyit heran. "Kamu kenapa sih liatin aku gitu banget?"

"Cantik"

Hanya satu kata dan Alen sukses dibuat merona. Berdeham sekali hilangin rasa gugup yang tiba-tiba merusak suasana. Tanpa balas tatapan, Alen mendorong sedikit dada bidang Revan sekedar membuat pria itu menjauh, namun belum sempat dirinya berhasil membebaskan diri, Revan malah semakin merapatkan pinggangnya.

"Ciumanku mana?"

Gak ada yang salah dari kalimat itu sebenernya, sebab setiap pagi Revan memang selalu dapat cium dari Alen. Tapi kali ini entah kenapa Alen jadi salah tingkah sendiri, apa karna gombalan Revan barusan? Yakin sekali wajahnya sudah memerah.

Karena mereka diburu oleh waktu, Alen sontak berjinjit; nangkup sebelah pipi Revan dan beri kecupan kilat dibibir.

Kemudian benar-benar melepas tangan Revan dari pinggangnya dan kabur keluar kamar. Alhasil tingkahnya mampu buat Revan terkekeh gemas sambil nutup sebelah wajahnya pakai tangan.

Coach  •ᴠᴋᴏᴏᴋ [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang