MIRROR |38 SECARIK SURAT

22 6 0
                                    

MIRROR 38
SECARIK SURAT

________________________________________

“Ghea, Ghea, little girl ... How I wonder what you are ... Up above the world so high ... Like a diamond in the sky ... Ghea light, Ghea bright ... The first girl I see tonight, She wish, She may, She wish, She might ... Have the wish She wish tonight ....”

Ghea kecil mengucek-ucek matanya pada tengah malam. Dia turun dari ranjang dan melangkah menuju ke jendela. Cahaya redup di malam itu tampak tersapu bayangan pohon yang bergoyang oleh sentuhan angin.

“Mama,” gumamnya.

Wati yang mendengar itu tercekat. Membuka matanya. Dia mendapati anak gadisnya sedang berdiri di sisi jendela yang separuh tertutup gorden.

“Ghea, ada apa?” dia menghampiri Ghea dan berjongkok.

“Itu.” Ghea menunjuk ke luar. Ke arah pohon di dekat rumahnya. Dia yang yang masih berumur empat tahun terlihat mungil dan menggemaskan. Tapi untuk malam ini. Terjaga dan terus menunjuk-nunjuk kegelapan, rasanya membuat Wati resah. “Mama. Itu Mama. Di pohon.”

“Ini Mama sayang. Ini Mama.”

Wati menarik kedua bahu Ghea. Memeluk dan menggiringnya kembali ke kasur untuk tidur. Tapi Ghea tetap kembali dan menunjuk-nunjuk ke atas pohon yang diterpa cahaya rembulan.

“Tidak mau. Tidak mau tidur. Itu. Itu.”

“Ghea, di sana tidak ada apa-apa.”

“Ada. Di sana ada Mama.”

🥀🥀🥀


“Regan. Jam masuk sudah dimulai. Ini waktunya kamu pergi.”

“Saya akan di sini sampai Ghea bangun.”

Kepala Ghea rasanya berat sekali. Dia membuka matanya ketika mendengar suara dua laki-laki berdebat di dekat tubuhnya yang berbaring di bansal.

“Kembali ke kelas atau kamu tidak bisa ulangan sama sekali!”

“Saya bilang saya nunggu dia bangun!”

“JANGAN MEMBANTAH PERINTAH SAYA!”

Regan yang merasa sebal menatap lawan bicaranya dengan berang. Ghea sebaliknya, tak bisa melihat wajah yang berdiri membelakanginya itu.

“Kalau sampai Bapak lukain Ghea— sedikit aja. Bapak berurusan dengan saya.”

Cowok itu keluar dengan emosi yang menggebu-gebu. Ghea membuka mata semakin lebar. Bangun dengan posisi duduk. Diliriknya seorang pria yang masih berdiri di sampingnya. Membisu.

Pria itu kemudian berbalik. Saat itu juga napas Ghea seakan sesak. Kedua kalinya dia harus berhadapan dengan mata dingin itu.

Faisal mengedikkan bahu ke arah nakas. “Makanlah!” perintahnya. “Tepat pukul dua belas kamu ke ruangan saya untuk  mengerjakan kertas soal ulangan.”

MIRRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang