🔪THIRTY SEVEN.

95 45 103
                                    

Tiga bulan berlalu, kehidupan Arcy berpola dengan sama. Makan, tidur, bekerja, mencari info di mana makam El, dan membunuh.

Tiga bulan tentu saja korban semakin mempesat dratis. Pihak polisi semakin dibuat pusing karena setiap bulannya memakan tiga puluh sampai tiga puluh delapan korban.

Frustasi Arcy semakin memuncak karena tidak kunjung mendapat info apa pun tentang makam El, walau hanya sedikit saja.

Arcy tidak mengerti, mengapa pihak polisi seakan menutupi kematian adiknya itu.

Srek!

Srek!

Jleb!

Jleb!

Jleb!

Jleb!

Ini adalah korban ke delapan untuk waktu malam hari. Keberuntungan sebenarnya, karena Arcy menemukan segerombolan remaja liar yang berjalan melewati sebuah gang sambil melakukan adegan mesum di sana.

Delapan lawan satu, dan semua tewas di tangan Arcy. Cara membunuh pria remaja tujuh belas tahun itu juga semakin sadis dan sangat brutal. Sehingga delapan remaja liar tersebut mudah untuk Arcy atasi.

Jeritan, darah, pisau yang mengikis tulang, menyayat daging serta kulit. Semua semakin membuat Arcy menggila disertai bayang-bayang wajah adiknya.

Srek!

Jleb!

Korban terakhir dari delapan orang, Arcy dengan santai memainkan oragan tubuhnya. Dari organ dalam sampai organ luar seperti tangan, kaki, bahkan kepala sekalipun.

Membedah semua organ dalam dan membuangnya sembarang, selepas itu dia memotong organ luar, kaki yang dia potong kemudian dia cincang layaknya daging sapi, tulang-tulang dia patahkan seolah itu hanya tulang ayam, belum lagi bagian kepala yang dia belah.

Arcy tersenyum senang, melihat gang dipenuhi mayat-mayat hasil perbuatannya.

Enjoy your work, Edward. (Nikmati pekerjaanmu, Edward.)
A.V

Dia yakin sekali, hasil dari frustasinya yang menjatuhkan korban semakin banyak, itu akan membuat Edward merutuki pekerjaannya sendiri.

Oleh sebab itu, Arcy memberi kalimat penyemangat berdasarkan ejekan. 'Enjoy your work, Edward.'

Senyuman smirk Arcy di balik maskernya sambil dia mengenggam kuat-kuat pisau dapur tersebut. "Untuk saat ini, aku akan membunuh mentalmu dulu, Edward. Saat di waktu yang tepat, aku akan membunuh jiwa dan ragamu."

"Andai saja kau tidak melepaskan tembakan itu, andai kau tidak membunuh adikku, semua ini tidak akan membuatmu merasa kesal atas dendamku."

Arcy meninggalkan gang yang sudah diisi oleh delapan mayat mati dengan sangat mengenaskan.





Menikmati teh hangat di pagi hari, Edward merasa sedikit tenang karena hari ini dia bisa bersantai di rumah.

Setidaknya untuk beberapa waktu sebelum Petter atau rekan kerja lainnya menghubungi dan memberi informasi tentang jatuhnya korban lagi.

Meski berniat untuk santai, tetapi sepertinya Arcy sudah memenuhi permanen isi otak Edwarad selama tiga bulan ini.

Edward sampai melamun memikirkan pembunuh itu sambil meminum teh hangatnya.

"Ada yang menganggumu pikiranmu, Dad?" tanya Lesley–putri Edward.

Edward sempat terkejut, namun dia menutupinnya dengan senyuman, dan mengambil sandwich yang Lesley bawakan untuknya. "Nothing, Honey. Dad hanya menikmati pagi ini."

Mengangguk mengerti, Lesley segera duduk berhadapan dengan Edward. "Yah, nikmati waktu bersantaimu, Dad. Beberapa bulan ini, Daddy sangat sibuk hingga jarang sekali ada di rumah. Bahkan, aku sempat berpikir, Daddy sudah tidak betah di rumah dan bosan padaku juga mommy."

Edward mengerutkan keningnya dan merasa ada nada kesal terselip di perkataan Lesley. "Kau ini berpikir apa? Mana mungkin daddy tidak betah di rumah dan apa katamu? Bosan denganmu juga mommy? Tidak seperti itu, Sayang. Daddy justru sangat ingin di rumah bersamamu dan juga mommy, kalian orang yang sangat daddy sayangi di dunia ini. Tapi kau tahu betul, Lesley. Pekerjaan daddy yang membuat daddy tidak bisa always at home."

Lesley mengangguk paham. Dia mengerti, kalau Edward bukan sengaja jarang di rumah, itu karena tuntutan kerja, ingin tidak ingin dia harus melaksanakannya. Terlebih, Edward bekerja keras demi istri dan anaknya. Lesley dan Helen yang menikmtinya. Helen adalah istri Edward.

Sesaat Edward teringat sesuatu. "Lesleyy, kau masih jadi pem-bully?"

Lesley menggeleng. "Sudah tidak, karena korban bully-ku sudah tidak bersekolah lagi."

"Maksudmu... dia berhenti?" tanya Edward.

"Iya, menurut berita yang tersebar di sekolah sepertinya dia tidak kuat di-bully jadi dia memutuskan untuk tidak sekolah saja," jawab Lesley.

Edward mengangguk paham, dia tidak sadar kalau korban bully yang dimaksud putrinya adalah... Arcy dan El.

Drt!

Edward mengangkat panggilan dari Petter dan langsung bergegas pergi karena menerima informasi ada korban lagi.

Delapan remaja, mati mengenaskan di sebuah gang.





Tiga bulan bukan waktu yang singkat. Seseorang bertahan pada ambang hidup atau mati, nyawanya bergantung pada alat medis.

Namun, apa yang terjadi sekarang? Jari-jarinya perlahan mulai bergerak, dengan lambat mata itu terbuka, dan dia menyebutkan satu nama saja.

Suster yang meliat dan mendengar itu langsung segera keluar untuk memberitahu dokter, bahwa pasien telah bangun dari koma.

"Dokter! Pasien sadar." Satu kalimat yang membuat sang dokter terasa seperti mimpi.

Tiga bulan memang bukan waktu yang cepat, namun cukup cepat untuk pasien yang diprediksi akan mengalami koma dengan jangka waktu panjang, bahkan ada kemungkinan tidak bisa selamat dari maut pada saat itu.

Dokter memeriksanya, bibir pucat itu menyebutkan satu nama.

"Kakak...."





Hazardous [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang