🔪FOURTY.

120 43 179
                                    

Arcy sudah membulatkan keputusannya untuk segera membunuh jiwa Edward, dia tidak segan-segan melakukannya karena jiwa Edward adalah orang yang tepat untuk dia habisi.

Lesley. Akan menjadi awal kehancuran Edward.

Arcy sudah menyiapkan semuanya dalam waktu empat hari untuk menghadapi gadis yang pernah mem-bully adiknya.

Sekarang waktunya tiba, Arcy akan memulai.

Dengan menggunakan mobil Arcy pergi ke rumah Edward, menunggu Lesley keluar dari rumahnya.

Setelah empat hari mengikuti gadis itu, Arcy jadi tahu kalau Lesley berangkat sekolah hanya seorang diri tanpa diantar siapa pun, begitu juga saat pulang sekolah.

Arcy mengikutinya dari belakang dan mempercepat mobilnya saat Lesley sudah berjalan cukup jauh dari rumahnya.

Perumahan tempat Lesley tinggal begitu sepi, hanya ada satu atau dua kendaraan yang lewat, Arcy pergunakan itu sebaik mungkin.

Brak!

Menabrak dengan sengaja tubuh Lesley, tetapi Arcy tidak membuatnya pergi dengan secepat itu, Arcy hanya membuatnya tidak sadarkan diri untuk beberapa waktu.

Setelah memastikan aman, Arcy membawa Lesley masuk ke dalam mobil, tidak lupa dia menutup sebagian wajahnya dan menggunakan penutup kepala supaya jika ada orang yang melihat tidak ada yang tahu kalau itu Arcy.

Masalah mobil? Arcy tidak terlalu khawatir, plat mobil tidak semudah itu orang bisa menghafal, jika pun ada pasti karena difoto, dan kemungkinan kecil ada yang memfoto karena Arcy sudah menutupi plat mobilnya dengan kain.

Setelah melajukan mobilnya dan merasa sudah cukup aman, Arcy baru melepaskan kain dari plat mobil.

Cerdas, bukan?

Jiwa yang dihancurkan, Arcy tidak akan menghancurkannya dengan cepat. Edward harus merasakan lebih dari apa yang remaja tujuh belas tahun itu rasakan.

Sebagian jiwa Arcy pergi setelah mengetahui adiknya meninggalkan dia untuk selamanya. Maka Arcy akan membuat Edward kehilangan seluruh jiwanya.

Syur!

Lesley mengerjapkan mata beberapa kali, kemudian menatap sekeliling dan terkejut saat merasakan sakit pada bagian kaki.

Pantas saja sakit, Arcy sudah mempaku kaki gadis itu menyatu dengan kayu. Darah mengalir bebas dari kaki Lesley.

"Argh! Sialan, siapa yang melakukan ini padaku?!" teriaknya berusaha memberontak, namun pemberontakan justru membuat dirinya semakin terluka.

Ternyata Arcy juga mempaku ke dua tangan Lesley pada kursi kayu yang ada di rumah tersebut.

Tidak sia-sia tiga malam Arcy mencari sebuah tempat yang tepat untuk menjalankan rencanya, jauh dari perumahan Edward dia menemukan sebuah rumah di tengah-tengah tanah kosong tidak berpenghuni dan sudah ditumbuhi rumput panjang di sekitarnya.

Sudah dipastikan tidak ada orang yang melewati rumah tersebut karena memang benar-benar sepi seperti rumah dan tanah mati.

Lesley terlalu menjaga harga dirinya jika menangis karena kaki dan tangannya terpaku menyatu dengan kayu, harus dia akui bahwa dia sudah merasa pening karena melihat darahnya sendiri keluar dengan bebas mengalir.

"Kau siapa, heh!" teriaknya lagi, tetapi kali ini dia tidak memberontak.

Arcy tersenyum smirk di balik masker hitam yang dia gunakan sekarang, ada rasa bahagia melihat gadis yang dulunya tertawa di atas penderitaannya dan El, kini harus berusaha menahan tangis. "Kau tidak mengenaliku?"

Lesley terasa familiar mendengar suaranya, namun dia tidak tahu siapa pemilik suara tersebut. "Berhenti bermain tebak-tebakan, cepat tunjukan saja dirimu!"

