🔪SIXTEEN.

143 50 176
                                    

"Arcy, berjanji pada mom... kau akan terus menjaga adikmu."

"Aku janji, Mom."

Arcy semakin mengeratkan pegangan tangannya pada El, sekelibat ingatan tentang dirinya yang berjanji pada Resse untuk selalu menjaga adiknya itu.

"Arcy, lenganku sakit sekali," lirih El, sambil terus berusaha lari sekencang mungkin.

Arcy melihat ke belakang, jarak mereka dan polisi lumayan jauh, meski begitu, dua polisi tersebut masih mengejar mereka dan mengangkat pistol itu ke atas.

"Next time, I'll kill you." Mata Arcy menatap tajam pada dua polisi tersebut, hanya butuh waktu beberapa detik untuk Arcy mengingat wajah orang yang sudah membuat adiknya terluka.

Sret!

Arcy menarik El kuat dan mereka memasuki gang yang sangat-sangat kecil, El dibiarkan untuk berlari di depannya karena gang tersebut tidak muat jika mereka berdampingan.

Berlari sekencang mungkin, sampai mereka bertemu dengan jalanan besar yang langsung menuju ke rumahnya.

Arcy melihat ke belakang, tidak ada tanda polisi itu masih mengejar mereka. Arcy tersenyum miring, ternyata tidak sia-sia saat masih sekolah dulu dia sering lewat gang itu untuk menghindari teman-temannya yang jahat.

Gang itu sangat kecil sekali, terletak di dalam sebuah gang yang gelap dan penuh genangan air, jika hanya dilihat sekilas seperti gang yang mustahil untuk bisa dilewati orang, padahal jika dijelajahi itu adalah pintu keluar.

El tersenyum dengan tangan satunya memegangi tangan yang terkena tembakan. "Kita sampai di rumah, Arcy."

"Cepat masuk, sebelum polisi itu menemukan kita, lukamu juga harus diobati." Dengan cepat Arcy membuka pintu rumahnya dan menarik El masuk kemudian langsung mengunci pintu.

Arcy membawa El ke dalam kamarnya, mengambil air hangat, alkohol, dan peralatan P3K lainnya.

"Arcy, cepat cabut peluru sialan ini dari tanganku!" desis El yang sudah tampak pucat dan berkeringat dingin.

Arcy menatap El sebentar, tangannya sedikit gemetar. Bukannya tidak ingin mengeluarkan peluru itu, hanya saja... Arcy tidak tahu bagaimana cara mengeluarkan peluru.

"Pakai cara apa pun, Arcy! Cepat. Aku sudah tidak tahan ini, sangat sakit."

El nampak geram melihat Arcy yang masih diam tidak melakukan tindakan apa pun. "Kalau aku mati karena kau hanya diam seperti ini, aku bersumpah akan bergentayangan, mengganggumu, dan menginjak adick kecilmu."

Arcy mengacak rambutnya frustasi, tidak ada pilihan lain, dia harus mengeluarkan peluru itu bagaimanapun caranya. "Baiklah, tapi kuharap kau tidak berteriak!"

Dengan hati-hati Arcy sedikit menyayat kulit dan daging El untuk mempermudahkannya mengambil pelurut tersebut. El mengigit bibir bawahnya, menahan sakit yang sangat luar biasa. "Jadi ini yang korbanmu rasakan, saat kau menyayat kulit dan daging mereka, Arcy."

"Diam! Aku sedang fokus," decak Arcy.

El tidak tahu saja, saat ini Arcy juga gemetar menyayat kulit dan daging tangan adiknya sendiri. Oh, padahal dia sudah terbiasa melakukan hal itu pada musuh dan korbannya, tetapi ini berbeda. Ini adalah adiknya sendiri, rasanya... seperti Arcy ingin langsung lenyap saja dari muka bumi.

Sedikit lagi, Arcy mempercepat sayatannya dan pisau itu bergesekan dengan benda kecil. Arcy yakin itu adalah peluru.

Dengan sekali tarikan paksa Arcy mengeluarkan peluru itu. Tidak tahan kali ini, meski cepat, tetapi rasanya sangat sakit. El berteriak untuk beberapa saat sampai akhirnya dia merasa lega karena peluru sudah keluar.

Hazardous [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang