Sebuah Kekecewaan

821 80 3
                                    

Sejak tadi aku memperhatikan Jefri yang terlihat gelisah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak tadi aku memperhatikan Jefri yang terlihat gelisah. Entah apa yang sedang dia hadapi saat ini. Ditambah sejak kemarin dia menghubungiku di setiap tiga puluh menit hanya untuk memastikan apakah aku dan anaknya baik-baik saja.

"Al, apa kamu baik-baik saja?"

Aku berdecak pelan. Harusnya aku yang bertanya itu kepadanya.

"Jangan menghubungiku terus di saat kamu sedang di luar. Kamu baru saja menambah dua pegawai baru untuk apa? Bukankah Bu Liliana dan Mark sudah cukup?"

"Hanya untuk memastikan semuanya berjalan sesuai rencana," ujarnya santai.

Aku menatap matanya mencari kebohongan di sana. Namun, aku tidak menemukan itu. "Harus dengan menambah pegawai baru di rumah ini? Bagaimana kalau Letta semakin curiga?" tanyaku.

Pria itu sibuk dengan berkas yang ada di atas meja ruangan pribadinya. "Kalau memang harus menambah beberapa orang lagi untuk menjagamu, tidak masalah buatku. Abaikan Letta. Aku yang akan mengurusnya."

Iya, aku tahu uang tak akan menjadi masalah untukmu Jefri. Tetapi, seharusnya kamu sadar, aku merasa terkekang saat ini. Aku butuh bernapas.

"Jef, aku ingin bicara," ucapku serius.

Jefri yang sejak tadi hanya membolak-balikan kertas yang ada di tangannya pun beralih menatapku yang masih setia berdiri di ambang pintu.

"Kita ke kamar."

Kutatap jemarinya yang sedang menggenggam erat jemariku, seakan dia mengerti dengan kegelisahan yang aku alami. Jujur saja dalam waktu semalam aku sudah memikirkan ini semua. Jefri lebih baik memutuskan kontrak denganku secepatnya.

Aku akan meminta ijin padanya untuk tinggal di kota kelahiranku. Rumah orang tuaku yang tentu saja sudah dibeli oleh orang lain, tapi aku yakin Jefri bisa membantuku untuk mendapatkan rumah itu kembali. Terlebih aku tidak ingin Sean semakin ikut terlibat. Dia sudah sangat baik kepadaku. Memberikan harapan padanya tidak akan baik untuknya. Itu adalah tujuanku meninggalkan kota ini.

"Katakan, apa yang ingin kamu bicarakan?"

"Ayo kita berpisah." Satu kalimat yang mampu membuat Jefri melepaskan tautan tangan kami. Ia menatapku dengan nanar, seakan tak percaya dengan apa yang barusan aku katakan.

Berpisah?

Iya, itu adalah hal yang harus kami lakukan. Tenang saja anak ini pasti akan aku jaga dengan baik.

"Kamu sudah gila?!" sentaknya. Ia berdiri di hadapanku dengan rahang yang kian tegas.

"Alana, apa yang sedang kamu pikirkan? Kamu lupa hanya aku yang bisa memutuskan kontrak itu. Kamu tidak ingat sedang mengandung anakku? Bagaimana bisa aku menceraikanmu? Lalu menggugat cerai ke pengadilan agama dengan itsbat nikah. Apa kamu tidak berpikir sampai sejauh itu?"

Bunda Pengganti | Jung Jaehyun ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang