Cilla tertidur pulas di pangkuan Lyora setelah menghabiskan cemilannya ketika melanjutkan perjalanan ke rumah ibu. Beberapa kali Lyora terlihat gusar setiap kali melihat jam tangannya, kemacetan yang luar biasa menjebak mereka. Bima sontak memegang tangan Lyora dan mengusap punggung tangannya, "Udah, tenang aja. Kita cuma mau ketemu Ibu bukan presiden."
"Kamu mending fokus nyetir aja, Bim. Gak usah modus."
"Aku cuma pegang tangan loh, Ra, belum yang lain."
Satu pukulan didapatkan Bima tepat di lengannya setelahnya. Lyora benar-benar ajaib, gerutunya dalam hati.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua ketika mobil Bima memasuki komplek perumahan mewah di daerah Jakarta Selatan. Lyora berdecak kagum melihat barisan rumah megah yang berjejer rapi di kanan kiri jalan yang luas dan bersih itu. Satu hal yang Lyora sadari, dari tadi ia tidak menanyakan alamat rumah mertuanya itu. Ah, palingan Bima cuma cari jalan pintas lewat komplek perumahan ini, batinnya.
Lyora terperangah melihat seorang pria paruh baya dengan sigap membuka pintu gerbang yang tingginya menjulang itu setelah Bima berhenti tepat di depan sebuah rumah besar berwarna putih gading. Seingatnya arisan keluarga mereka diadakan di rumah ibu, bukan di gedung pertemuan.
Bima menurunkan sedikit kaca jendelanya dan menyapa ramah sang pak tua, "Pak, yang lain udah pada datang?"
"Sudah, Mas."
Si pak tua cepat-cepat menutup kembali pintu gerbangnya dan mengikuti mobil Bima yang kini sedang terparkir di sebelah mobil-mobil lainnya. Bima memberikan kunci mobilnya kepada pak tua, "Pak, kardus besar yang di bagasi nanti tolong dibantu bawa masuk ke dalam ya. Yang di plastik buat Bapak dan yang lain."
"Siap, Mas. Ada lagi yang bisa dibantu, Mas?"
"Gak ada, Pak." Jawab Bima singkat, namun ia memanggil kembali pak tua yang kini bersiap untuk mengecek bagasi belakang sesuai perintah Bima, "Oh iya, Pak. Kenalin ini istri saya, Lyora."
"Siang, Bu Lyora. Saya Tardi, yang suka bantu-bantu di rumah ini."
Lyora membalas dengan ramah dan senyumnya mengembang, "Lyora..."
Bima dapat merasakan kegelisahan menyelimuti wajah Lyora ketika mereka memasuki ruang tamu yang sudah riuh dengan tawa terbahak-bahak dari beberapa orang. Cilla jangan ditanya perginya kemana, si kecil yang sudah terisi full energinya langsung berbaur dengan anak kecil lain seusianya.
Bima yang masih menggenggam tangan Lyora yang dingin, kemudian berbisik pelan, "Pokoknya kalo kamu gak nyaman, bilang aku dan kita langsung balik."
"Assalamualaikum..."
Bima menyapa keluarganya yang sedang asyik bercengkerama. Beberapa dari mereka masih belum menyadari kehadiran Bima dan istrinya. Sedangkan yang lain langsung menyambut Bima yang kini masih berdiri di depan pintu.
Laki-laki berkacamata itu menghampiri Bima dan menepuk pundaknya, "Waalaikumsalam, bro. Wah ini dia bintang tamu kita hari ini. Silahkan masuk!"
"Gaya lo, udah kaya tuan rumah aja!"
Lyora yang biasanya agresif menjelma menjadi sosok yang lemah lembut, tangannya tak lepas memeluk lengan Bima yang kekar itu. Ia terlihat malu-malu untuk menyapa kerabat Bima yang lain.
"Haha, lo tuan rumahnya malah telat. Mentang-mentang pengantin baru. Udah ditungguin yang lain tuh, buruan masuk!"
Salahkan Bima yang membuat mereka datang terlambat karena membiarkan si kecil berlama-lama memilih jajanannya. Lyora harus rela giginya menjadi kering karena tersenyum lebar menyalami setiap kerabat Bima yang sudah hadir demi menciptakan kesan pertama yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [ SELESAI ]
ChickLit"Aku dan kamu masih sibuk dengan pencapaian kita masing-masing, Bim. Kalau perasaan kita masih sama, kalau kita masih mau menunggu dan kalau kamu percaya jodoh tak akan kemana, lima atau sepuluh tahun kita bahas lagi perasaan ini." -Lyora Allona Wi...