🔪FOURTY SEVEN.

85 28 61
                                    

Takdir seperti permainan, di saat mempertemukan namun juga mempersulit. Memberi tantangan pada setiap mereka yang sudah terlanjur masuk.

Dua hari di hitung dari sekarang, El merasa akan menjadi gelap menurutnya. Karena untuk menyabut diumurnya yang ke enam belas tahun dia tidak bersama Arcy.

"Kak, aku mau kue yang itu," ucap seorang gadis kecil, pada kakak laki-lakinya yang hanya berdiam sejenak.

Kakaknya itu bejongkok, menyamakan tinggi dengan adiknya. "Aku tidak punya uang untuk kue yang itu, kita belinya tahun depan saja, ya."

"Memangnya tahun depan kakak sudah punya uang?"

Sang kakak tersenyum sambil mengangguk. "Aku akan berusaha untuk mendapatkan uang."

"Apa tahun depan kue itu masih ada, Kak?" Tangan kecilnya menunjuk kue yang berwarna pink dihiasi berbagai hiasan kartun.

El yang melihat dan mendengar itu seketika merasakan denyutan aneh di hatinya. Ah, baiklah. Mode malaikatnya mulai keluar. "Kue itu jarang diproduksi, kalau beli tahun depan kau tidak akan mendapatkannya."

Mata adik kecil itu berkaca-kaca bahkan menarik tangan kakaknya seperti ingin dibelikan sekarang. "Kakak, belikan untuk ulang tahunku hari ini."

"Jadi, hari ini kau berulang tahun?" tanya El, dan gadis kecil itu mengangguk.

El segera mengambil kue tersebut dan membungkuskan dengan kotak, kemudian dia menulis note dan dimasukan ke dalam. "Sana, cepat pergi dari sini," ucapnya setelah memberikan kue yang sudah ada di dalam kotak.

"Ta-tapi, aku tidak punya uang untuk membayarnya," ujar kakak dari adik kecil itu.

El memutarkan bola matanya. "Sisi baik dari diriku sedang nampak sekarang, jangan tunggu aku merubahnya ke sisi buruk baru kalian pergi."

"Thank you so much! Aku tidak akan melupakan hari ini dan kebaikanmu," ucap sang kakak.

"Hem, sekarang pergi. Aku harus kembali bekerja." El kembali pada meja kasir dan kakak adik itu pergi dengan perasaan senang.

Dengan sekali tarikan napas, El memijit pelipisnya. "Baiklah, gajiku akan dipotong untuk membayar kue yang tadi."

"Hei, Alvin. Bisa tolong gantikan aku sebentar? Aku ingin ke toilet," pinta El.

"Tidak masalah, El," sahut Alvin kemudian segera menuju kasir El.

Beberapa saat setelah El toilet, ada dua pengunjung yang datang.

Dia adalah....

Arcy dan Jack.

Arcy pasti sudah tidak perlu dideskripsikan lagi.

Masih ingat dengan Jack? Ya. Seorang psikolog yang pernah menangani El.

"Aku ingin beli kue yang itu," ucap Arcy dan Jack bersamaan.

Seketika Arcy cukup terkejut siapa yang ada di sampingnya saat ini, namun dia tetap bisa menampilkan segalanya dengan biasa, tenang, seolah Jack adalah seseorang yang tidak dia kenali sama sekali. Nyatanya Arcy juga pernah bertemu Jack saat dia dan El sempat tertangkap dan ditahan.

Jack pun tidak menyadari sama sekali, jika di sebelahnya adalah pembunuh yang sedang dicari selama ini. Wajar, itu karena saat ditahan pun Jack tidak bisa melihat wajah Arcy, masker yang menutupi sebagian wajahnya serta topi jaket yang menutupi bagian kepala Arcy, membuat Jack dan polisi tidak bisa mengenali wajah pria remaja itu.

"Kau lebih dulu," papar Arcy.

"Ah, tidak. Kau yang lebih dulu sampai, Anak muda," tolak Jack dengan halus.

Alvin pun segera menengahkan mereka berdua. "Tenang, untuk kue ini kita sedang memproduksi lebih dari lima, jadi kalian berdua bisa memilikinya masing-masing."

"Ah, ya sudah kalau begitu tolong siapkan satu untukku," tutur Jack.

"Me too," sahut Arcy.

Alvin pun segera menyiapkan dua kue yang sama untuk orang yang berbeda.

El melihatnya, dia melihat dan mendengarnya dengan sangat-sangat jelas. Itu Arcy, kakaknya.

Dia ingin keluar dari persembunyiannya di toilet, namun takdir seolah memberi tantangan terlebih dahulu. Di samping Arcy ada Jack. Akan jadi bunuh diri jika El menghampiri Arcy sekarang.

Jack sangat mengenal El, Jack pernah melihat wajah El saat gadis itu sedang melakukan perawatan di rumah sakit terlepas dari masa komanya saat itu.

"Sial! Kenapa harus ada Jack juga?!" decaknya kesal.

"Kau membeli kue ini untuk siapa, Anak muda?" tanya Jack pada Arcy.

"Untuk adikku," jawab Arcy.

El tersenyum mendengar itu, ternyata Arcy mengingat ulang tahunnya.

"Oh, di mana dia? Tidak ikut denganmu? Ah, pasti kau ingin memberinya kejutan," cakap Jack.

Arcy menggeleng pelan, sambil tersenyum tipis. "Tidak, dia sudah pergi untuk selamanya."

"Maksudmu?" tanya Jack, sebenarnya memastikan kalau yang dia pikirkan benar atau tidak.

Arcy mengangguk pelan. "Ya, she's die."

Seketika senyuman El luntur, berganti dengan tatapan kesal, tangannya pun mengepal. "Bastard! Ternyata dia menganggap dan mengira aku sudah tiada, dasar kakak tidak peka, aku bahkan masih berdiri sehat menunggu dan mencarinya, tapi apa ini?! Dia membenarkan kepergianku!"





Sore hari yang sangat indah untuk seorang Arcy.

Selepas menaruh kue yang dia beli ke rumah yang dia tempati semenjak kepergian El dan menyimpan pada pendingin makanan, Arcy langsung menuju tempat yang sangat-sangat jauh dari pemukiman warga.

Arcy mengingat ke dua tangan seseorang pada bagian belakang mobil dengan tali tambang yang sangat kuat. Kemudian menyiramnya dengan bensin, sampai-sampai orang tersebut membuka matanya.

"Bagaimana semalammu di sini, Edward?" Senyuman miring Arcy sangat membuat aura di sekitarnya berubah total. Hawa dingin mencengkam seketika.

Edward hanya mampu mencaci maki Arcy dalam hati, mulutnya dilakban dengan berlapis-lapis.

"Sudah siap dengan permainan pertama?" Arcy menepuk pundak Edward dan tertawa sesaat melihat raut wajah kesal polisi itu. "Ini akan menyenangkan, tenang saja."

Sambil bersiul Arcy menaiki mobilnya, menyalakan, dan menjalankannua dengan pelan.

Wajah Edward harus bertemu dengan bebatuan dan tanah.

"Masih awal, jadi sebaiknya pemanasan terlebi dahulu," tuturnya dengan senyuman kecil.

Beberapa menit setelah mode pelan, Arcy mulai menaikan kecepatannya, dan berakhir dengan brutal.

Arcy menancapkan gasnya dengan hampir penuh, wajah serta tubuh Edward terseret tidak karuan, wajahnya sudah dipenuhi luka, bahkan darah sudah terlihat banyak.

Cit!

Merasa sudah cukup permainan untuk Edward. Arcy mengambil bensin dan menyiramnya pada Edward.

Erangan terdengar keluar saat bensin itu mengenai luka-luka di wajah polisi tersebut.

"Sakit? Ini masih awal, aku ingin kau menikmati setiap luka yang kau dapatkan." Setelah mengatakan itu, Arcy mengambil sebuah balok dan memukulkannya pada Edward. Seketika polisi itu tidak sadarkan diri.

Arcy melepas ikatannya dan membawa Edward kembali masuk di dalam rumah kosong yang akan dia gunakan untuk penyiksaan sekaligus saksi bisu kepergian Edward.





Hazardous [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang