"Maafin aku, Bim."
"Kamu jangan marah, aku takut."
Hanya dua kalimat itu yang terdengar oleh telinga Bima. Sepanjang perjalanan Lyora hanya meracau tidak jelas. Kepalanya kian membentur kaca jendela namun dihiraukan oleh Bima. Lyora sangat berantakan karena rambutnya yang terurai menutupi wajahnya. Sesekali Bima mendengar bahwa Lyora mengeluh kegerahan padahal ac mobilnya sudah berada di suhu paling rendah. Dengan kondisi yang begitu menyedihkan, tangan Lyora kesulitan mengeluarkan kancing dari lubang kemejanya. Dengan bar-bar ia menarik paksa kerah bajunya hingga membuat dua kancing teratasnya berhamburan. Melihat hal itu sungguh membuat Bima ingin menyiramnya dengan air dingin, agar Lyora sadar betapa menyedihkan dirinya sekarang.
Ketika mereka telah tiba di parkiran, Bima mencoba membangunkan Lyora. Ia pikir badannya akan remuk jika harus menggendong Lyora sampai ke unit mereka. Kesabarannya kian menipis ketika Lyora tidak juga bangun, Bima mulai pasrah. Ia bersiap untuk melepas seat belt di tubuh Lyora dan tiba-tiba saja Lyora mulai bergerak tak nyaman.
"Hoek!!!" Lyora sukses memuntahkan segala isi perutnya.
"WHAT THE ?!!!!" Kini kesabaran Bima benar-benar habis. Tentu saja ia tidak terima jika Pajero kesayangannya dizalimi. Kali ini tidak ada ampun, Bima akan membuat perhitungan akan kekacauan yang telah diperbuat Lyora.
Ketika sampai di unit mereka, Bima meletakkan Lyora di sofa sementara ia bergegas membersihkan diri. Setelahnya gantian ia yang membersihkan Lyora, tentunya dengan segala kesabaran yang coba ia kumpulkan kembali.
Lyora sudah terlihat lebih baik ketika Bima menyelimutinya hingga sebatas dagu. Ia terlihat tenang dalam tidurnya, tidak lagi meracau. Bima juga mengikat rambutnya dengan asal agar membuatnya sedikit lebih nyaman. Tidak ada sehelai benang pun yang melekat di tubuh Lyora dari balik selimutnya. Bima sudah terlalu lelah jika harus memakaikan baju dalam kondisi Lyora yang tidak sadar seperti itu. Pakaian kotornya pun dibiarkan tergeletak di lantai. Baru saja hendak membaringkan tubuhnya di samping Lyora, racauan Lyora kembali terdengar.
"Bima, maafin aku. Jangan marah. Aku takut."
Bima menghiraukannya. Ia mencoba untuk tidak peduli hingga tiba-tiba saja Lyora bergulir ke sampingnya dan memeluk tubuhnya erat.
"Kata Adit, segala urusan rumah tangga bisa diselesaikan di atas ranjang. Apa benar? Biar aku coba, Bim."
Lyora menyibakkan selimutnya dan langsung menindih tubuh Bima. Bima tentu saja terkejut dan membuat emosinya menguap entah kemana. Tubuh polos Lyora di depannya seolah menantang hasratnya. Hujan yang baru saja turun di luar sana seolah menuntut Bima untuk mendapat kehangatan dari Lyora. Sepertinya ini sebuah konspirasi. Tentu tidak akan ia lewatkan begitu saja.
"Baiklah, Lyora. Aku akan meladeni kamu malam ini. Let's see!"
***
"Udah jam setengah sembilan masih belum mau bangun?" Melihat Lyora yang masih berada di dalam selimut membuat Bima sengaja menarik gorden kamarnya dengan kasar. Bima tahu bahwa Lyora sudah bangun karena ia memergoki Lyora menarik selimutnya ketika Bima membuka pintu kamarnya.
Setelah suara itu menghilang, Lyora perlahan membuka selimutnya. Matanya sedikit mengintip keluar hanya untuk memastikan bahwa Bima sudah tidak ada lagi di kamar. Ia terlalu malu untuk menampakkan dirinya bahkan rasa takut lebih besar menghantuinya.
Dilihatnya ke dalam selimut, tubuhnya yang tak terbalut apapun membuat Lyora hampir teriak histeris, belum lagi pakaiannya yang tergeletak di lantai. Tiba-tiba saja sekelebat sisa memori semalam menari-nari di pikirannya. Ia menyilangkan kedua tangannya di dada kemudian mengerang frustasi sambil mengacak-acak rambutnya. Apa yang ia lakukan semalam tentu saja pelecehan terhadap Bima. Bagaimana ia menghadapi Bima sekarang? Tentu saja ia akan terlalu canggung dengan Bima.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [ SELESAI ]
Romanzi rosa / ChickLit"Aku dan kamu masih sibuk dengan pencapaian kita masing-masing, Bim. Kalau perasaan kita masih sama, kalau kita masih mau menunggu dan kalau kamu percaya jodoh tak akan kemana, lima atau sepuluh tahun kita bahas lagi perasaan ini." -Lyora Allona Wi...