51. DUKUNGAN

499 74 2
                                    

Pagi telah tiba, Dinda bangun dan bergegas membersihkan dirinya, lalu ia pergi berangkat ke sekolah dengan berlari tanpa sarapan. Nekat.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh, tapi Dinda masih di tengah antara rumahnya dengan sekolah. Dinda mengatur nafasnya dan berhenti sejenak.

Dinda melihat ke arah kanan, memicingkan matanya melihat Vera yang menaik motor dengan Bara.

"Mereka balikan? Kok bisa? Ah pasti bisa lah! Kak Bara kan setia!" ucap Dinda tertawa senang lalu memudar karena teringat Nathan.

"Miris ya Din ...." hatinya.

Dinda melanjutkan jalannya sampai sekolah. Yap! Sudah di duga Dinda terlambat, dirinya dihukum menghormati bendera merah putih.

Sudah dua kali kalau dipikir-pikir dirinya menghormati bendera, Ia terus melihat ke arah bendera diteriknya matahari.

Nafasnya memburu, perutnya sakit, pandangannya memudar, kepalanya sangat pusing. Dinda menundukkan kepalanya ke bawah dan mundur beberapa langkah.

Dinda menutup matanya perlahan dan tumbang. Di jam pelajaran sama sekali tidak ada orang yang lewat, apalagi liat ke arah lapangan.

"Sayang, malam ini kamu mau makan apa?" tanya Bu Rika menyandarkan kepalanya ke pak Ujang sembari berjalan.

"Aku mau makan kamu aja," ucap Pak Ujang sembari cengengesan. Kalau ada Bara udah dihujat :>

"Astagfirullah sayang! I-itu siapa? Kamu tolongin sana!" suruh Bu Rika.

Lalu, pak Ujang berlari ke lapangan dan melihat bahwa yang pingsan Dinda, pak Ujang langsung menggendong Dinda membawanya ke UKS.

Vera menarik tangan Nazwa saat melihat pak Ujang menggotong Dinda ke dalam UKS.

"Naz, Dinda pingsan! Kita lihat ayo!" ajak Vera.

Nazwa membuang mukanya tidak ingin menatap Vera. "Lo aja deh, gue mau langsung ke kelas aja,"

"Lo kok gitu, sih! Temen lo lagi sakit, ayo dong! Kak Nathan kan udah nggak di sini lagi," ucap Vera menarik tangan Nazwa dengan paksa.

Brak.

"Pak Ujang, kok Dinda bisa pingsan?" tanya Vera.

"Mana saya tau Vera, kamu ngapain di sini? Bolos? Sana kembali ke kelas!" ucap Pak Ujang.

"Nggak bisa pak, temen saya lagi sakit, masa saya harus tinggalin temen saya sih, mending bapak yang ke kelas," ujar Vera membuat pak Ujang naik darah.

"Kamu ya! Saya guru loh di sini! Nilai kamu bisa bapak turunkan!" tegas Pak Ujang.

"Saya juga murid di sini! Bapak nggak bisa turunin nilai saya karena bapak nggak ngajar saya lagi," ucap Vera membalas.

"Nazwa! Bawa Vera ke kelas! Saya pusing berurusan sama kamu Ver," ucap Pak Ujang.

"Iya deh pak iya, maafin saya." ucap Vera langsung ditarik oleh Nazwa.

Pak Ujang melihat ke Dinda yang mukanya memucat lalu menelpon Nathan, karena pak Ujang tau jika Dinda tinggal di keluarga Pradipta dan ayahnya sakit.

"Hallo pak? Ada apa pak? Kangen sama saya ya pak?"

"Nggak deh makasih, kamu cepet ke sini, Dinda ada di UKS."

"Kok bisa pak? Bapak apain Dinda?"

"Mana bapak tau! Dinda pingsan di lapangan, dia telat makannya dihukum!"

"Baik pak, saya akan segera ke sana, terimakasih."

"Sama--"

"Nih anak! Belum beres ngucapin udah di matiin!" ucap Pak Ujang.

GARIS TAKDIR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang