Bima mengingkari apa yang dikatakannya kepada Lyora. Mana mungkin ia merelakan punggungnya sakit karena tidur di sofa semalaman. Setelah membersihkan dirinya, ia kembali ke kamar. Bima tak sampai hati meninggalkan Lyora sendirian di kamar dalam keadaan menangis karena dirinya sedikit membentak dan hampir saja mengumpat pada Lyora. Ia jelas menyesali perbuatannya yang tak terkontrol itu.
Dilihatnya Lyora sudah tertidur, rasa bersalah Bima kembali menyesakkan dada ketika melihat air mata yang sudah kering membekas di pipi Lyora. Benar kata Dion, putri tidur adalah julukan yang tepat untuk Lyora. Bagaimana mungkin Lyora dapat tertidur pulas alih-alih menyusul Bima untuk membantu membersihkan mimisannya?
Dengan gerakan sangat hati-hati, Bima mengusap bekas air mata itu. Hal itu sama sekali tidak membuat tidur Lyora terusik hingga Bima tergoda untuk menyesap bibirnya. Bibir yang biasa beraroma strawberi itu kini terasa sedikit asin. Tanpa membuang lebih banyak waktu, dirinya menyusul Lyora ke alam mimpi.
Suara gemericik air membangunkan Lyora dari tidurnya. Ketika Bima sudah bersiap menunaikan dua rakaatnya, Lyora cepat-cepat mencegahnya, "Bim, tungguin! Bareng ya solatnya..."
"Bukannya kamu masih libur?"
"Eh? Itu— maksudnya aku mandi dulu sebentar." Alasannya. Menghindari tatapan Bima yang curiga, Lyora segera ke kamar mandi.
Bima tahu jelas-jelas Lyora berbohong, ia sudah hafal bahwa Lyora akan menghabiskan waktu lebih dari setengah jam di kamar mandi. Namun ia tak mau banyak berkomentar jika akhirnya hanya akan merusak awal harinya yang masih panjang.
Mereka tak banyak bicara ketika selesai berjamaah. Bima kembali membuka laptopnya sedangkan Lyora yang masih menggulung rambutnya dengan handuk segera menuju ke dapur dan membuat kesibukan di sana. Masing-masing dari mereka belum ada yang memulai obrolan untuk membahas insiden berdarah semalam.
"Bim, sarapannya..." Lyora terlihat panik ketika Bima sudah bersiap untuk berangkat padahal jam belum menunjukkan pukul tujuh tepat.
"Gak usah. Aku buru-buru." Selanya cepat.
"Mau sarapan di kantor? Biar aku siapin di kotak makan dulu.." Bujuk Lyora. Siapa yang mau menghabiskan nasi goreng untuk ukuran dua porsi? Porsi makan Lyora tidak sebanyak itu.
"Aku buru-buru, Ra." Ulangnya lagi dengan sedikit penekanan.
***
"Mbak Lyora!"
Suara paruh baya yang tak asing si telinganya membuat langkah Lyora yang sedang buru-buru terhenti. Pria paruh baya itu menghampirinya.
"Loh, Pak Tardi? Mas Bima udah jalan dari tadi. Ada apa, Pak?"
"Saya disuruh antar Mbak Lyora ke kantor. Mari, Mbak!"
Lyora tidak menolak tawaran Pak Tardi, untung saja dirinya belum memesan ojek online. Pikirnya tak apa memanfaatkan privilege yang Bima berikan. Sepanjang perjalanan ia hanya menatap ke luar jendela hingga Pak Tardi mengajaknya berbincang.
"Mbak, mukanya ditekuk terus sih?" Gurau Pak Tardi.
"Keliatan ya, Pak?"
"Biasanya kan haha hihi terus, Mbak."
"Lagi pms, Pak." Ketus Lyora mengakhiri percakapan.
Merasa tak enak hati, Lyora memberikan satu kotak makan berisi nasi goreng yang dibuatnya tadi. Namun Pak Tardi menolaknya dengan alasan sudah sarapan di rumah. Lyora melewatkan sarapannya di rumah, ia membawa semua nasi goreng buatannya yang diwadahi ke dalam dua kotak makan. Sarapan dengan temannya di kantor mungkin akan memicu nafsu makannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [ SELESAI ]
Chick-Lit"Aku dan kamu masih sibuk dengan pencapaian kita masing-masing, Bim. Kalau perasaan kita masih sama, kalau kita masih mau menunggu dan kalau kamu percaya jodoh tak akan kemana, lima atau sepuluh tahun kita bahas lagi perasaan ini." -Lyora Allona Wi...