🔪THIRTY EIGHT.

108 47 124
                                    

Pagi yang indah, matanya terbuka dan berusaha untuk menyesuaikan cahaya yang masuk.

Arcy membuka matanya dan melihat seseorang sedang berjalan menghampiri degan senyuman.

"Mom?" gumamnya, mengerjapkan mata beberapa kali untuk membuktikan bahwa apa yang dilihatnya adalah nyata.

Namun semua terasa... nyata

Resse duduk di ranjang Arcy dan menatap putranya itu dengan senyum cantik. "Kau tidak perlu merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi, Arcy."

Mendengar itu, Arcy langsung tertuju pada satu peristiwa. Kepergian adiknya. "Itu salahku, mom. Aku gagal menjaganya."

Resse menggeleng pelan dan mengelus lembut pipi Arcy. "Yang terjadi pada El bukan salahmu, Arcy. Kau sudah menjaganya dengan baik."

Arcy menatap Resse dengan mata berkaca-kaca. "Mom dan dad pasti kecewa padaku, kan? Kalian marah, mom tidak perlu menutupinya. Aku akan terima jika kalian kecewa dan marah terhadapku."

Resse mencubit pelan pipi Arcy. "Tidak, Sayang. Mom tidak kecewa denganmu apalagi marah, begitu juga dengan dad. Justru dad bangga padamu, Arcy. Tapi mom kecewa melihatmu selalu menyalah diri sendiri."

"El pergi, itu karena aku ti–" Ucapan Arcy terpotong, karena Resse menaruh jari telunjuknya di bibir Arcy.

"Bukan salahmu, Sayang." Resee berdiri dan menjauhkan diri dari Arcy, dia tersenyum manis pada putra itu. "Dan adikmu tidak pergi."

Arcy mengerutkan kening, namun belum sempat dia bertanya Resse sudah menghilang bersamaan dengan cahaya yang menerobos masuk ke penglihatannya.

Arcy membuka mata dengan tenang, seolah dia tidak merasa tadi adalah sebuah mimpi. Beberapa detik kemudian dia langsung bangun dan mengusap wajahnya kasar.

Namun, semua yang dia mimpikan tadi tidak terlalu bisa dia ingat dengan jelas, terasa samar sesaat, hanya ada satu kalimat yang teringat jelas.

'Adikmu tidak pergi'

Arcy berpikir sejenak, dia tertawa miris. "Mimpi yang memberiku sepercik harapan, El tidak pergi? Seperti mimpi... itu memang hanya mimpi, bukan kenyataan."

Tidak ingin berpikir terlalu lama, Arcy memilih untuk langsung segera bersiap saja, hari ini restaurant sedang mengadakan cuti. Pemilik restaurant tempat Arcu bekerja sangat baik, dia memberi cuti para pekerja sebulan dua kali, baik yang masih baru atau yang sudah lama.

Hari libur, kebanyakan dari mereka akan bersantai menikmati waktu berharga itu, berbeda dengan Arcy. Dian harus memulai pembalasannya pada Edward.

Arcy akan membunuh jiwa Edward terlebih dahulu, setelah itu baru raganya.

Dengan semua uang yang dia sisipkan dan persiapkan untuk rencana ini, Arcy mobil bekas dibantu dengan dia kasbon pada bos di tempat kerjanya. Tidak peduli meski belum mempunyai SIM.

Dia bahkan harus menghemat sampai dia mendapat gaji bulan berikutnya. Tidak apa, demi rencana balas dendam yang rapih dia rela menghemat.





Jarum suntik yang menusuk masuk di tangannya, ekspresi wajah tidak menunjukan apa pun.

Suster itu tersenyum setelah selesai mengambil darah seseorang tersebut.

"Keadaanmu cepat membaik, kau bersemangat sekali untuk sehat, ya?" tanya suster.

Dia hanya mengangguk. "Demi kakakku."

"Apa kau sangat menyayangi kakakmu itu?"

Dia menatap suster sambil tersenyum tipis. "Aku sangat menyayanginya, dia kakak terbaikku. Aku tahu dia seperti apa sekarang di luar sana."

"Kau harus segera sehat, supaya bisa bertemu dengan kakakmu," ujar suster.

Mengangguk paham. "Kapan aku bisa pergi dari sini?"

"Fokus pada kesehatanmu, setelah itu kau akan pergi." Setelah mengatakan itu, suster tersebut keluar.

Dia menyalakan TV karena merasa bosan, berita menyorot pertama, melihat isi berita sebanyak apa korban yang berjatuhan.

Dia hanya takut, dia takut kakaknya itu justru menjadi di luar kendali. "Kakak...." lirihnya.





Sudah satu jam Arcy menunggu di dalam mobil, saat ini dia menepikan mobilnya tidak jauh dari kantor polisi, posisi yang tidak akan membuat satu orang pun curiga.

Arcy sudah mulai merasa bosan, akhirnya dia memilih untuk memakan cemilan saja terlebih dahulu, sambil menunggu Edward keluar.

Bagaimana Arcy bisa menyetir mobil, tentunya dia berusaha dan belajar dengan sendiri, tekadnya menentukan kalau dia cukup cepat dalam belajar menyetir.

Arcy melihat ada yang ke luar dari kantor polisi, senyuman smirk tercetak jelas. Edward memasuki mobilnya dan tidak lama mobil itu melaju dengan kecepatan sedang.

Terus mengikuti, Arcy sedikit tidak paham saat mobil itu memasuki rumah sakit.

Kenapa Edward ke rumah sakit? Ada apa?

Arcy menyimpulkan mungkin saja ada kelurarga atau teman Edward yang sedang dirawat di rumah sakit tersebut.





Edward memasuki ruangan yang serba putih, menghampiri seseorang yang menatapnya dengan tatapan penuh arti, namun Edward tidak mengerti artinya.

Meski ditatap seperti itu, Edward masih bisa berusaha tenang, tatapannya memang menyalurkan aura dingin namun tidak sedingin dan setajam kakaknya.

"Bagaimana keadaanmu sekarang, Jaqueline?" tanya Edward.





Hazardous [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang