🔪NINE.

177 58 98
                                    

"New York sekarang benar-benar sedang menakutkan sekali."

"Iya benar, mom jadi melarangku pergi malam-malam karena kasus pembunuhan itu."

"Aku benci si pembunuh, karena dia aku tidak bisa bebas bermain."

Arcy dan El mendengar percakapan anak sekolah lain itu. Mata El seketika merasa perih, sedangkan Arcy menutupi kesalnya dengan senyuman.

Mereka ingin bebas, tetapi mereka tidak tahu apa penyebab pembunuh itu membunuh.

"Mereka egois, Arcy," lirih El, sambil menghapus air matanya yang sempat jatuh.

"Biarkan, mereka tidak tahu apa yang sudah kita alami sehingga kita jadi seperti ini." Arcy menarik El untuk masuk ke dalam rumah.

Melihat anak-anak lain berangkat sekolah, ada yang berangkat diantar orang tuanya, atau berjalan bersama teman. Semua sangat menyakitkan bagi Arcy dan juga El.

Mereka tidak pernah merasakan hal itu, orang tua Arcy dan El meninggal saat mereka belum sekolah, berangkat bersama teman? Tidak pernah juga, mereka selalu terasingkan, tidak dianggap, mereka tidak pernah merasakan hal-hal indah itu.

Keluarga, teman. Dua remaja kakak adik itu tidak pernah merasakan apa itu arti keluarga dan teman.

Telah ditemukan lagi dua korban pembunuhan, kali ini pembunuhannya meninggalkan jejak yang sama. Mengukir sebuah huruf berinisial A.V, pihak polisi sedang menyelidiki apakah pembunuh berinisial A.V adalah orang yang sama dengan pembunuh yang meninggalkan jejak Hazardous. Dalam waktu seminggu ini sudah ada tujuh korban, pihak polisi masih terus menyelidiki kasus pembunuhan tersebut.

"Wah, sepertinya mayat Edmen dan Laura sudah mereka temukan. Baiklah, kali ini mereka cukup cepat juga," papar Arcy, kemudian mematikan TV.

"Laura?" celetuk El datang sambil membawa dua gelas es jeruk.

"Yah, musuhmu itu sudah pergi untuk selamanya. Semalam aku bertemu dengannya sekalian saja aku bunuh." Arcy mengambil es jeruk itu dar  El dan menyeruputnya.

"Kenapa kau membunuhnya?" tanya El.

"Aku benci siapa pun yang sudah menganggumu, El," desis Arcy, tangannya mengepal mengingat siapa saja yang sudah menyakiti adiknya itu.

El menaikan satu alisnya. "Kalau begitu kau juga benci dirimu sendiri. Kau juga sering mengangguku."

Arcy menaruh es jeruknya di atas nakas, kemudian dia memposisikan dirinya tidur di sofa dengan paha El sebagai bantalannya. "Hanya aku saja yang boleh menganggumu, aku ini kakakmu jadi sah-sah saja."

"Aku terkadang bingung dengamu Arcy, kau ini sayang padaku atau tidak." El menyisir rambut kakanya menggunakan jari-jarinya.

Arcy tidak menjawab, dia langsung memejamkan matanya.

"Oke, diam artinya kau tidak menyayangiku. Dasar kakak tidak punya hati!" desis El.

Aku menyayangimu, El. Lebih dari yang kau tahu, kau adikku, satu-satunya keluarga yang aku miliki sekarang. Aku sudah berjanji pada mom untuk selalu menjaga dan melindungimu, batin Arcy.

Tok! Tok!

Ketukan pintu terdengar, Arcy langsung bangun dari sofa dan membuka pintu. Ternyata ada dua polisi.

"Selamat siang, maaf menganggu waktunya sebentar. Boleh kami masuk dan bertanya sedikit?" tanya salah satu polisi yang sudah berkumis putih, sedangkan yang satunya terlihat masih sangat muda.

Dengan senyuman Arcy menjawab. "Selamat siang juga, Pak. Baik, silakan masuk."

Mereka berempat. El, Arcy, dan dua polisi itu sedang duduk berhadapan di ruang tamu.

Hazardous [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang