🔪FOURTY EIGHT.

104 39 191
                                    

Matahari sudah terbenam, jam kerja El sudah selesai, dan dia sedang dalam perjalanan pulang ke rumah Caisi.

Untuk menjaga-jaga, El memakai masker dan menggunakan penutup kepala yang nyatu dengan jaketnya. El tidak seaman Arcy, Jack dan beberapa polisi pernah melihat wajahnya saat dia koma beberapa waktu, bahkan suster dan dokter yang menanganinya pun melihat wajahnya. Itu mengapa El harus lebih waspada saat di luar, karena kesialan bisa kapan saja terjadi.

"Sial, Arcy bisa bebas keluar tanpa berjaga-jaga, sedangkan aku harus seperti keong yang mengumpat di dalam cangkang jika ada yang mengenaliku," decaknya.

Mengingat Arcy. El sedang mode kesal pada kakaknya itu, Arcy pembunuh handal, namun memiliki kekurangan... yaitu, rasa peka terhadap adiknya sendiri.

Arcy peka terhadap situasi, instingnya sangat kuat dalam segala kondisi, namun mengapa terhadap adiknya sendiri dia tidak menyadari sama sekali.

"Untuk masalah menemukanku, kau really stupid, Arcy!" decaknya lagi.

Besok sudah hari ulang tahunnya, tetapi dia belum juga bertemu Arcy. Ralat, andai saja tadi tidak ada Jack, pasti dia sudah menghajar kakaknya itu sebagai sambutan awal pertemuan mereka kembali.

"Kau salah masuk ke kawasan kita! Dasar kulit hitam!" Tangan seseorang gadis menarik kuat tangan satu gadis lainnya yang berkulit tidak putih.

Ada dua gadis dengan berkulit putih dan satu gadis lagi berwarna gelap atau hitam.

"A-aku hanya ingin lewat saja, aku tidak menganggu kalian," jawab si gadis berkulit hitam dengan kepala menunduk ke bawah.

Dua gadis berkulit putih itu tertawa sesaat, kemudian mengambil tas gadis berkulit hitam dan mengeluarkan semua isinya, melihat dompet mereka pun mengambil semua uangnya.

"Tolong jangan ambil uangku, itu untuk bayar sekolah adikku, tolong, kumohon!" teriaknya dengan gemetar.

Brak!

"Brisik sekali, kau berani lewat sini, artinya kau harus bayar jika tidak ingin tubuhmu yang terluka," papar salah satu gadis berkulit putih.

"Cih, pemerasan," desis El, kemudian berjalan menghampiri mereka bertiga.

El mendekati dua gadis berkulit putih itu, sambil tersenyum dia menatap ke duanya. "Ada apa ini?"

Gadis berkulit putih, melihat El yang juga sama sepertinya, sama-sama berkulit putih. Mereka berdua merasa El akan membela. "Ah, kau tahu... si kulit hitam ini meleati kasawan kita, dia harus membayar untuk tidak mendapat luka."

El memutar bola matanya. "Ini jalan umum, siapa saja boleh lewat sini."

"Kau berpihak padanya?" tanya salah satu si kulit putih.

Melipat tangannya di dada dan tersenyum tipis. "Yah, memangnya kenapa? Masalah untukmu?"

"Kau berkulit putih, tapi memihak pada dia yang berkulit hitam. Dasar pengkhianat!" teriaknya.

El tertawa detik itu juga, namun hitungan dua detik dia merubah raut wajahnya menjadi tatapan tajam. "Kau pikir aku ikut dalam hal ras kulit putih dan ras kulit hitam? No, Babe. Siapa yang menindas dia yang salah!"

Bugh!

Bugh!

Tanpa basa-basi El langsung memukul ke dua wajah gadis berkulit putih.

Bugh!

Bugh!

El mengambil sebuah batu dan menghantap kepala salah satu dari mereka berdua menggunakan batu tersebut, darah deras keluar dengan bebasnya.

Hazardous [END].Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang