Jefri tidak pernah main-main dengan ucapannya. Aku tidak tahu lagi apa yang mesti aku katakan padanya. Dia benar-benar ada di hadapanku saat ini, di rumahku, dan lebih gilanya lagi ada Juna di antara kami.
Entah apa yang ada di dalam kepala pria ini. Aku menghela napas pelan, meminta Juna untuk membuatkan minum. "Jun, tolong buatkan minum untuk Pak Jefri," pintaku.
Dapat kutebak jika adikku sama terkejutnya denganku. Bagaimana bisa Jefri yang dia tahu orang penting di kampusnya datang ke rumah kami? Untuk apa? Jika memang keperluan kampus, mengapa harus datang ke rumah?
Selepas Juna pergi dari hadapan kami. Tanpa aba-aba pria yang berdiri tepat di hadapanku ini merengkuh tubuhku ke dalam pelukannya. Ku rasa dia benar-benar sudah gila.
Aku menahan lengannya agar mau melepaskan pelukan kami. Alih-alih merasa takut terbongkar, dia justru mengeratkan rengkuhannya itu. "Jef, lepaskan aku. Bagaimana kalau Juna melihat? Atau tetanggaku yang melihat?"
"Terserah, aku bisa menjelaskannya."
"Menjelaskan kepada mereka kalau aku istri simpananmu? Begitu maumu? Kamu tidak memikirkan bagaimana perasaanku atau apa yang akan mereka lakukan padaku? Jef, tolong. Kamu sendiri yang bilang harus merahasiakan semua ini kan?"
"Dengar, aku hanya bahagia mendapati fakta bahwa kamu sedang mengandung anakku."
Sebahagia itukah dirinya? Sampai tidak bisa berpikiran jernih. Aku mengurai pelukannya karena mendengar suara derap langkah yang mulai mendekati kami, kupastikan suara langkah itu berasal dari Juna. "Tolong, aku tidak ingin menjadi beban untuk adikku," bisikku pelan.
"Kak?" Aku menoleh ke arahnya. "Kakak belum belanja ya? Persediaan gula dan kopi sudah habis. Aku ke mini market sebentar," ujarnya seraya melangkah ke arah kamarnya.
"Tidak perlu Juna. Saya hanya sebentar." Interupsi Jefri. Bernapas lega tentu saja. Akhirnya dia mengerti dengan apa yang aku katakan.
Aku dan Juna baru saja bersitegang semalam perihal penolakan cinta Sean. Bagaimana jika Juna tahu kalau aku sudah menikah dan sedang mengandung anak Jefri? Aku tidak ingin semakin membuatnya terluka dan merasa terbebani karena aku melakukan itu semua hanya untuk dirinya.
"Silahkan duduk Pak Jefri, Juna... kamu juga duduk," pintaku pada keduanya.
Jujur saja aku tidak tahu apa rencana Jefri kali ini, yang aku tahu dia sudah memesankan tiket untuk Juna kembali ke Korea tapi aku tidak tahu pasti.
"Maaf mengganggu kalian sepagi ini. Kedatangan saya kemari hanya ingin menjenguk Juna dan memberikan Juna reward."
Reward? Aku menatap Jefri sekilas dengan tatapan tak mengerti, ternyata dia sudah menyiapkan segalanya.
"Maksudnya bagaimana ya Pak?" Bukan aku yang bertanya. Kurasa Juna juga tidak mengerti maksud dari Jefri.
"Saya mendapat laporan dari universitas bahwa kegiatan dan penilaian kamu di sana cukup memuaskan. Saya rasa tidak ada salahnya memberikan kamu reward untuk itu. Ini tiket pesawat kamu, kembali ke Korea besok dan berliburlah sebelum melakukan aktivitas perkuliahanmu nanti. Jelajahi Korea dan cari destinasi sesukamu. Freepass dengan uang saku tambahan untukmu."
"Pak bukannya ini terlalu berlebihan?"
"Iya Pak, lagipula saya masih di sana satu tahun lagi. Masih ada waktu untuk saya berlibur," ungkap Juna.
Tentunya ada banyak pertanyaan dibenaknya terlihat jelas dari raut wajah Juna yang kebingungan.
Bukan hanya dirinya, aku pun tak mengerti mengapa Jefri memilih memberikan reward untuk berlibur di negara tempat adikku menimba ilmu. Mengapa dia tidak memilih untuk negara lain? Jelas terlihat aneh bukan?
"Tapi, kapan lagi kamu mendapatkan semua fasilitas dengan gratis? Beritahu destinasi mana saja yang ingin kamu kunjungi. Sekretaris saya yang akan mengurus keperluanmu nanti," timpal Jefri.
Aku tahu dia sedikit memaksa agar Juna bisa jauh dari jangkauanku dan dia bebas berkeliaran di dekatku. Itulah tujuan utamanya saat ini, apalagi aku sedang mengandung anaknya, sudah pasti dia akan lebih posesif terhadapku.
"Jun, aku rasa tidak ada salahnya." Aku meyakinkan Juna karena melihat tatapan Jefri seolah dia berbicara dan meminta bantuan agar aku bisa membujuk adikku.
***
"Kakak yakin? Aku ke sini memang ingin menemanimu bahkan aku baru tiga hari di sini, seakan kamu sedang mengusirku."
"Hey, bukan maksud aku seperti itu, tapi kalau kamu memahami maksud dari beliau agar kamu bisa melepas penat di saat kamu sedang terbebas dari tumpukan buku-buku tebalmu itu, mengerti kan? Dia memiliki niat baik untukmu. Memberikan reward karena kamu sudah berusaha sampai di titik ini setidaknya dia bangga padamu dan tidak salah memilih kamu kali ini."
Juna mengangguk paham meskipun belum sepenuhnya mengerti dengan sikap Jefri. Sekali lagi maafkan kakakmu ini yang terus menerus membawamu kedalam masalahku.
"Tapi, dari mana dia tahu alamat kita?"
"Serius kamu bertanya itu padaku? Beliau orang berkuasa, Jun. Akan mudah baginya untuk mendapatkan alamat kita." Ya, Tentu saja sangat mudah baginya bahkan dengan mudahnya aku dapat diperdaya olehnya.
"Iya juga ya, sedikit heran mengapa dia memilih Korea? Bukan negara lain?" Dia pasti sepemikiran denganku.
"Mungkin... Entahlah, aku juga tidak bisa menebaknya. Anggap saja kamu memenangkan lotre kali ini. Bisa saja dia memberikan reward untukmu ke negara lain di liburan berikutnya. Iya kan? Yang terpenting untuk saat ini wujudkan impianmu, apapun untukmu akan aku lakukan, Juna. Kamu harus tahu, aku menyayangimu lebih dari apapun."
Sebuah pelukan hangat aku dapatkan dari dia satu-satunya orang yang membuatku mampu menjalani hidupku yang berat ini dan sekarang aku memiliki dia yang ada di rahimku yang juga menjadi penyemangat di hidupku.
Sayang, meskipun nanti setelah lahir kamu tidak melihat pamanmu yang tampan dan pintar ini, Bunda yakin kamu akan mengenalinya karena ikatan darah yang mengalir dalam tubuh lebih kuat dari apapun.
Memiliki keduanya membuatku bahagia. Aku tidak meminta apapun lagi meskipun aku tahu bahwa salah satunya akan pergi dari hidupku secepatnya bersama dengan cintaku untuk ayah dari anak ini.
Tidak banyak yang dibicarakan oleh Jefri saat dia berkunjung ke rumah. Aku melarangnya untuk menyelinap masuk ke dalam rumahku lagi karena aku tidak ingin dia mengambil resiko. Bisa saja dia akan ketahuan nanti dan semua yang sudah direncanakan akan kacau pada akhirnya.
Yang aku ingat, Jefri memintaku untuk merahasiakan kehamilanku pada Letta. Sungguh aku tidak mengerti dengannya, bukankah Letta akan senang jika aku sedang mengandung, iya kan?
-------------------------------
Ada sesuatu yang Jefri tutupi, kenapa juga dia melarang Alana buat memberitahu kabar kehamilannya pada Letta. Ada yang tahu alasan Jefri ngelakuin itu?Cukup terasa aneh bagi Alana, padahal tujuannya menikah dengan Jefri karena seorang anak. Apalagi Letta juga ikut menandatangani kontrak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunda Pengganti | Jung Jaehyun ✔️
Short Story"Sewakan rahimmu untuk mengandung dan melahirkan anak saya." Bukan hanya sebagai kalimat permintaan melainkan sebuah paksaan. Aku dipaksa untuk meminjamkan rahimku dan membantu pasangan ini untuk memiliki seorang anak. Sebuah kalimat paksaan yang me...