🔪THIRTY THREE.

112 43 141
                                    

Nampaknya pihak kepolisian mulai merasa sudah hilang zona merah di Kota New York.

Seminggu lebih dua hari ini. Tidak ada korban yang berdasarkan atas perbuatan A.V yang sebenarnya adalah Arcy.

"One, two, three, four, five, six, seven, eight." Seorang pria sedang melakukan push-up di tengah-tengah hangatnya matahari pagi.

Keringat membasahi bagian tubuh dan wajahnya, tatapa tajam itu menatap lurus ke depan.

Setelah melakukannya beberapa kali, dia menyudahi kegiatan push-up nya itu.

Mengambil susu putih dan meminumnya dengan sekali tegukan saja sampai habis, tidak tersisah.

Arcy Verden Racarto. Tersenyum smirk, saat ada seekor ular sedang lewat di depannya.

Clup!

Pisau yang dilemparkan remaja tujuh belas tahun itu menancap tepat sasaran pada kepala ular tersebut.

Arcy menghampiri ular yang sudah mengeluarkan darah, mencabut pisaunya, dan menusuknya berkali-kali sampai ular itu tewas seketika.

"Sekarang ular, next time kau yang sudah membunuh El akan kubuat lebih dari ini," ucapnya penuh tekad.

Memasuki rumah baru sementaranya, Arcy langsung memilih untuk membersihkan pada dan bersiap untuk bekerja.

Arcy bekerja? Yah, memangnya dia akan bertahan sampai berapa lama jika hanya mengandalkan uang tabungan saja?

Bukan, kah ada uang kematian dari perusahaan Azer dan Resse? Benar, tetapi Arcy ingin membuat aset tabungan. Dia membuat pola uang gaji dari kerjanya untuk biaya hidup dirinya sendiri, sedangkan uang dari perusahaan orang tuanya akan dia tabung saja.

Arcy memilih untuk bekerja juga, dikarenakan dia tidak ingin menjadi bosan yang hanya berdiam diri di rumah kosong yang sekarang sudah dia tempati perlahan menjadi rumah berpenghuni.

Lalu Arcy bekerja apa? Dia menjadi pelayan restaurant. Jaraknya lumayan jauh dan dia harus menaiki bus untuk sampai di tempat kerjanya.





Ketampanan yang Arcy miliki membuat karyawati di tempatnya bekerja akan selalu menjerit ketika melihat Arcy memasuki restaurant.

Tidak jarang dari mereka langsung menggoda remaja tujuh belas tahun itu, Arcy merasa risih, tetapi dia tidak langsung menyakiti mereka karena mereka tidak melakukan hal yang terlewat batas.

Yah, paling-paling mereka akan menggandeng Arcy secara tiba-tiba, dan mencubit pipi Arcy.

Karyawati yang bekerja kebanyakan sudah berumur dua puluh tahunan, bahkan ada yang sudah berkeluarga.

"Oh, Arcy my handsome boy...." Katrin-karyawati dengan usia dua puluh delapan tahun itu sedang mengandung tiga bulan, dia menyukai Arcy bukan sebagai perempuan menyukai laki-laki, tetapi dia menyukai kemandirian Arcy, dan sikap remaja pria itu, terlebih ketampanan yang Arcy miliki. Katrin berharap anaknya kelak akan mewarisi ketampanan Arcy.

"Hei, Katrin," sapa Arcy. Sudah biasa memanggilnya dengan Nama, budaya Amerika terutama New York tidak mengharuskan memanggil dengan embel-embel lainnya, kalaupun ingin itu juga tidak masalah.

"Kau semakin hari, semakin tampan saja," ucapnya sambil tersenyum, tangan kirinya mengusap perut yang masih rata itu namun sudah mulai menunjukan kehadiran si calon bayi.

Arcy menanggapinya dengan senyuman.

"Bagaimana harimu, hem?" tanya Katrin.

"Fine... seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja." Arcy mengakhirinya dengan senyuman.

Katrin juga ikut tersenyum sambil mengelap bangku dan meja restaurant. "Kau remaja yang ceria, ya. Meski sering kali kau tanpa ekspresi, tapi aku yakin sebenarnya kau mudah tersenyum."

Arcy lagi-lagi hanya tersenyum.

Remaja ceria? Mudah tersenyum? Baiklah, anggap saja itu topeng yang Arcy gunakan untuk bisa mengakrabkan diri dengan sesama pekerja, sekaligus dasar rencana awalnya.

Arcy yang ceria dan Arcy yang mudah tersenyum adalah antonim dari diri Arcy yang sebenarnya.

"Aku ke dapur dulu ya, Katrin," pamit Arcy.

Namun matanya menatap satu gadis yang seumuran dengannya. Caisi Amarlo-Gadis blasteran Amerika China itu yang sama sekali tidak pernah berinteraksi lebih pada Arcy.

Justru sebaliknya, Arcy yang sering kali menyapanya terlebih dahulu. Seperti sekarang....

"Selamat pagi, Caisi," sapa Arcy.

"Pagi, Arcy," balasnya diakhiri senyuman kecil.

Tentang Caisi, Arcy sendiri tidak tahu mengapa gadis cantik itu bekerja di restaurant sebagai pelayan. Bukan hanya Arcy, semua karyawan dan karyawati pun tidak ada yang tahu, bahkan sekalipun atasan mereka.

"Arcy, look." Caisi membuka sesuatu di ponselnya.

Berita tentang polisi yang memberi laporan kalau salah satu dari pembunuh Hazardous sudah berhasil mereka tanganin dan sudah dipastikan zona merah di New York akan segera hilang, dikarenakan sudah seminggu lebih tidak ada korban berjatuhkan atas nama A.V.

Arcy mendadak mengepalkan tangannya kuat-kuat, tanpa sepengetahuan Caisi, dia sedang berusaha menahan amarahnya. "Caisi, kau tahu siapa polisi yang memberi laporan itu sehingga berita bisa memberikan kabar ini?"

"Sebentar." Gadis itu mengetik sesuatu dan muncul sesuatu juga.

Jari telunjuknya terarah pada foto seseorang. "Dia, polisi ini yang memberi laporan, aku melihatnya semalam saat berita melaporkan langsung dari pihak polisi, nah... dia yang berbicara langsung."

Arcy melihat keseluruhannya, sampai dia bertemu dengan sebuah nama Edward. Yah, polisi yang dimaksud Caisi adalah Edward, polisi yang sudah membuat adiknya Arcy merenggang nyawa.

"Polisi ini bernama Edward?" tanya Arcy dan Caisi mengangguk.

Senyuman miring Arcy tercetak di bibirnya tanpa sepengetahuan Caisi.

I know you, I see you, batin Arcy.





"Perkembangannya masih sama, dia belum melewati sama komanya. Sesuai prediksiku, dia akan mengalami koma dengan waktu panjang," jelas dokter.

Polisi itu mengangguk paham, dia sesekali mengembuskan napasnya pelan. "Apa ada kemungkinan dia akan selamat?"

"Secara medis kecil kemungkinan, tapi aku ini hanya dokter. Kemampuanku sebatas manusia, jika Sang Pencipta mengatakan lain, aku bisa apa?" Dokter itu tersenyum kecil.

Dokter kembali memeriksa tubuh seseorang yang dipenuhi alat medis di tubuhnya. "Semangatnya untuk bertahan hidup sangat luar biasa, entah apa yang membuatnya memilih melawan rasa sakit dan berakhir koma seperti ini."

"Apa dia mempunyai keluarga?" tanyanya.

Polisi itu menggeleng. "Tidak ada."





Hazardous [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang