Gadis lugu yang tengah berlari dengan semangatnya di jalanan pagi hari ini. Ia sangat senang karena masuk sekolah yang diidolakan para siswa maupun siswi di Jakarta. Ada senyuman yang terukir manis menggambarkan bahwa dirinya tidak sia-sia belajar dengan tekun sampai pada saatnya hasil itu keluar dengan sempurna, membawa dirinya kezona aman.
Gadis lugu dengan kepang dua dan berkacamata itu bergumam. “Akhirnya bisa sekolah di sini ... Dinda harus buktiin sama Ayah kalau Dinda akan sukses lewat sekolah ini.” Gadis yang bernama lengkap Adinda Putri Aura atau biasa disebut Dinda, memasuki halaman sekolah.
Dinda yang baru kelas X berjalan bingung hingga akhirnya ia dihampiri seorang cowok. “Apa perlu gue bantu?” Dinda menoleh lalu menganggukan kepalanya. “Kelas sepuluh IPS dua, di mana?” tanya Dinda.
“Ikut gue.” Dengan santainya Dinda menuruti cowok itu hingga sampai kelasnya. “Makasih, kak,” ujar Dinda pada cowok yang ber-name tag Nathan Aksara Pradipta. Nathan hanya berdehem lalu pergi meninggalkan Dinda tanpa basa-basi.
Dinda melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelasnya. Semua orang memperhatikan dirinya. Kenapa? Apa ada yang salah dengan Dinda? Dinda menundukkan kepalanya dan duduk dibangku yang tersisa. “Hey ... gue heran sama kepala sekolah disini, kok bisa ya, mereka nerima siswi yang berpenampilan kuno kayak gini? Dia nggak ada modern-medernnya ... ya nggak, sih?”
Dinda terus saja menundukkan kepalanya karena ia takut. Dinda pikir semua anak yang sekolah di sini akan bisa berteman dengan Dinda, tapi nyatanya tidak. Mereka hanya mengucilkan, dan menjadikan Dinda sebagai bahan bully-an. Apa harus Dinda berpenampilan seperti anak-anak di sekolah ini?
“Dinda nggak mau berantem. Dinda mau sekolah, dan Dinda mau cari ilmu bukan mau show.” ucap Dinda pada gadis yang berada di hadapannya. Gadis yang bernama Clarita Audrey.
Clarita menggebrak meja hingga Dinda tersentak kaget. "Denger, ya! Gue ini anak donatur SMA Saturnus." tekan Clarita pada Dinda.
"Clarita oh Clarita, ya ampun ... pagi-pagi kayak gini lo udah buat ulah? Apa lo nggak inget kalau kita baru kelas sepuluh dan mentang-mentang Ayah lo donatur di sekolah ini, lo bisa bully temen gue!" Gadis yang bernama Nazwa Silvania berdiri di hadapan Clarita dan Dinda.
Clarita berkacak pinggang melihat Nazwa. "Naz, lo nggak pantes berteman sama Dia, lo itu pantesnya sama gue." ujar Clarita membuat Nazwa terkekeh.
"Siapa yang mau temenan sama orang sombong kayak lo? Nggak ada!" tukas Nazwa menarik tangan Dinda dan membawanya keluar kelas. Nazwa sangat mengakui kalau Dinda berpenampilan kuno, tapi Nazwa menganggapnya hal sepele. Karena apa? Karena Nazwa tau, kalau Dinda masuk sekolah hanya ingin sukses dan sukses. Tidak memikirkan hal lain selain jalan kesuksesannya.
Dinda melepaskan tangan Nazwa yang menariknya. "Nazwa? Dinda nggak mau Naz kenapa-kenapa, Naz orang baik, Naz pantes berteman sama orang-orang yang sama kayak, Naz. Dinda cuman anak nggak mampu, kalau Naz temenan sama Dinda, nanti Naz bisa bully, Dinda nggak mau kalau Dinda jadi penyebabnya."
Nazwa tersenyum ke arah Dinda. "Din, gue berteman sama lo nggak mandang harta atau jabatan yang lo punya, gue cuman mau lo, gue, sama Vera berteman. Itu aja, kok." ucap Nazwa pada Dinda yang masih terdiam.
"Gue bakal lindungin lo dari orang-orang jahat, gue juga tau kalau kita baru kenal ... tapi itu terserah lo juga, kalau lo mau berteman sama gue, gue bersyukur banget--"
"Dinda mau jadi temen Naz, tapi Naz harus janji kalau Naz nggak akan ngelibatin Dinda kalau Naz dibully." ucapan Dinda langsung diangguki oleh Nazwa.
"Gue janji."
***
Dinda, Nazwa, dan Vera berjalan beriringan di koridor kelas. Vera terus saja mengoceh tentang hubungannya dengan Bara Margarent--anak kelas XII MIPA 2.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIS TAKDIR (END)
Teen Fiction(10 Mei 2021) Selesai revisi 30 Desember 2022 Tau bagaimana jadinya ketika anak yang baru lulus SMP langsung menikah? Menikah karena cinta? Oh tentu saja tidak. Ia menikah karena hutang. Hutang? Katanya, walaupun tidak cinta suatu saat nanti juga ci...