"Thank you, Dit." Sapa Bima kepada Adit yang baru saja mengantar Lyora sampai di depan pintu rumahnya. Bima langsung merengkuh tubuh istrinya yang lunglai, dibawakannya juga tas Lyora yang sedikit berat karena berisi berkas-berkas kerjaannya.
"Santai aja, Bim."
"Ini istri gue udah makan belum sih?" Ledek Bima karena Lyora kelihatan sangat lesu dan tidak protes ketika ia merengkuhnya.
"Udah, Bim. Kantor gue gak pelit kali, ya walaupun cuma dapet nasi kotak doang sih. Lo kalo mau jadi donatur konsumsi boleh banget kok!"
"Hahaha bisa aja lo, Dit!"
"Gue langsung balik ya!" Pamit Adit karena waktu sudah hampir tengah malam, "takutnya portal depan keburu ditutup."
"Seriusan lo berani balik sendiri? Perlu dikawal sama sopir gue gak?" Bima menawarkan bantuannya karena bagaimanapun tetap saja ia khawatir akan perempuan yang pulang sendirian hampir tengah malam.
"Lebay lo!" Adit melirik ke arah Lyora yang masih bermanjaan dengan Bima, "Ra, kasih tau laki lo dong kalo gue juara satu lomba taekwondo sekecamatan," lanjutnya.
"Adit sayang, hati-hati ya!" Lyora yang masih tak lepas dari sisi Bima berpesan sebelum Adit pergi.
"Iya, sayangku!" Balas Adit sambil berlalu.
Sudah tiga hari belakangan ini Bima lebih awal tiba di rumah. Lyora telah berpesan bahwa dirinya akan lembur mengejar deadline karena ia akan mengajukan cuti untuk pernikahan adiknya. Adit yang baik hati berjanji akan memberi tumpangan dan mengantarnya dengan selamat sampai depan pintu rumahnya. Selagi hal sepele itu bisa membuat Lyora senang, Bima hanya bisa menuruti perintah istrinya dan duduk manis menunggu Lyora di rumah.
"Yang, kamu beneran udah makan? Mau ngemil atau Netflix dulu gak? Biar aku pesan makanan."
"Aku capek, Mas. Aku mau langsung tidur aja."
Lyora segera menuju kamarnya, sementara Bima mengunci pintu dan menutup gorden di lantai satu. Bekerja hingga lembur memang membuat suasana hati memburuk, hal itu pun berlaku bagi Bima. Maka dari itu Bima dapat memaklumi sikap Lyora yang seperti itu.
Sesampainya di kamar, Lyora benar-benar tidur. Ia bahkan tidak mengganti pakaiannya dan melewatkan serangkaian ritual perawatan diri seperti malam-malam biasanya. Melihat hal itu, Bima jadi mengurungkan niatnya untuk mengganti lampu utama kamarnya menjadi lampu tidur yang lebih redup.
"Yang, ganti baju dulu yuk! Ayo aku bantu..." Ucap Bima selirih mungkin, dirinya tak mau membuat Lyora merasa terganggu. Bima tahu tidur dalam keadaan tak nyaman tentu akan mempengaruhi kualitas tidurnya.
Lyora tak banyak membantah, ia pasrah menyerahkan dirinya kepada Bima. Keduanya sedang bertukar peran, giliran Bima yang mengurusi Lyora malam ini. Dengan hati-hati Bima melepas pakaian istrinya, telah ia siapkan daster yang kini menjadi pakaian favorit Lyora. Ketika Bima sudah sampai pada bagian melepas penyangga buah dada istrinya, Bima hanya bisa menelan salivanya. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk menerkam istrinya tiba-tiba.
Sudah nyaman dengan dasternya, Lyora segera kembali memasuki alam mimpinya dan memunggungi Bima ke sisi kanan ranjangnya. Bima yang tak terima dipunggungi pun memeluknya dari belakang, "Yang...."
"Mas, aku capek," Lyora menepis Bima dengan sisa tenaganya, "malam ini libur dulu ya..." lirihnya.
"Astaghfirullah, Yang..." gumam Bima lirih, "yang mau ngajak kamu main tuh siapa?" lanjut Bima dengan nada serendah mungkin.
Bima masih tidak mengerti mengapa Lyora selalu berburuk sangka kepadanya. Setiap kali Bima bergurau dan menyentuhnya di atas ranjang, pikiran Lyora selalu mengarah bahwa Bima meminta haknya dan mengajak Lyora untuk menuju surga dunia. Padahal masih banyak yang bisa mereka lakukan di atas ranjang selain itu, bermain kartu Uno misalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua [ SELESAI ]
ChickLit"Aku dan kamu masih sibuk dengan pencapaian kita masing-masing, Bim. Kalau perasaan kita masih sama, kalau kita masih mau menunggu dan kalau kamu percaya jodoh tak akan kemana, lima atau sepuluh tahun kita bahas lagi perasaan ini." -Lyora Allona Wi...