🔪TWO.

299 85 134
                                    

"Bangun, Pemalas!"

Dugh!

Dugh!

El tidak bergerak sama sekali, meski Arcy sudah memukul tubuhnya menggunakan bantal.

"Elvarette Jaqueline Racarto! Adikku yang jelek, kalau tidur ileran, kurus kering kayak tengkorak hidup. Bangun!"

Arcy mengembuskan napasnya kesal. Sudah cukup, sudah cukup El mempermainkannya. Sekarang, waktunya Arcy memberi gadis itu pelajaran.

Sur!

Dengan spontan El langsung berdiri, padahal tadi posisinya dia sedang menghadap tembok, tetapi efek air es langsung membuat tubuhnya berdiri tegap.

"A-arcy, kau kejam!" desis El sambil mengusap tubuhnya yang mengigil.

"Aku sudah menggunakan cara baik-baik tadi," sahut Arcy.

El mengerutkan keningnya, kapan Arcy menggunakan cara baik-baik? Mimpi saja. "Dengan cara memukulku menggunakan bantal? Kau tahu, Arcy! Itu sakit, sampai ke tulang!"

"Ck! Itu karena kau kurus! Makanya gemuk, biar berisi. El, aku saja tidak bergairah melihat tubuhmu, apalagi pria lain." Arcy tersenyum miring.

"Memangnya kau bisa bergairah? Aku pikir selama ini kau tidak normal, Arcy. Mengingat, kau tidak pernah dekat dengan gadis mana pun. Bahkan, kau tidak menyukai seluruh gadis di sekolah."

Dugh!

Arcy melempar bantal pada El, membuat gadis itu tidak sempat menyesuaikan keseimbangannya kemudian kembali jatuh ke atas ranjang.

"Cepat siap-siap, kita ke sekolah!" Arcy menatap tajam El.

Senyuman jahil El terbit, dia harus membuat Arcy kesal di pagi hari. "Arcy, aku curiga kau seorang... gay."

Mata Arcy membulat mendengar itu, El mengira dia gay? Yang benar saja.

Arcy normal. Hanya saja, dia tidak terlalu mementingkan yang namanya percintaan, selain itu juga belum ada gadis yang bisa membuatnya jatuh cinta.

Arcy keluar dengan perasaan kesal. Melihat itu, tentu sebuah kemenangan untuk El di pagi ini.





"Arcy! Aku tidak ingin ke sekolah, aku takut!" rengeknya pada Arcy.

"Arcy, di kertas yang semalam tertulis, kalau hari ini akan jauh lebih buruk."

Arcy memberhentikan langkahnya, membuat El yang berada di belakangnya ikut berhenti meski harus menabrak punggung Arcy.

Arcy berbalik, kemudian melipat tangannya di dada. "Memangnya harimu pernah baik?"

"Tidak juga, sih. Selalu buruk, setiap hari."

Arcy merangkul El, kemudian mereka berjalan bersama. "Kalau begitu, tidak ada bedanya dengan hari ini. Apa yang kau takutkan?"

"Tidak tahu, aku hanya merasakan hal yang lebih saja."

Arcy mengerutkan keningnya. "Maksudmu?"

El mengembuskan napasnya kasar. "Aku merasa sepertinya perbuatan mereka kali ini, akan berpengaruh untuk kita, Arcy.

"Kita buktikan saja, El."





Sur!

Wajah dan bagian depan seragam El basah, terkena siraman air yang entah air apa itu.

Semua menertawakan gadis itu, menghinanya, bahkan ada yang melemparinya dengan berbagai sampah.

Hazardous [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang