Pemberi Harapan Palsu

31.2K 2.6K 20
                                    

"Bu, nanti Bima telpon balik ya! Bima mau nyusul Lyora dulu ke kamar mandi."

Bima mengakhiri panggilannya dengan Mirna ketika Lyora melarikan diri ke kamar mandi. Ia segera menyusul Lyora yang sudah hampir mengunci pintu kamar mandi namun berhasil ia cegah. Tanpa mempedulikan penolakan Lyora, Bima membantu memijat tengkuk leher Lyora dan mengikat rambutnya yang terurai dengan ikat rambut yang ia temukan di dekat wastafel.

Sudah tiga hari belakangan ini Lyora selalu mual hingga muntah setiap pagi padahal Bima tahu bahwa Lyora belum mengkonsumsi apapun selain segelas susu yang ia minum ketika Mirna melakukan panggilan video. Hal itu tentu saja membuat Bima khawatir ditambah wajah Lyora yang sangat pucat.

"Kita ke dokter aja ya? Kamu pucat banget, Ra..."

"Hah? Gakpapa kok. Aku mau minum air anget aja. Gak usah deket-deket, Bim. Aku lagi jelek gini." Tolak Lyora ketika Bima membantunya kembali ke tempat tidur.

Lyora sudah terlihat lebih baik dari sebelumnya ketika meminum air hangat yang dibawakan Bima. Ia pun sudah mengganti pakaiannya dan mengikat rambutnya dengan benar.

"Kamu istirahat di rumah aja, ya? Biar aku yang kabari bos kamu."

"Aku tuh gak sakit, Bim. Kayaknya ini tuh cuma gara-gara minum susu yang dari Ibu."

Mirna tidak bercanda ketika meminta cucu kepada Bima dan Lyora. Buktinya ia sempat memaksa Lyora untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis kandungan dan memberikan Lyora satu dus susu khusus program hamil ketika mereka pulang kemarin. Mirna pun tidak pernah absen memantau Lyora agar meminum susunya melalui panggilan video setiap pagi. Kalau sudah begitu tidak ada alasan bagi Lyora untuk melewatkannya padahal ia sendiri tahu bahwa susu rasa vanila itu membuatnya mual luar biasa.

"Ya udah, buang aja. Lagian kalo kamu gak suka kenapa kemarin diterima?"

"Mubazir, Bim. Nanti Ibu sedih kalo aku tolak, kamu tega?"

"Ibu tuh gak pernah bisa marah, Ra. Coba kalo udah kaya gini, kamu sendiri kan yang repot. Gak perlu lah minum susu khusus begitu kalau kamu aja belum mau bikin anaknya. Biar aku yang bilang ke Ibu kalo kamu mual karena susunya dan Ibu juga gak perlu telpon kamu terus-terusan."

Terdengar suara isakan tangis yang membuat Bima sedikit terkejut. Ia meneliti wajah Lyora yang ditutupi oleh kedua tangannya. Bagian mana dari perkataan Bima yang membuatnya menangis? Sepertinya Bima tidak mengeluarkan kata-kata kasar.

"Ra, kenapa nangis?" Tanya Bima ketika mencoba untuk menyingkirkan tangan Lyora.

Lyora masih enggan menjawab dan membiarkan Bima menunggu sampai tangisnya usai. Bima pun tidak ingin memaksa dan memperburuk keadaan.

"Aku cuma mau jadi menantu yang baik, Bim. Emang salah ya kalo aku menuruti keinginan Ibu? Mana mungkin aku tega menolak dan bikin Ibu kecewa? Kamu gak pernah merasakan kehilangan Ibu kamu sendiri kan? Aku sayang sama Ibu, Bim. Kalo cuma dengan minum susu dan telponan sama Ibu setiap hari bikin beliau senang, kenapa aku harus merasa direpotkan? Kamu jahat, Bim!"

Damn. Ada perasaan menggelitik di dada Bima. Istrinya itu adalah manusia atau malaikat? Sudah jelas bahwa Mirna terlalu ikut campur urusan rumah tangga mereka namun dengan polosnya sang istri merasa bahwa itu hal yang biasa dan tidak merepotkan. Bima sendiri saja risih jika setiap pagi istrinya selalu dititah oleh Mirna. Melihat Lyora yang masih dengan pakaian tidurnya kerepotan memotong sayuran, mondar-mandir ke kulkas dan kabinet dapur. Padahal Bima bukan tipe orang yang memilih-milih makanan, ia hanya perlu seseorang yang menemaninya makan bersama. Bima tidak keberatan jika menu sarapannya hanya segelas susu dan roti tawar, atau apapun itu asal tidak merepotkan istrinya di pagi hari.

Kali Kedua [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang