Bima mengurungkan niatnya untuk kembali ke Jakarta sore ini. Padahal ia sudah meminta Lyora untuk dibuatkan soto ayam kesukaannya untuk makan malam di rumah. Kejadian tak terduga membuatnya harus berbohong kepada Lyora bahwa masih ada pekerjaan yang membuatnya harus tinggal di Bali sedikit lebih lama.
Seusai mengecek segala persiapan untuk event kantornya besok, Bima menyempatkan diri untuk menikmati fasilitas hotel tempatnya menginap sebelum kembali dengan kesibukannya di Jakarta esok hari. Andai Lyora bisa ikut, ia lebih memilih untuk mengunjungi tempat wisata lainnya daripada menggunakan fasilitas kolam renang di hotel.
"Bim!"
Suara itu seperti tidak asing di indera pendengarannya dan panggilan itu hanya untuk orang-orang terdekatnya. Seingatnya tidak ada yang lebih dekat dengannya selain ibunya dan Lyora. Para rekan kerja dan stafnya pun memanggilnya dengan 'Pak Kasogi'. Lalu siapa? Ia sedang di Bali dan tidak mengajak ibunya ataupun Lyora.
Setelah menimbang lebih lama, Bima kemudian berbalik ke arah suara itu, ia baru sadar bahwa Aldilla juga memanggilnya dengan sebutan 'Bima'.
"Eh, beneran Bima ternyata." Aldilla tersenyum lebar memamerkan deretan giginya yang rapi, senyumnya mengembang menyuguhkan perpaduan wajah yang cantik dan manis.
Bima membalas senyuman itu seadanya, "Kamu ngapain disini, Al? Liburan?"
"Aku lagi ada pemotretan disini, Bim. Kamu mau ketemu Cilla? Dia ada di kamarnya biar aku panggilin, dia pasti seneng banget ketemu kam-"
Bima dengan cepat menginterupsi Aldilla yang menggebu-gebu, "gak usah, Al. Sore ini aku balik, ini juga udah mau prepare. Aku duluan ya."
Bima merasa tidak nyaman berada di sekitar Aldilla, mengingat bahwa hubungannya yang sudah kandas dan ia tahu betul kehidupan Aldilla yang dipenuhi paparazi membuatnya harus menjaga jarak agar tidak ada salah paham yang mencuat ke publik. Terlebih Bima sudah memiliki Lyora yang sangat sensitif. Ia pun merasa bersalah karena belum menjelaskan semua tentang dirinya dan Aldilla, serta Priscilla yang berada di tengah mereka.
Aldilla menahannya, sorot matanya sendu seolah memohon dengan sangat, "Bim, kalau kamu gak keberatan bisa temani Cilla tiup lilinnya nanti? Hari ini dia ulang tahun, kehadiran kamu adalah hadiah yang paling indah buat dia. Aku mohon, Bim."
"Flight aku sore ini, Al. Sorry, aku gak bisa. Kalau kamu mau, kita ketemu di Jakarta aja. Sekalian aku akan perkenalkan Cilla dengan mama barunya." Tolak Bima dengan tegas.
Aldilla yang tidak suka penolakan membalas, "Aku hanya minta kamu temani dia tiup lilin, bukan menemani dia seharian. Kamu setega itu sama Cilla?"
"Bukan urusanku, Al. Kita sudah selesai, kalau kamu lupa."
Bima bergegas meninggalkan kolam renang dengan kesal. Rencananya untuk rehat sejenak malah menimbulkan masalah baru. Ia pun berniat mencari tempat lain yang sekiranya mampu membuat penatnya hilang sembari menghabiskan waktunya di Bali hari ini. Ia menuju kafe di sekitar hotel untuk memesan kopi dan bersantai disana.
Baru saja tangannya memegang gagang pintu kafe, tiba-tiba saja fokusnya hilang. Suara mungil itu terdengar dari seberang sana.
"Papa!!!"
Bagaikan permen kapas yang disiram air, rasa kesalnya tadi hilang begitu saja. Di depan Cilla, ia harus berperan sebagai sosok ayah yang penyayang. Bima hanya bisa mengumpat dalam hati di depan gadis kecil yang polos itu.
"Sayangnya Papa dari mana?" Tangannya terulur untuk menyambut Cilla yang berlari kecil ke arahnya. Tidak lupa ia menciumi pipi gembul Cilla dengan aroma khas strawberi yang menyegarkan, kemudian membawa Cilla dalam gendongannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [ SELESAI ]
ChickLit"Aku dan kamu masih sibuk dengan pencapaian kita masing-masing, Bim. Kalau perasaan kita masih sama, kalau kita masih mau menunggu dan kalau kamu percaya jodoh tak akan kemana, lima atau sepuluh tahun kita bahas lagi perasaan ini." -Lyora Allona Wi...