MIRROR |23 REGAN ATAU RIZZA?

33 10 0
                                    

MIRROR 23
REGAN ATAU RIZZA?

________________________________________

Jam pulang sudah terlewat dua puluh menit yang lalu. Ghea berdiri tepat di gerbang untuk menunggu bus. Saat seperti itu, sebuah motor berhenti di sisi kanannya. Helm si pengemudi dibuka.

“Kurcaci!”

Ghea bergeming oleh panggilan itu. Sesaat dia terkejut karena ada Rizza di sampingnya. “Enak aja manggil gue kurcaci” protes gadis itu. Bibirnya cemberut.

Sebelah sudut bibir Rizza terangkat. “Terus apa kalau bukan kurcaci? Tuyul?” katanya, menyindir tinggi badan Ghea.

Mulut Rizza itu memang tajam dan kejam. Tidak hanya sekali dua kali Ghea dikatai begitu. Sebelumnya juga saat pertama kali mereka bertemu, Rizza sudah mengatakan hal yang fatal pada Ghea.

“Za, kalau lo berhenti di sini cuman buat ngeledek gue mending lo pergi aja deh.”

“Gue cuma bercanda kali. Serius amat sih lo,” gumam Rizza yang ditanggapi Ghea dengan sorot mata tidak baik, “Btw, Manda mana?”

Semenjak Rizza memperhatikan gerak-gerik Ghea di sekolah sejak dari pagi sampai sore, Rizza belum melihat tanda-tanda keberadaan Manda. Dan lagipula, kenapa Manda tidak mengganggunya lagi? Hal yang tidak biasa.

“Semenjak ada Pak Zidhan, Manda jadi ngikutin dia. Oh, iya .... Ghea mengawasi daerah di sekitarnya lalu berbisik, “... Semalam Pak Zidhan bunuh diri.”

“Hah? Lo serius?” Rizza acuh tak acuh.

“Iya. Untung Manda ngelihat, terus Manda minta gue buat tolongin Pak Zidhan. Hampir terlambat sih, tapi gue gak tahu kabarnya sekarang. Semalam dia mabuk pas gue tinggal.”

Rizza manggut-manggut. Pasti sangat amat menyebalkan karena harus ada ditengah-tengah kisah Manda dan Zidhan. Rizza bisa membayangkan posisi Ghea sekarang.

“Lo gak mau pulang bareng gue, kan?”

Ghea memandang Rizza sebal. Kalimat penawaran macam apa itu?

“Niat gak sih lo nawarin gue?”

Rizza terkekeh. “Naik!” pintanya.

Tanpa berpikir panjang Ghea duduk di jok penumpang dengan posisi yang menyamping.

Motor Rizza juga perlahan mulai jalan. Selama perjalanan tidak ada sesuatu yang mengganggu. Celotehan Manda juga tak ada, jadi keduanya memilih bungkam. Sampai akhirnya, tepat di jalanan sepi sebuah motor lain sengaja berhenti di depan mereka untuk menghalangi jalan mereka.

“Kenapa berhenti?”

“Turun!” pinta Rizza lagi, tatapannya lurus ke arah depan.

Ada seorang cowok yang menurunkan helmnya dari kepala. Seragam mereka sama. Rizza tentu saja mengenali dia. Hanya satu cowok yang akan bersikap tidak sopan padanya.

Ghea yang mengikuti pandangannya, seakan membeku. Dia bungkam dan sedikit terkejut. Kenapa cowok itu seakan ingin melahap mereka berdua?

Cowok yang menyandarkan bokong di motor sambil melipat tangan di dada itu mendecih kepada mereka. Senyum sarkas menyertainya saat berdiri.

“Penghianat!” satu cibiran mendarat keras di depan mereka sekarang. Itu Regan yang berjalan sejauh dua meter dan langsung menerjang wajah Rizza begitu sudah dekat.

Boght!

“Regan!” pekik Ghea. Terkejut. Cewek itu tak pernah—ralat. Belum pernah melihat Regan semurka ini.

MIRRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang