MIRROR |19 DANAU

40 10 2
                                    

PART 19
DANAU

________________________________________

🎶Payung Teduh-Resah

Pemuda berkerah terbuka dengan rambut berantakan itu berjalan di trotoar. Dari mulutnya tersumpal kojek berbentuk kaki. Ia sedang tak mau pergi ke sekolah. Kegiatannya lebih sering bolos, sebagai protes kepada orang tuanya yang sudah memasukkannya ke sekolah yang tak diinginkannya. Dari tangannya ada ransel hitam yang kini digendongnya dengan sebelah pundak. Ia melihat sesuatu terjatuh ketika ada seorang gadis melintas di hadapannya. Ia melirik sekeliling sebentar, tak ada orang di sekitarnya. Hanya mereka berdua. Ia lalu memungut benda yang jatuh itu dan mengejar si gadis menuju gerbang sekolah yang cukup dikenalnya. Wajah gadis itu terlihat gelisah begitu melihat gerbang terkunci.

Ia pun menghampirinya, menyandar di besi pagar. “Kenapa?” Gadis itu menoleh kaget sebelum akhirnya ia menunduk. “Terlambat?” dia mengangguk. “Kesiangan. Kamu juga?” Katanya. Sepasang mata coklatnya membesar begitu ia sudah mendongak.

Menggeleng. “Tidak” pemuda itu menegakkan tubuhnya dan menjauh dari gerbang, “Aku bukan murid disini. Tapi, kalau kamu mau, aku bisa membantumu masuk”

Gadis itu mengernyit. “Bagaimana caranya?”

Pemuda itu sedikit memiringkan letak kepala, “Lewat belakang” ia langsung memegang pergelangan mungil gadis itu dan melepasnya begitu sampai di tembok belakang. Ia lantas berjongkok dan menunjuk kedua bajunya, “Ayo naik!”

Gadis itu menoleh ke sekitarnya dan wajahnya memucat. “Tapi aku takut ketahuan”

“Percaya padaku. Arya kawan ku juga sering keluar masuk dari sini. Dia satu sekolah dengan mu”

Gadis itu mengatupkan bibirnya. Dan kembali mengawasi daerah sekitar.

“Jangan terlalu lama berpikir. Sudah cepat! Sebelum Pak Banyu datang”

Ragu-ragu gadis itu mengangguk, ia menipiskan bibirnya dan mulai naik di pundak si pemuda. “Jangan mengintip!” pintanya saat ia mencoba naik di tembok “Aku menunduk” kata si pemuda di bawahnya. Gadis itu pun berhasil duduk di atas tembok.

“Apa tangganya masih ada?”

Hm

“Apa kau bisa turun?” ujar si pemuda karena gadis itu terlihat cemas begitu matanya melihat ke bawah di seberang sana, “Kalau tak bisa aku bisa manjat juga dan membantu mu turun”

“Tidak perlu. Aku bisa kok”

Pemuda itu mengangguk. Gadis itu sudah turun dan menghilang. “Aku pamit pergi!” teriaknya lagi, ia masih tahu kalau gadis itu belum pergi, “Kalau kau bertemu Arya kawan ku. Katakan padanya, aku menunggu dia di tempat biasa. Dia anak kelas IPS 2”

“Tapi kalau dia menanyakan nama mu?” balas di seberang tembok.

“Sebut saja Zidhan. Zidhan Aldebaran. Nanti juga dia akan tahu. Aku pergi”

Gadis itu mengangguk. “Terimakasih Zidhan. Namaku Manda”

“Akan ku ingat itu”

Zidhan bergeming menatap gerbang SMA Cakrawala. Tempat itu adalah tempat semua kisahnya berawal.

"Zidhan!" Manda memekik gemetar. Tubuhnya panas dingin. Di gerbang ia melihat Zidhan akan pergi dari sekolah.

Zidhan yang saat itu hendak masuk ke dalam mobil kembali menoleh seakan tahu kalau Manda memanggilnya. Tak berapa lama, Zidhan melihat banyak murid-murid melambai-lambaikan tangan di gerbang. Manda keliru, ternyata Zidhan hanya membalas lambaian para penggemarnya.

MIRRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang