Aku mencintai Jefri, namun aku takut untuk mengakuinya. Aku tidak ingin Jefri semakin kesulitan karena pengakuanku. Hidupnya sudah sulit karena hadirnya si kembar, ditambah ia berusaha untuk menjauhkan kami dari Letta, istrinya sendiri.
Hormon sialan, terkadang aku tidak mengerti dengan diriku sendiri. Aku yang mudah emosian, mementingkan diriku sendiri dan peduli terhadap Jefri di waktu yang bersamaan bahkan aku pun tak tahu apa yang terjadi pada diriku sendiri.
Apakah semua ibu hamil akan mengalami hal seperti ini, sama dengan apa yang aku alami? Aku jadi teringat ucapan Sean semalam yang mengatakan bahwa dia akan melindungiku dari siapapun termasuk keluarganya sendiri. Aku ini hanya wanita biasa, mengapa dia sampai mau melakukan hal itu hanya untuk wanita sepertiku?
Entahlah, aku tidak tahu. Biarkan aku berpikir selama beberapa hari ini. Aku butuh waktu untuk berpikir. Jangan sampai aku merugikan banyak orang atas keputusanku. Lebih baik aku bercocok tanam di kebun belakang, berniat mencari Bu Liliana untuk meminta menemaniku membeli beberapa pot dan pupuk.
Saking semangatnya hampir saja aku terpeleset karena tidak melihat anak tangga dipijakan terakhir hingga suara teriakan Bu Liliana menggema di seluruh rumah ini.
"ASTAGA BU ALANA!"
"Pelan-pelan." Dia menuntunku menuju sofa terdekat. "Hampir saja..." ucapnya bernafas lega.
Bukan hanya dirinya, akupun juga sama terkejutnya dan bernapas lega saat aku bisa mengimbangi tubuhku sendiri.
"Bagaimana bisa Ibu melamun saat sedang menuruni anak tangga?"
"Maaf, aku hanya sedikit pusing tapi aku sudah merasa lebih baik. Bisa temani aku membeli pot bunga dan pupuk? Kalau tidak salah di daerah sini ada yang menjualnya."
"Biar saya saja. Ibu Alana bisa istirahat dan tunggu di rumah." Memaksa untuk ikut pun akan percuma karena aku tahu akan berakhir ke mana permasalahan ini nantinya.
"Baiklah, tolong ya. Aku butuh ukuran kecil dan sedang masing-masing lima. Ukuran besar dua dan pupuknya kamu bisa beli sekarung kecil saja. Oh, uangnya ada di atas. Bisa tolong ambilkan dompetku?"
"Uang dari Bapak masih saya simpan."
"Terima kasih Bu. Maaf ya."
"Ibu tidak apa saya tinggal sendirian?" tanyanya. Aku tahu sebenarnya dia terlihat ragu meninggalkanku sendirian.
"It's okay, Bu. Aku akan mengunci seluruh pintu. Hati-hati di jalan ya."
Rasanya aneh ketika terbiasa melakukan semuanya sendirian, namun sekarang aku justru selalu banyak meminta pertolongan kepada orang lain. Aku memijat kepalaku yang sedikit berdenyut. Entah apa yang sedang terjadi tapi aku baru mengalaminya. Mungkin aku harus tidur sebentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunda Pengganti | Jung Jaehyun ✔️
Historia Corta"Sewakan rahimmu untuk mengandung dan melahirkan anak saya." Bukan hanya sebagai kalimat permintaan melainkan sebuah paksaan. Aku dipaksa untuk meminjamkan rahimku dan membantu pasangan ini untuk memiliki seorang anak. Sebuah kalimat paksaan yang me...