"Mas..."
"Kenapa Sayang?"
"Aku haus."
Bima bergegas menuju dapur untuk mengambil segelas air untuk Lyora. Permainan yang baru saja berakhir memang menguras tenaga. Diliriknya sekaleng minuman soda yang tersisa setengah di atas nakas, namun Bima enggan memberikannya kepada Lyora. Ia berjanji akan menyediakan air minum di kamarnya, antisipasi jika Lyora kehausan, ia tak perlu repot-repot ke dapur.
Di ruang tengah ia mendapati Dion yang masih saja mabar padahal waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Tangga rumahnya bersebelahan dengan ruang tengah, mau tak mau ia harus menyapa iparnya walaupun dirinya sedang buru-buru. Bima tak rela meninggalkan Lyora sendirian di kamarnya.
"Ngapain lo, Bang?"
"Ngambil air nih, haus banget."
"Malem-malem gini ujan deres lo malah keringetan," Dion sedikit curiga, "abis ngapain?"
Bima tak menanggapi, harusnya Dion bisa menerka-nerka apa yang terjadi. Tapi bukan Dion namanya kalau tidak meledeknya, pantas saja Lyora dan Dion selalu bertengkar. Yang satu suka meledek, yang satunya mudah tersulut emosi. Menanggapi Dion tak akan ada habisnya, Bima pun berlalu ke dapur untuk mengambil dua botol air mineral dingin dari dalam kulkas.
"Gue duluan ya! Lagi nanggung nih."
***
Melalui pantulan bayangan dirinya di cermin, Bima memandangi bekas gigitan di bahu kirinya. Ingatannya berkelana pada setiap potongan memori semalam. Lyora telah memberikan tanda bukti keganasan permainan sesi kedua tadi malam. Dirinya tersenyum seperti orang tolol tiap kali mengingat desah parau Lyora yang memohon dengan manja, "Mas, aku mau lagi."
Lyora tiba-tiba saja menyambar bibir Bima dan melahapnya dengan rakus. Tentu saja Bima terkejut karena tidak siap dengan serangan yang tiba-tiba itu. Bukannya tadi Lyora bilang dirinya haus? Jadi yang dimaksud Lyora adalah haus sentuhan Bima di tubuhnya? Mengapa Bima sungguh tidak peka?
Bima menyeringai puas mendapati Lyora yang agresif. Ia bahkan membiarkan Lyora mendorong tubuhnya ke atas ranjang dan perlahan Lyora merangkak naik ke atasnya. Sungguh Bima ingin tahu sejauh mana Lyora akan memimpin sesi kedua ini.
Melalui bibir Lyora, Bima merasakan sesuatu yang tidak asing baginya. Dengan ragu, ia menginterupsi Lyora yang masih sibuk menciuminya, "Sayang, kamu minum soda Mas yang disitu ya?"
Lyora mengangguk. Rasa soda favorit Bima kini terasa di bibir istrinya, sebuah kombinasi rasa yang sukses memabukkan Bima saat itu juga.
Bukan salah Bima jika Lyora meminum cairan setan yang tersisa di kaleng sodanya. Salahnya Bima adalah ia tidak segera membuang minuman yang dirasa sudah tak ia perlukan lagi. Harus diakui, terpikir oleh Bima untuk menggunakan make up sex agar Lyora terangsang dan segera menuju permainan inti. Bima pikir itu adalah pilihan terakhir jika malam ini Lyora menolaknya, namun nyatanya dengan kemampuannya bersilat lidah, Bima mampu meyakinkan Lyora.
Double kill!
Tuhan memang Maha Baik, Bima mendapatkan balasan yang setimpal atas kesabarannya menunggu Lyora selama enam bulan sejak pernikahan mereka. Dua sesi permainan langsung didapatnya. Kini Bima mengerti bahwa hadiah terindah atas pernikahan yang sakral adalah sebuah malam pertama. Bima bersyukur karena ia bisa menjaga dirinya dengan baik hingga saat itu tiba, begitu juga dengan Lyora. Sungguh Bima tak henti-hentinya mengecupi wajah istrinya seraya mengucapkan terima kasih karena Lyora telah memberikan kesucian yang selama ini telah dijaganya dengan baik.
Jam dinding menunjukkan pukul empat yang artinya Bima hanya tidur selama dua jam sejak permainan sesi kedua usai. Tangannya terasa kebas karena dijadikan bantalan bagi Lyora. Sementara tangan yang lainnya masih melingkar posesif pada pinggang Lyora. Perlahan Bima beranjak menuju kamar mandi, meninggalkan Lyora yang masih tertidur pulas. Kecupan ringan di wajahnya tak membuat Lyora terganggu dan bangun dari tidurnya. Niat Bima untuk mandi bersama Lyora pupus sudah.
Gemericik air dari dalam kamar mandi tak juga membuat Lyora terusik. Posisi tidurnya masih sama sejak Bima meninggalkannya ke kamar mandi. Hanya saja selimutnya terangkat lebih ke atas menutupi hingga dagu.
"Sayang, subuhan dulu yuk!" Bima kembali membangunkan Lyora. Telapak tangannya yang dingin membenahi anak rambut yang menutupi wajah istrinya. Sudah hampir jam lima dan mereka belum juga menunaikan dua rakaatnya.
"Iya, Mas. Aku mandi dulu, tungguin ya." Lyora meringis ketika hendak beranjak dari ranjangnya. Perih terasa di antara kedua pahanya, namun ia berusaha tetap tenang.
"Mau aku bantu ke kamar mandi?"
"Aku bisa sendiri, Mas."
Bima memaklumi sikap Lyora yang berusaha tetap tenang ketika jelas-jelas Bima tahu bahwa Lyora berusaha menutupi sisa rasa sakit permainan mereka semalam. Ia tak mau suasana menjadi canggung nantinya.
Sepuluh menit berlalu, Bima tidak mendengar tanda-tanda Lyora akan selesai membersihkan dirinya. Setelah mengetuk pintu, Bima segera masuk ke kamar mandi dan mendapati Lyora duduk di pojok ruangan sambil menangis. Bima mulai panik, ada apa dengan istrinya? Apakah Lyora sakit?
"Sayang, kenapa?"
Bukannya menjawab, Lyora justru semakin tersedu-sedu.
"Lyora, kamu kenapa?" Bima mendekati Lyora sambil membelai rambutnya yang basah, "kamu sakit?" tanyanya lagi.
"Perih, Mas...." Pada akhirnya Lyora memilih jujur. Tidak ada gunanya membohongi Bima.
Astaga. Bima hampir tersedak dibuatnya. Mengapa tadi Lyora menolak bantuannya? Kini yang Bima lakukan adalah membawa Lyora untuk duduk di closet dan membantunya membersihkan sisa-sisa dirinya di tubuh Lyora. Awalnya Lyora menolak karena merasa malu, tidak pernah dirinya seterbuka ini kepada siapapun. Bima yang pertama, sungguh. Namun melihat Bima yang sangat hati-hati dan telaten membantunya, membuat Lyora pasrah asalkan ia bisa cepat-cepat selesai dengan urusan yang satu ini.
"Bim, eh maaf maksudnya, Mas," Lyora gugup, "kita solatnya disini? Gak di bawah bareng Ibu?" tanyanya ragu.
"Kita udah telat, Sayang. Sebentar lagi setengah enam."
Seharusnya mereka berjamaah di ruang solat yang ada di dekat kamar Mirna. Namun keadaan tidak memungkinkan, mereka sudah telat dan Lyora butuh istirahat.
"Mas, spreinya..." Lyora menahan lengan Bima sebelum suaminya itu hendak melanjutkan tidurnya. Bercak merah membekas disana, sebuah bukti bahwa Lyora sudah bertransformasi menjadi wanitanya Kasogi Bimantara.
"Besok bisa di laundry, sekarang kita tidur dulu ya." Bujuk Bima sambil menarik Lyora ke dalam pelukannya, "masih terlalu pagi untuk turun ke bawah."
Maksud hati ingin kembali tidur sebentar sambil menunggu matahari meninggi, Bima malah mencuri kesempatan untuk mengajak Lyora bermain lagi. Awalnya Lyora menolak, namun Bima menjanjikan permainan dengan durasi sebentar.
Usai permainan, mereka justru ketiduran. Belum lagi mereka diharuskan mandi terlebih dahulu sebelum menyapa yang lainnya di meja makan. Rasanya Lyora ingin memaki Bima saat itu juga. Dasar laki-laki dan segala tipu dayanya. Lyora berjanji tidak akan terbuai oleh janji manisnya lagi.
Lyora menuruni anak tangga perlahan-lahan dengan Bima yang tak lepas menggandeng tangannya. Belum lagi rambut yang masih setengah basah pasti akan mengundang tanya karena keduanya telat sarapan namun terlalu rajin sudah mandi basah sepagi ini.
"Kalian baru bangun?" Mirna menyapa lebih dulu. Dion dan Flora berada di kedua sisinya, "tadi Nak Dion sudah ke atas untuk bangunin kalian."
Bima hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Ibunya sedangkan Lyora cepat-cepat menjawab, "udah bangun dari tadi kok, Bu."
"Tadi gue ketuk beberapa kali, Kak Lyora gak denger?" Si anak tengil itu mulai memancing keributan.
"Mungkin pas gue sama Lyora lagi mandi, jadinya gak kedengeran."
"Kalian mandinya berdua?" Kali ini Dion memperjelas dengan nada jahil.
"Haha, biasalah. Biar cepet. Kalian udah laper kan nungguin kita berdua?" Balas Bima seadanya.
Pipi Lyora kian merona karena dijadikan topik hangat di atas meja makan, apalagi melihat reaksi Bima yang biasa saja semakin membuatnya geram. Lihat saja, nanti malam Lyora akan membuat pembalasan. Dirinya berniat tidur dengan Mirna hingga seminggu ke depan.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [ SELESAI ]
ChickLit"Aku dan kamu masih sibuk dengan pencapaian kita masing-masing, Bim. Kalau perasaan kita masih sama, kalau kita masih mau menunggu dan kalau kamu percaya jodoh tak akan kemana, lima atau sepuluh tahun kita bahas lagi perasaan ini." -Lyora Allona Wi...