"Seger bgt ya, Bim?"
Keluar kamar dengan rambut setengah basah kadangkala membuat Bima dan Lyora mendapatkan tatapan curiga dari Mirna. Belum lagi senyum merekah lebar yang disuguhkan Bima seolah dalam hatinya berkobar semangat bahwa ia sudah siap menjalani hari Senin yang sibuk tanpa mengeluh. Berbeda dengan Lyora yang sejak keluar kamar hanya menunduk menghindari tatapan Mirna. Ia bahkan menarik ujung kaus Bima dan sesekali mencubit pinggangnya.
"Seger lah, Bu," jawab Bima sambil mengedipkan matanya.
Kemudian Mirna beralih pada Lyora, "tidurmu nyenyak, Ly?" sindir Mirna yang masih menyusui Giffari dengan botol susu.
Lyora gugup karena Mirna terlalu tiba-tiba, "nyenyak, Bu."
"Pantes saja jam segini baru bangun," kekeh Mirna.
Menghindari suasana yang semakin canggung Bima berinisiatif mengganti topik obrolan, "Abang gak rewel kan, Bu?"
"Enggak, Papa. Abang pinter kok," Mirna menjawabnya dengan menirukan suara ala bayi yang giginya sudah tumbuh dua di gusi bawah.
"Pintar banget anak Papa," puji Bima dengan bangga.
Baru saja mendapatkan pujian, Giffari kembali merengek karena susunya sudah habis padahal ia masih haus. Lyora pun bergegas mengambil Giffari untuk disusui langsung dari sumbernya.
Tak menunggu waktu lama, Lyora mengeluarkan buah dadanya dan mengarahkan putingnya pada mulut Giffari. Persis seperti Papanya semalam, Giffari sangat rakus menghisap sumber makanannya. Lyora pun harus ekstra mengkonsumsi makanan yang hijau-hijau agar bayinya tidak kehabisan jatah.
"Pelan-pelan, Sayang," lirih Lyora sambil mengelus rambut hitam lebat putranya.
Menyadari ada sesuatu yang mencurigakan, Mirna kembali bertanya, "Ly, kamu yakin semalam tidur nyenyak?"
Mendengar Mirna dengan nada meledek membuat Bima penasaran, "kenapa sih, Bu?"
"Semalem kamu nyusu ya, Bim?"
"Hah?" Bima heran Ibunya tahu dari mana. Ia pun mengalihkan pandangannya kepada Lyora yang juga kebingungan.
"Sial!" gumam Bima dalam hati.
Ternyata bekas hisapan-hisapan nakalnya pada leher dan dada Lyora semalam masih meninggalkan bekas. Pantas saja dari awal ia bergabung di meja makan, Ibunya menahan tawa. Bagaimana bisa Bima dan Lyora tidak menyadari hal itu? Padahal keduanya sudah menghabiskan hampir satu jam di kamar mandi untuk saling membersihkan diri.
"Lyra, kamu belum KB loh," kali ini Mirna serius. "Jangan mau kalau Mas-mu mulai merayu. Kecuali kalau kamu tidak menunda untuk memberikan Abang seorang adik, Ibu setuju-setuju saja."
Lyora makin salah tingkah sementara Bima yang tak tahu malu hanya tersenyum tanpa rasa bersalah. Lyora bahkan tidak ingat dimana Bima mengeluarkan benihnya, ia sedang berusaha mengingat itu. Lyora juga tidak mengerti mengapa Mirna dengan santainya membahas topik sensitif itu di atas meja makan tanpa memandang Mbok Sarti yang sibuk mondar-mandir menyajikan hasil masakannya.
"Ly, nanti kita ke supermarket ya. Minggu depan Abang sudah mulai mencoba MP-ASI."
"Baik, Bu," jawab Lyora patuh namun Bima meremas tangannya seolah tidak mengizinkan.
"Bu, kenapa gak ajak Mbok Sarti aja?" tiba-tiba Bima mengusulkan.
Kemudian Bima beralih kepada Mbok Sarti, "Mbok Sarti mau ikut kan?"
"Hah? Kok saya, Mas?" Mbok Sarti gugup.
"Kemarin saya minta tolong dibuatkan sop iga, Mbok Sarti lupa ya?" tanya Bima penuh penekanan.
Dalam hatinya, Bima terkekeh melihat Mbok Sarti kebingungan mengingat-ingat permintaannya. Bima terlalu jahil demi akal-akalan agar ia dapat berduaan dengan Lyora di rumah.
"Bukannya kemarin kita baru makan sop iga di restoran langganan kamu?" Lyora yang tidak peka justru bersikap tak kooperatif.
"Tapi lebih enak buatan Mbok Sarti, Yang," elak Bima.
Mirna hanya menggelengkan kepalanya dengan sikap Bima yang secara tak langsung mengusir Mbok Sarti pergi. Ya sudah, jika seperti itu maunya. Mirna akan memaklumi dan memberi satu kesempatan lagi agar Bima dan Lyora bisa berpacaran di rumah.
"Terus kamu di rumah sendirian, Mas?"
"Sementara Mbok Sarti dan Ibu ke supermarket, kamu bantu siapkan bahan-bahan yang lain. Rebus air untuk sop misalnya."
Bima bersorak gembira saat di rumahnya kini hanya ada dirinya dan Lyora. Impiannya untuk mewujudkan imajinasi liarnya akan dimulai. Saat ia menarik Lyora ke meja dapur, Lyora mendorong dadanya sambil berbisik, "disini ada CCTV, Mas."
Untuk pertama kalinya Bima merutuki idenya kala itu, memasang CCTV pada setiap penjuru rumahnya. Akhirnya ia sendiri yang kesulitan karena tidak bisa berbuat sesuka hati dimanapun. Masalahnya adalah CCTV tersebut dapat dikontrol melalui ponsel Mirna. Akhirnya mereka menghabiskan waktu yang singkat di kamarnya. Bima tak langsung berangkat ke kantor, ia memilih datang terlambat. Seusai bercinta, ia mendengarkan Lyora yang mulai membagi keluhannya.
"Mas, aku takut Abang gak mau mimi. Belakangan ini kan Abang lebih sering pakai botol. Itu karena Abang dipinjem Ibu terus. Aku takut nanti Abang merasa gak disayang sama aku."
Bima menahan senyumnya agar tak terlihat oleh Lyora. Ide untuk menitipkan Giffari ke Mirna adalah usulnya. Jika berada dekat dengan Lyora, ia tak mampu menahan hasratnya. Namun kekhawatiran Lyora membuatnya sadar bahwa sikapnya sungguh egois.
"Sejujurnya aku cemburu, Yang," Bima mencoba jujur.
"Sama Abang?"
"Iya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [ SELESAI ]
ChickLit"Aku dan kamu masih sibuk dengan pencapaian kita masing-masing, Bim. Kalau perasaan kita masih sama, kalau kita masih mau menunggu dan kalau kamu percaya jodoh tak akan kemana, lima atau sepuluh tahun kita bahas lagi perasaan ini." -Lyora Allona Wi...