52. BOHONG

568 85 10
                                    

Setelah pulang sekolah Dinda dan Kalvino pergi ke rumah sakit untuk menjenguk sang Ayah. Matanya mengarah Kalvino yang sangat memaksa ingin ikut dengan dirinya.

"Sejak kapan kamu jadi pemaksa Kal? Biasanya pulang duluan nggak mau ikut Dinda sana sini," ujar Dinda membuka pembicaraan.

"Gue kan jagain calon istri," jawabnya.

"Nggak deh, Dinda nggak mau nikah sama Kal, mungkin sekarang Kal ada sama Dinda, siapa tau kalau kita kelas 12 Kal punya yang lain," ucapnya.

"Gue kan lagi berusaha, ngomong-ngomong Nathan itu siapa, Din?" tanya Kal dengan tiba-tiba.

"Emm, temen doang sih, sebelum lulus kita selalu bareng-bareng sama temennya juga, kak Nathan tuh orangnya baik banget, dia juga perhatian, suka ngelawak juga, mungkin sekarang dia kesepian karena temen yang satunya nggak ada di sini," ucap Dinda langsung mengingat Angkasa.

Pikirannya terus menerus mengingat Angkasa kali ini, apa Angkasa benar-benar ingin melupakannya sampai sejauh ini. Beberapa hari ini Dinda belum mendapat kabar dari Angkasa, chat-pun tidak di balas sama sekali oleh Angkasa.

"Din? Lo baik-baik aja kan?" tanya Kalvino menyadarkan Dinda.

"Hm."

"Nona Adinda? Kebetulan sekali, bapak Agustiar ingin bertemu, mari saya antar," ucap Suster menggiring Dinda dan Kalvino.

"Maaf untuk kakaknya bisa tunggu diluar." Kalvino mengangguk dan menunggu di luar ruangan sembari duduk.

Dinda masuk ke ruangan nuasa putih dan berbau obat-obatan, ia menatap nanar sang Ayah yang masih berbaring. Dinda cukup merasa sedih dengan kondisi sang Ayah yang hanya berbaring di atas kasur selama ini.

Sudah kelas 11 tetap saja tidak ada kabar baik yang Dinda terima, Dinda tersenyum dan duduk di samping Ayah.

"Din, gimana kabar kamu? Gimana rumah tangga kamu dengan Nathan?" tanya Agustiar.

"Aku baik-baik aja Yah. Dinda ... Dinda minta maaf karena Dinda belum bisa jaga kak Nathan, Dinda sama kak Nathan udahan Yah, kak Nathan nggak salah kok, Ayah jangan marah-marah sama kak Nathan," ujar Dinda.

"Kamu nggak bohongin Ayah, kan? Nggak ada seorang Ayah yang terima anaknya disakitin oleh suaminya, Ayah nggak terima kalau Nathan buat kamu nangis," ujar Agustiar.

"Nggak, Ayah nggak usah khawatir, kita pisah dengan baik-baik kok," ucap Dinda memegang erat tangan ayahnya.

Tak lama berbincang, Dinda di suruh keluar untuk pemeriksaan lebih lanjut dan ia disuruh ke apotek terdekat karena resepsionis disini sedang penuh.

Daripada ia harus mengantri untuk mendapatkan obat, Dinda meminta antar Kal untuk ke apotek.

"Mau ikut masuk ga?"

"Nggak deh, takut ketemu anak sekolahan nanti dikira bukan anak culun lagi," ujar Kalvino.

Dinda mengangguk lalu masuk ke dalam apotek, dan langsung memesan obat yang disuruh oleh dokter sarankan.

"Saya pesan test pack dua," ucap seseorang yang membuat perhatian Dinda.

Dinda menatap wajah perempuan itu dengan terkejut. "Kak Jessie?"

Si empu yang merasa di panggil menengok dengan wajah terkejut. "Dinda? Lo?"

"Kak Jessie? Kak Jessie ngapain? Siapa yang udah hamilin kak Jessie? Nggak-nggak, maksudnya test pack itu buat siapa?" tanya Dinda pada Jessie.

"Ini mbak." Jessie mengambil test pack itu dan memberikan uangnya dengan gemetaran lalu berlari ke luar.

Dinda berdecak dan mengejarnya, ia menarik lengan Jessie agar berbicara dengannya. Kalvino yang berada di sana ikut terkejut dengan tingkah Dinda.

GARIS TAKDIR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang