Kedua mata ini menatap takjub pada rumah megah yang ada di hadapanku. "Apa benar ini rumahnya? Pantas kalau bekerja di tempat ini bisa dapat gaji sebanyak itu," gumamku pelan.
Perlahan aku berjalan mendekati pos penjaga dan bertanya apakah ibu dan bapak Pradipta sedang berada di rumah. "Permisi Pak. Maaf apa ini benar kediaman keluarga Pradipta? Apakah beliau ada di dalam," tanyaku sopan seraya tersenyum ke arah laki-laki paruh baya itu.
Penjaga rumah tersebut membalas senyumanku dengan ramah. "Benar ini rumah Bapak Pradipta, ada perlu apa ya, Mbak?"
"Saya Alana, temannya Mas Yudha, ingin bertemu dengan pemilik rumah ini dan sudah membuat janji sebelumnya."
Pria dengan name tag bertuliskan Jaka itu mengangguk paham. "Mbak Alana sudah ditunggu sedari tadi. Mari saya antarkan ke dalam," ujar pria itu memintaku untuk mengikutinya. Aku melempar senyum serta tak lupa untuk mengucapkan terima kasih.
Bibirku tak dapat mengatup saat melihat betapa megahnya rumah milik keluarga Pradipta. Jika dilihat dari luarnya saja sudah sangat mewah apalagi melihat isi di dalamnya.
Dari area masuk terdapat taman mini menuju rumah utama. Tanaman itu juga disusun secara simetris membuatnya tampak indah dari kejauhan. Teras utamanya pun berada di lantai dua yang terdapat sebuah kursi teras dengan warna cat dinding eksterior.
Rumah ini sendiri didominasi oleh warna putih dengan tambahan aksen biru pada bingkai jendela dan pintu sehingga membuat rumah ini tampak sangat menawan.
Aku tidak tahu sampai kapan aku melangkah dan mengikuti penjaga tersebut. Rumah ini cukup luas meskipun aku mencoba mengingatnya tetap saja akan tersesat jika aku pulang sendiri nanti. Apalagi banyak sekali pintu pada rumah ini.
"Permisi Bapak, Ibu, ini Mbak Alana."
Aku menatap ke dua insan yang sedang menatapku lekat. Tunggu dulu, sepertinya aku pernah melihat mereka?
Astaga. Aku baru mengingatnya. Mereka adalah sepasang suami-istri yang membuatku kehilangan pekerjaan. Aku sangat mengingat wanita itu, dia yang memarahiku habis-habisan tempo hari.
"Kamu bisa pergi," ujar pemilik rumah memerintah.
"Baik Pak, saya permisi," pamit Pak Jaka. Setelah itu pria yang mengantarku tadi melirik ke arahku. "Saya tinggal ya, Mbak?"
Aku mengangguk lalu mengucapkan terima kasih tanpa suara kepadanya.
"Silahkan duduk," pinta laki-laki yang aku yakini pemilik rumah ini.
Aku tak menyangka bahwa akan bertemu dengan mereka lagi. Aku pikir Pak Pradipta berusia lanjut tapi ternyata lebih muda dari yang aku bayangkan.
Kembalilah fokus Alana!
"Silahkan duduk," ujar Pak Pradipta memerintah.
Belum sempat aku mendudukkan diri di sofa yang ditunjuk oleh Pak Pradipta. Sang istri menginterupsi pergerakanku. "Kamu yang di resto itu bukan?" tanyanya sembari memicingkan mata. "Mas, aku tidak sudi kalau wanita ceroboh ini yang akan menjadi ibu pengganti untuk anakku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunda Pengganti | Jung Jaehyun ✔️
Short Story"Sewakan rahimmu untuk mengandung dan melahirkan anak saya." Bukan hanya sebagai kalimat permintaan melainkan sebuah paksaan. Aku dipaksa untuk meminjamkan rahimku dan membantu pasangan ini untuk memiliki seorang anak. Sebuah kalimat paksaan yang me...