"Mari periksa bayinya dahulu, Pak."
Fokus Bima kembali pada pusatnya ketika seorang perawat meminta dirinya untuk melihat bayinya lebih dekat. Perlahan Bima melepas genggamannya pada Lyora yang masih mendapatkan tindakan oleh dokter. Bima mengikuti langkah sang perawat untuk menghampiri bayinya yang telah dibersihkan.
Tepat pukul jam sebelas malam sebelum hari berganti, Bima mengumandangkan adzan di telinga bayinya. Hatinya bergetar bersamaan dengan setiap alunan lafadz yang menyerukan tanda-tanda kebesaran sang pencipta. Melalui proses persalinan normal, bayinya lahir dengan selamat.
Tak dapat dipungkiri bahwa bayi laki-laki yang beratnya 3,9 kg dengan panjang 51 cm itu sungguh menggemaskan. Untuk mempercepat proses persalinan, dokter terpaksa menyayat kulit Lyora. Hal itu membuat Lyora harus rela kembali menahan sakit karena dirinya mendapatkan beberapa jahitan pada organ intimnya.
"Ubun-ubun anterior dan posterior normal, tidak ada palatum sumbing," jelas sang perawat dengan bahasa yang sangat asing di telinga Bima.
"Jika dilihat, telinganya juga normal. Anus pun normal," tambah sang perawat yang terlihat tak canggung saat menggendong bayinya.
Bima masih tak percaya bahwa Lyora telah berhasil melahirkan buah hati mereka ke dunia. Melihat bayinya yang menggeliat dalam gendongan sang perawat membuat Bima kembali tertegun.
Menghiraukan reaksi Bima yang tidak dapat ditebak, sang perawat kembali memperlihatkan bagian tubuh bayinya dengan saksama, "jari kaki lengkap, lima di kiri dan lima di kanan. Jari tangan juga ada lima. Jari kaki dan tangan terpisah semua. Detailnya akan diperiksa lebih lanjut di Unit Perinatologi."
Bima hanya menganggukkan kepalanya saat mendengarkan penjelasan perawat tadi. Ia bahkan belum berani menyentuh bayi yang masih merah itu. Belum selesai sampai disitu, bayinya kembali dibawa untuk diperlihatkan kepada Lyora. Kemudian sang perawat meletakkan bayi mereka di atas dada telanjang Lyora. Seorang perawat lain pun mengambil sebuah selimut untuk menutupi badan sang bayi agar ia tidak kedinginan.
"Bu, kita akan mulai proses inisiasi menyusu dini ya," ujar dokter Tommy memberi aba-aba.
Selanjutnya, bayi yang belum diberi nama itu pun aktif bergerak sendiri mengikuti nalurinya untuk mencari puting payudara Ibunya. Selama proses IMD, Lyora telah diminta untuk tidak membantu bayinya atau sengaja memindahkan posisinya agar lebih cepat mendekat ke puting payudaranya. Semua interaksi antara Lyora dan bayinya yang baru lahir itu berjalan secara alami.
Sementara Lyora dan bayinya mendapatkan perawatan lebih lanjut, Bima menghampiri Mirna yang setia berada di ruang tunggu. Sambil menunggu Lyora dan bayinya dipindahkan ke ruang rawat inap, Bima meminta izin untuk keluar mencari makanan sebentar. Namun Mirna melarangnya, ia bilang bahwa Dion dan istrinya sedang dalam perjalanan. Mirna pun tak sungkan menyuruh Dion untuk membawakan makanan untuk dirinya, Bima dan juga Lyora.
"Bu, anak Bima laki-laki," dengan raut wajah bahagia, Bima berbagi kabar sukacita itu pada Ibunya.
Namun bukan itu yang pertama muncul di benak Ibunya, "Lyra dan anakmu sehat, Bim? Tidak ada masalah kan? Lyra dapat berapa jahitan? Bayinya sudah disusui?" tanya Mirna yang bertubi-tubi.
"Alhamdulillah, semuanya sehat, Bu. Bima belum tahu Lyora dapat berapa jahitan. Bayinya pintar, Bu. Tadi langsung dibantu perawat untuk IMD."
"Syukurlah, Bim. Nanti biar Ibu langsung pesan katering."
"Untuk apa?" tanya Bima tak mengerti maksud Ibunya.
"Kamu gak lupa kewajibanmu untuk memotong dua ekor kambing kan?"
Melihat Bima yang baru paham maksud pembicaraannya membuat Mirna kembali mengingatkannya, "lebih baik disegerakan, Bim."
"Bu, Bima boleh minta tolong ke Ibu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [ SELESAI ]
ChickLit"Aku dan kamu masih sibuk dengan pencapaian kita masing-masing, Bim. Kalau perasaan kita masih sama, kalau kita masih mau menunggu dan kalau kamu percaya jodoh tak akan kemana, lima atau sepuluh tahun kita bahas lagi perasaan ini." -Lyora Allona Wi...