Cilla

35.4K 2.9K 22
                                    

"Kamu berapa lama di Bali, Bim? Yakin cuma bawa segini aja? Baju kamu tiga pasang cukup? Oh iya, handuk kamu hampir kelupaan."

Rentetan pertanyaan dari Lyora memenuhi isi kepala Bima ketika sedang membenahi isi kopernya dan memasukkan segala keperluan Bima selama tiga hari di Bali nanti. Sayangnya, Lyora hanyalah budak korporat yang tidak bisa mengambil cuti dadakan untuk menemani perjalanan dinas suaminya.

"Vitaminnya jangan lupa diminum, Bim. Kalo kamu sakit aku yang dibikin repot." Sambung Lyora sambil memasukkan pouch yang berisi obat-obatan, vitamin dan minyak kayu putih. Bima yang masih sibuk dengan laptopnya hanya mengganguk mengiyakan segala pesan Lyora.

"Bima !!! Denger aku gak sih?" Bentak Lyora yang merasa tak dihiraukan. Bima yang tak enak hati kemudian menutup laptopnya dan menghampiri Lyora.

"Iya, sayang. Aku minum vitaminnya, aku gak bakal sakit, gak bakal ngerepotin kamu." Kemudian mendekap Lyora sambil mengacak-acak rambutnya yang hitam itu.

"Sana, ih. Ngapain peluk-peluk?" Lyora mendorong Bima dengan tenaga seadanya. Namun hal itu tentu tidak berefek apapun. Bima justru tergoda untuk semakin mempererat pelukannya.

"Aku bakalan kangen kamu, Ra. Kangen dimarahin kamu." Ucap Bima sambil mencium rambut Lyora yang beraroma strawberi favoritnya.

"Kamu tuh yang diinget cuma jelek-jeleknya aku doang." Seperti anak kecil yang sedang merajuk, Lyora melepas pelukan Bima dan membuat jarak di antara keduanya. Ia berjalan menuju ranjang dan bersiap untuk tidur.

Bima kemudian menyusul setelah mengganti pakaiannya dengan yang lebih nyaman. Jika biasanya Bima dan Lyora tidur saling memunggungi, kini Bima mengikis jarak itu, memberanikan diri untuk memeluk Lyora dari belakang tanpa mempedulikan reaksi Lyora nantinya.

Lyora bergerak tidak nyaman dalam pelukan Bima, tubuhnya ingin berontak namun Bima justru memeluknya makin erat hingga hembusan nafasnya menerpa leher Lyora yang jenjang itu. Lyora meremang akibat sensasi asing yang diterima tubuhnya.

Suaranya bergetar, "Bim...."

Tangannya tergerak untuk melepaskan tangan kekar Bima yang memeluk pinggangnya. Namun tenaganya tidak sebanding dengan Bima.

Seolah tahu bahwa Lyora merasa tidak nyaman, Bima justru meletakkan kepalanya di pundak Lyora dan menciumi lehernya dengan lembut, "Sebentar aja, Ra. Aku nyaman kalo kaya gini. Aku cuma peluk kamu, aku janji gak akan melewati batas itu sampai kamu siap. Aku akan nunggu kamu untuk itu, Ra."

Seperti mendapat hantaman keras bertubi-tubi, Lyora merasa sudah keterlaluan atas sikapnya kepada Bima selama ini. Hak yang seharusnya didapatkan oleh Bima justru dihiraukannya tanpa sadar karena dirinya yang terlalu sibuk untuk menjaga jarak dengan Bima yang mesum menurutnya.

Lyora membalikkan badannya dan menatap Bima dengan sendu. Tiba-tiba saja cairan bening yang membasahi pipinya keluar begitu saja tanpa diperintah, membuat Bima yang langsung panik dan mengusap pipi Lyora yang basah.

Bima membantu Lyora untuk duduk bersandar pada kepala ranjang, ia menumpuk beberapa bantal disana untuk membuat Lyora yang kini tersedu-sedu menjadi lebih nyaman, "Lah, kok nangis sih, Ra? Aku gak minta sekarang kok. Maaf ya, aku cuma terbawa suasana karena nyaman banget pas peluk kamu tadi."

Lyora mengambil tisu yang diberikan Bima untuk mengelap cairan bening yang juga keluar dari hidungnya, "kok kesannya aku jahat banget ya, Bim? Aku gak bisa jadi istri yang baik buat kamu, padahal kamu udah baik banget sama aku, sama Dion, sama temen-temenku juga. Aku gak suka kamu yang terlalu baik, Bim."

Bima terkekeh mendengar penjelasan Lyora yang menurutnya kekanakan, "oh, jadi kamu maunya aku jadi jahat aja? Kalo aku paksa berarti gak masalah kan? Aku masih bisa tahan sampai sekarang, belum tau kalo besok-besok soalnya kamu makin hari makin cantik. Aku suka liat kamu kalo lagi marah, keliatan seksi soalnya."

Kali Kedua [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang