27. IKAN CUPANG

1.1K 120 7
                                    

Dinda memasang wajah dingin hari ini, ia sangat malas menanggapi Nathan yang berbeda drastis! Dia bilang dia tidak suka dengan Dinda yang sama sekali tidak good looking, tapi kenapa dia terus nempel-nempel?

"Dinda," sapa Nathan ceria pada Dinda yang fokus membaca buku sejarahnya.

"Kantin yuk, tadi pagi kan kita nggak makan apa-apa." ajaknya lagi.

Nathan mengambil buku paket Dinda membuat Dinda dengan malas menatap ke arah Nathan. "Apalagi kak?"

"Ayok ke kantin, lo nggak laper?"

"Males! Sana pergi sama Clarita!" suruh Dinda jutek.

Nathan meraih tangan Dinda dan mengajaknya ke kantin, sedangkan Dinda menutup mulutnya tak mau meladeni Nathan yang sedari tadi mengoceh sembari memanggil namanya 'sayang'.

"Sayang, kamu mau makan apa?" tanya Nathan pada Dinda.

"Tau ah! Mikir aja sendiri! Suh! Suh!" usir Dinda mendorong tubuh Nathan agar jauh darinya.

"Sayang! Kamu tega sama aku?" tanya Nathan dengan keras membuat Dinda dan Nathan menjadi sorotan.

"Aku tau kamu capek kejar-kejar aku terus, makannya sekarang aku yang kejar-kejar kamu, yang perhatian sama kamu, Din," ucap Nathan membuat Dinda muak. Argh! Sangat, sangat terlihat alay!

"Nggak jelas! Mendingan kak Nathan kejar-kejar kak Jessie sana! Suh! Suh!"

Nathan berdecak kesal lalu menarik tangan Dinda agar lebih dekat dengannya. Dinda menatap tajam ke arah Nathan yang juga menatapnya dengan tatapan jahil.

"Kak Nathan, kalau kak Nathan kayak gini, Dinda nggak mau tampil good looking dihadapan kakak!" tekan Dinda menajamkan tatapannya.

Nathan terkekeh pelan. "Bodoh amat, gue nggak peduli, yang penting aku sama kamu menjadi kita!"

Dinda menjauhkan dirinya dari Nathan. Ingin rasanya menangis mendengar penuturan dari Nathan, entah apa sebabnya Nathan berubah drastis dan terlihat alay baginya. Bukannya baper tapi Dinda malah geli mendengarnya.

"Sayang--"

"ADINDA! AKHIRNYA GUE DAPET NILAI SERATUS!" Dinda menginjak kaki Nathan lalu berlari ke arah Nazwa yang berdiri di ambang pintu dengan selembaran kertas.

Jessie tersenyum miring dan menghampiri Nathan sang mantan. "Ada gue di sini, lo nggak usah harepin Dinda, Nat,"

"Terus gue harus harepin lo? Mantan gue? Buat apa gue harepin lo, dapet nggak sakit hati iya!" balas Nathan langsung meninggalkan Jessie.

"Nathan, Nathan ... liat aja, gue bakal buat lo terpesona sama gue."

"YES! YES! kalau kayak gini gue bisa jadi pacar kak Angkasa! Soalnya gue dapet nilai seratus!" seru Nazwa dibalas Dinda dengan senyum tipisnya.

Ck! Pikiran Dinda sangat-sangat tidak konsisten, disisi lain ia bahagia dengan Nazwa yang mendapat nilai seratus, tapi disisi lainnya entah kenapa Dinda sangat gelisah saat Nazwa akan dimiliki Angkasa.

Suka? Tentu saja tidak. Dinda sangat yakin bahwa dirinya suka sama Nathan saja, dan perkara Angkasa mungkin saja hanya ikatan persahabatan. Walaupun Dinda suka sama Angkasa, tapi belum tentu Angkasa suka padanya. Pikirnya seperti itu.

"Oh iya, Din, gue berterimakasih banyak karena lo udah ajarin gue dan sekarang gue dapet nilai seratus ulangan harian gue. Ya nggak masalah juga, sih, kalau kak Angkasa belum bisa buka hati buat gue," ujar Nazwa.

"Jangan terlalu berharap ya, Naz. Dinda nggak mau kalau Nazwa bakal sakit hati kalau kak Angkasa dimilikin sama orang lain, siapa sih yang nggak suka sama kak Angkasa? Banyak kan?" ujar Dinda.

GARIS TAKDIR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang