"Papa, Cilla mau pipis...."
Tidak ada kamar mandi di dalam kamar memang sedikit merepotkan. Sudah dua kali Bima bangun dari tidurnya, pertama untuk mengantar Lyora dan tidak lama mengantar Cilla ke kamar mandi. Untuk saat ini sebenarnya Bima lebih memilih tak apa jika Cilla mengompol daripada mengganggu tidurnya. Namun karena Lyora sudah mengajarinya untuk tidak mengompol, anak penurut itu mematuhi nasihat Bundanya.
Hari ini sudah malam kedua Cilla tidur bersama Bima dan Lyora, masih ada lima hari ke depan karena Aldilla menitipkan anaknya selama satu minggu. Tadinya Aldilla akan membawa Cilla bersamanya karena dirinya ada pekerjaan di luar kota, namun ia mengurungkan niatnya mengingat kondisi Cilla yang baru saja membaik sejak sakit kemarin. Aldilla yang tidak punya sanak saudara di Jakarta pun tidak punya pilihan selain menitipkan anaknya kepada Bima dan Lyora.
Bima kembali menarik selimutnya setelah mengantar Cilla ke kamar mandi. Untungnya Cilla tidak lagi minta dikeloni Papanya, anak itu lebih tertarik mengelus-elus perut Lyora yang kian membuncit. Anak itu selalu bilang bahwa ia ingin selalu dekat dengan calon adiknya. Terkadang hal itu membuat Bima cemburu karena Cilla telah menggantikan posisinya yang selalu tidur menempel dengan Lyora.
"Mas...." panggil Lyora lirih. Tangannya berusaha menggapai Bima namun tak sampai. Bima pun tidak ada tanda-tanda akan membuka matanya. Lyora mencoba untuk memanggilnya lagi dengan sedikit mengeraskan suaranya, "Mas Bima..."
Percobaan Lyora yang kedua membuahkan hasil. Bima berusaha membuka matanya yang masih lengket, "kenapa, Yang? Mau pipis?"
"Aku lapar, Mas."
Jawaban Lyora tadi seketika membuat Bima memaksakan diri untuk membuka matanya. Ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Bima pasrah jika si Adek meminta sesuatu yang macam-macam. Dalam hatinya ia berdoa agar sesuatu yang diminta si Adek kali ini tidak menyulitkan dirinya.
"Kamu mau makan apa? Biar aku yang cari, kamu tunggu di rumah aja."
"Loh kamu mau kemana, Mas?" tanya Lyora heran ketika Bima bergegas mengambil jaket dan kunci motornya. "Aku cuma mau makan mie kuah. Kamu temani aku ke dapur ya?" pinta Lyora ragu.
Bima bernafas lega sambil mengelus dadanya. Syukurlah kali ini si Adek sedikit pengertian kepada Papanya. Setelah meletakkan bantal dan guling pada setiap sisi ranjang agar Cilla tidak jatuh, Bima dan Lyora menuju ke dapur.
Tidak ada dinding pembatas di antara ruang tengah dan dapur ternyata sedikit menguntungkan. Alih-alih menemani Lyora di dapur, Bima yang masih mengantuk segera menempatkan diri pada sofa ruang tengah yang empuk dan nyaman. Dari tempatnya berleha-leha, Bima masih bisa mengamati Lyora yang asyik sendiri mengacak-acak dapur.
"Mas, kamu mau mie goreng atau mie kuah?" tanya Lyora sambil membuka kabinet dapurnya untuk mengambil mie instan yang akan dimasaknya.
Berbeda dengan Bima yang harus ditemani saat makan, Lyora justru memaksa Bima untuk ikut makan bersamanya. Mengingat nafsu makan Lyora di masa sekarang yang sedang tak terkontrol membuat Bima merelakan otot-otot di perutnya hilang dan berubah menjadi sedikit buncit.
"Mie goreng pake kuah, Yang."
"Telurnya mau direbus atau digoreng?" tanya Lyora lagi.
"Direbus aja biar sekalian."
"Setengah matang atau matang banget?" lagi-lagi Lyora bertanya. Hal itu membuat Bima yang tadinya berniat memejamkan matanya merasa sedikit kesal.
"Setengah matang aja biar cepet."
Rasa kantuk Bima menjadi hilang entah kemana ketika Lyora terus mengganggunya dengan berbagai pertanyaan sepele. Padahal selama ini Lyora sudah tahu bahwa Bima tidak pernah komplain dengan hasil makanannya. Hanya memasak sebungkus mie instan saja Lyora banyak tanya, sungguh menjengkelkan bagi Bima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [ SELESAI ]
أدب نسائي"Aku dan kamu masih sibuk dengan pencapaian kita masing-masing, Bim. Kalau perasaan kita masih sama, kalau kita masih mau menunggu dan kalau kamu percaya jodoh tak akan kemana, lima atau sepuluh tahun kita bahas lagi perasaan ini." -Lyora Allona Wi...