"No problem. Sesuai keinginanmu." Arcy mendekati Lesley, dia mengambil pisau berukuran kecil, tetapi tentu sangat tajam, bahkan pisau itu terlihat sangat mengkilat.

Oh, ya. Arcy baru membelinya kemarin di supermarket.

Srek!

Srek!

Setelah melakukan dua tebasan pada bibir Lesley, Arcy tidak memberinya cela untuk gadis itu menjerit.

Dia menyayat bibir Lesley dan mencongkel daging pada bibir tersebut, darah mengalir deras Arcy semakin menjadi.

Tidak tahan, Lesley menangis dalam jeritan, air mata lolos dengan cepat. Dia ingin pulang!

Setelah selesai bermain dengan bibir Lesley, Arcy melihat bibir itu sudah tidak berbentuk sama sekali. "Dulu kau gunakan bibirmu itu, untuk merendahkan orang lain yang kau anggap lemah."

Bugh!

Bugh!

Dua pukulan pada wajah Lesley, membuat gadis itu tidak sadarkan diri, namun nadi masih berdenyut, dan napas masih berhembus.

Arcy menutup bibir Lesley dengan kain yang sangat tebal dan mengikatnya kuat-kuat, siapa tahu gadis itu akan berteriak.

"Ini baru awal, Lesley. Besok kau akan merasakan yang lebih lagi," ucap Arcy. Setelahnya dia keluar dan tidak lupa mengunci serta merantai pintu rumah tersebut, dan menaruh beberapa kayu di depannya serta menutup semua cela supaya tidak ada cahaya yang masuk.

Dengan begitu, Arcy hanya berjaga-jaga jika saja ada orang yang lewat, maka mengira rumah itu benar-benar kosong.





Jack, memasuki ruangan yang serba putih itu. Dia melihat El yang sedang termenung menatap ke luar jendela.

"Hallo, Jaqueline," sapa Jack.

Para suster, dokter, polisi, dan Jack sekalipun hanya tahu nama El adalah 'Jaqueline'. Yah, tidak salah juga, karena 'Jaqueline' adalah nama tengah gadis itu.

El hanya menatap datar Jack, memberi kesan dingin lewat tatapannya itu. Jack sudah mengetahui semuanya, dia dimintai Petter untuk menangani El.

Meski tidak setajam Arcy, Jack mengakui tatapan El cukup mengintimidasi dan memberi kegugupan. Untung saja Jack sudah terbiasa akan hal tersebut, jadi dia bisa menyesuaikannya. "Masih ingat padaku? Jack, psikolog yang pernah bertemu denganmu dan kakakmu beberapa waktu lalu."

"Hem," jawab El seadanya. Tentu dia ingat, Jack adalah psikolog yang sempat dia temui saat ditahan dengan Arcy di penjara beberapa waktu lalu.

Jack mendekati El, semakin Jack melangkah maju, semakin besar pula tatapan membunuh El. "Aku hanya ingin melihat kondisimu saja, jangan anggap aku musuh. Karena aku hanya menjalankan tugas mengontrol kesehatan mentalmu, bukan untuk menyiksa apalagi membunuhmu."

Tidak ada tanggapan apa pun, El tidak bisa mempercayai Jack begitu saja. Selama ini orang yang benar-benar dia percaya hanyalah Arcy setelah Azer dan Resse.

"Aku ingin sendiri, bisa kau tinggalkan aku?" Pertanyaan itu sebenarnya terdengar seperti perintah, lewat tatapan yang El berikan pada Jack.

Jack mengangguk paham. "Baiklah, kukira kau ingin tahu kabar kakakmu."

Perkataan Jack membuat El menjadi terdiam sesaat dan jantungnya berdetak kencang.

"Aku akan memberitahu tanpa kau bertanya lebih dulu. Kakakmu sepertinya baik di luar sana, hanya saja dia menjadi sangat agresif karena pembunuhan yang dia lakukan semakin meningkat pesat."

El membuang wajahnya ke arah lain, dia tidak ingin menunjukkan kelemahannya mendengar tentang Arcy di depan Jack.

Tekad gadis itu semakin kuat dan bulat.

DIA HARUS PERGI, bagaimanapun caranya. Meski harus... membunuh seluruh penghuni di rumah sakit.





Hazardous [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang