BAB 42

4.6K 354 2
                                    

Sebulan telah berlalu Anindia yang sedang berbahagia karena kehadiran putri cantiknya Rania. Semakin bahagia saja karena ayahnya mengirim hadiah untuk cucunya yang baru lahir. Karena ayah Anindia tidak berani naik pesawat sama seperti dirinya, ayah Anindia hanya mengirim hadiah tanpa datang menjenguk. Anindia mengerti akan hal itu, jika ada kesempatan Anindia yang akan pulang kesana membawa putrinya menemui kakeknya.

"Mas.. hari ini mas ke kantor?" Tanya Anindia.

"Iya.." jawab Ardi singkat.

"Kok cuma iya aja mas?" Tanya Anindia heran.

"Jadi mau di jawab kayak apa lagi?"
Ardi memilih pergi dari pada harus berdebat dengan Anindia.

Sudah seminggu ini hubungan Anindia dan Ardi memanas. Entah karena alasan apa yang membuat mereka kian menjauh. Padahal selama ini Anindia tidak berbuat salah apa pun. Tiba-tiba Ardi bersikap ketus dengannya.

Selama ini Anindia hanya sibuk mengurus Rania dan Arkan. Apakah itu yang membuat Ardi menjadi cemburu? Bukankah itu sangat tidak logis.

"Mas.. mas.. kamu kenapa lagi sih!!!" Gumam Anindia.

Ardi telah berangkat ke kantornya tanpa pamit sekalipun dengan Anindia.
Anindia malas harus berdebat dengan Ardi ia lebih memilih mengurus putra dan putrinya. Mengurus mereka saja sudah membuat Anindia kewalahan, apalagi Arkan yang tingkahnya mulai nakal. Semenjak punya adik Arkan suka cari perhatian dengan Anindia.
Arkan mulai sedikit cemburu dengan Rania.
Padahal Anindia tidak membeda-bedakan antara Arkan dan Rania.
Namun namanya anak kecil pasti akan cemburu saat perhatian orang tuanya teralihkan ke yang lain walaupun sedikit.

***

Setelah kejadian di hotel itu Ardi telah mengetahui semua kejadian yang telah terjadi. Ternyata Nina itu adalah Silva yang mengubah wajahnya dengan sedikit berbeda. Ia menyuntikkan silikon ke beberapa titik wajahnya. Hidung yang sebelumnya pesek menjadi mancung, dan bibir yang awalnya biasa berubah jadi seksi. Semua identitasnya itu adalah palsu bahkan KTP sekalipun.

Ardi mengetahui semua itu setelah haikal mencari tau segala sesuatu tentang Nina hingga ke akar-akarnya. Namun Ardi baru mengetahui darimana anindia tau soal Nina yang memalsukan identitasnya. Ternyata Dimas diam-diam menemui Anindia tanpa sepengetahuan Ardi. Dimas membeberkan segala kebusukan Silva yang ingin merebut Ardi dari Anindia.

Awalnya Anindia tidak ingin mempercayai apa yang Dimas katakan. Hanya saja setidaknya ia harus lebih berhati-hati. Tanpa disangka hari itu memang terjadi saat seseorang tiba-tiba menghubungi Anindia. Anindia baru sadar bahwa yang di katakan oleh Dimas ternyata benar.

Silva telah mendapatkan ganjarannya, kini ia sedang menjalani masa hukumannya. Awalnya Ardi tidak ingin memperbesar masalah namun untuk memberikan efek jera ia harus melakukan hal itu.

Tidak terfikirkan oleh Anindia Ardi akan kembali cemburu karena Anindia diam-diam bertemu dengan Dimas. Ia mengetahui ini setelah Anindia bertanya kepada Haikal kenapa Ardi berubah ketus kepadanya. Awalnya Anindia tidak ingin bertanya karena ini masalah rumah tangganya. Namun karena tidak tahan lama-lama di cuekin tanpa tau sebab pastinya, mau tidak mau Anindia harus bertanya.

"Makasi ya mas uda mau kasih tau.. emm aku boleh minta tolong gak mas.." ucap Anindia di telfon.

"buk boss mau minta tolong apa?" Tanya Haikal.

"Yaampun mas Haikal jangan panggil aku kayak gitu dong.. bikin risih tau..panggil Anindia saja mas.." ucap Anindia yang menolak di panggil buk boss. Meski ia sudah menjadi ibu tapi kan tetap saja ia masih muda.

"Oke Anindia.." jawab Haikal.

"Nah gitu.. oh iya hampir lupa.. tolong ya mas nasehatin sahabat mas itu, biar jangan cemburu buta melulu" pinta Anindia.

"cemburu itu kan tanda cinta..hahaha yauda nanti mas nasehatin suami kamu itu.." jawab Haikal.

"Makasi mas.."
Sambungan telfon terputus.

***

Anindia tengah duduk di sofa ruang tamu dengan Rania yang berada di dalam pangkuannya.
Hari sudah malam namun Ardi juga tak kunjung pulang.
Sedangkan Arkan tengah sibuk bermain diluar ruangan dengan pak Marto.

Hiks..hiks..hiks..
Terdengar suara tangis dari luar, Anindia kaget. Ia buru-buru memanggil mbok Minah untuk menjaga Rania sebentar.

"Mbok tolong kesini sebentar, jagain Rania dulu ya mbok.. saya mau liat Arkan lagi nangis dia di depan.." ucap Anindia.

"Iya non.." jawab mbok Minah.

Anindia berjalan ke arah kedepan, ia melihat Ardi juga berada di depan rumah. Ia kaget Ardi sudah pulang tapi kenapa tidak masuk.
Arkan yang melihat Anindia berjalan menghampiri mereka langsung berlari memeluknya sambil menangis.

"Bundaaaa... hiks..hiks..hiks.." ujar Arkan sambil menangis.

"Kenapa sayang.. ada apa? Kenapa kok nangis gini?" Tanya nindia sambil mengusap air mata di pipinya arkan.

Namun Arkan masih saja menangis tersedu-sedu. Anindia sampai bingung dengan Arkan yang terus-menerus menangis. Saat ditanya kenapa ia tidak menjawabnya.

Anindia ingin bertanya kepada pak A
Marto yang tadinya tengah bermain dengan Arkan, tapi tidak ada keberadaan pak Marto disitu. Mau tidak mau Anindia harus bertanya dengan suaminya.

"Ada apa ini mas kok Arkan bisa nangis begini?" Tanya Anindia.

Tidak langsung menjawab Ardi malah berjalan tanpa menoleh ke arah Anindia.

"MASSSS!! Teriak Anindia.

"Kamu bentak mas?" Ucap Ardi marah.

"Mas ini kenapa sih? Aku tanya baik-baik kenapa Arkan nangis.. mas malah diam saja kayak gak perduli.. mas ini kenapa? Ada masalah apa? Gak bisa apa cerita sama aku? Apa sih maunya mas sebenarnya?" Ujar Anindia yang semakin tidak bisa mengontrol emosinya.

"Tanya sama anak kamu sendiri.. jangan tanya sama mas.." ucap Ardi cuek.

"Bundaaa... tadi arkan ajakin papa main sama aku.. tapi papa nolak karna kata papa lagi capek.. Arkan maksa tapi papa malah marah sama aku trus papa.. " ujar panjang lebar lalu Arkan terdiam sambil memandang papanya.

"Trus apa sayang? Bilang sama bunda.. jangan takut" tanya Anindia.

"Trus papa pukul aku bunda..hiks.. hiks..hiks.." jawab Arkan sambil menangis lagi.

"Astagfirullah mas.. mas ini lagi kesambet setan apa sih.. dari seminggu ini mas marah-marah terus, ketus sama aku, gak perduli sama aku, gapapa mas kalo memang mas kayak gitu ke aku tapi tolong jangan asal main tangan ke anak aku.. dia cuma anak kecil yang pengen main sama papanya.. kalo memang mas capek bisa kan ngomong baik-baik.. apa perlu aku panggilin ustadz buat ngeruqyah mas, biar ilang setan yang ada di dalam tubuh mas itu.. IYAA?? perlu kayak gitu??" Ujar Anindia ngedumel.

"Bundanya sama anaknya sama aja cerewet.." balas Ardi.

"APA MAS???? CEREWET??" Teriak Anindia makin naik pitam.

"Iyaaa.. kalian sama-sama cerewet.. padahal Arkan bukan anak kandung kamu tapi kenapa bisa kalian sama.." jawab Ardi santai.

"ASTAGFIRULLAH,MASYAALLAH,ALLAHUAKBAR... BENER-BENER YA MAS, KAMU ITU LAGI KESAMBET SETAN.. NYEBUT MAS NYEBUT.. ISTIGHFAR BIAR SADAR.." ucap Anindia yang semakin tidak bisa menahan emosinya.

Tidak perduli dengan ocehan Anindia, Ardi malah meninggalkan Anindia dan Arkan diluar rumah. Ia malah masuk ke dalam rumah tanpa bicara sepatah kata pun. Anindia yang melihat itu semakin memuncak saja amarahnya.
Namun ia harus menenangkan Arkan dulu yang tengah menangis.

"Uda ya sayang ya jangan nangis lagi ya.. besok-besok mainnya sama bunda aja, sama adik Rania juga.. papa kan kalo pulang kerja kan capek.. jangan nangis lagi ya sayang.." ucap Anindia menenangkan Arkan.

CINTA DARI GADIS BIASA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang