Kedua tangan Manda bermain cemas di atas tubuhnya yang berbaring di jembatan tak berhubung. Di sampingnya, ada Zidhan yang memejamkan matanya. Kedua remaja itu sedang menunggu mentari yang akan ditelan barat beberapa menit lagi.
Manda menggigit bibir tak tahu harus berbuat apa. Masalah yang menimpanya kali ini begitu besar dan mungkin tak akan menemukan titik penyelesaian. Dan dia takut besar kemungkinan akan mengecewakan orang-orang yang menyayanginya.
Angin malam mulai terasa dingin. Hampir sepuluh menit keduanya memilih bungkam. Tapi kemudian Zidhan memutuskan untuk bersuara. Ia heran kenapa Manda diam saja sejak tadi.
"Apa ada yang ingin kau bicarakan, Manda?" ucap Zidhan, membuat gadis itu menegang.
Zidhan sama sekali tak melihat wajah Manda yang nyaris seperti kehabisan darah saat itu juga.
"Um ... Tidak."
"Baiklah."
Terdengar helaan napas lega dari Zidhan. Pemuda itu menggenggam tangan Manda yang berada di dekat tangannya. Lantas menciuminya.
Hening lagi beberapa menit.
"Zidhan ..." panggil Manda.
"Ya?" sahut Zidhan.
"Aku ... Aku ingin bicara."
Sepasang mata Zidhan masih belum mau terbuka. Dia terlalu lelah karena latihan futsalnya, "hm. Bicaralah," gumamnya.
Air mata mulai mengalir dari pelupuk mata Manda. Tapi dia juga menahan tangisnya itu agar tidak terdengar oleh Zidhan. Dia menghapus air matanya cepat sekali. Menarik napas dalam satu tarikan. Menundukkan pandangan. "Aku hamil." Hampir tak terdengar.
Zidhan sontak terbelalak.
Perlu beberapa menit dia menyadari ucapan itu bukan lelucon atau hanya ada dalam mimpinya. Dia bangun dan duduk. Kepalanya menoleh. Matanya sangat tajam bak belati yang siap ditancapkan.
"Manda ... Aku tidak pernah meniduri mu."
"Kau ... dengan siapa? Siapa ayahnya? Siapa Manda?" dia kehilangan suara. Seperti ada bongkahan besar berada si tenggorokannya.
Manda mulai menangis lagi. Lengan satunya menutupi wajahnya. "Aku tidak tahu." Terisak parau.
Sunyi lagi.
Tangan Zidhan selama itu terkepal di kedua sisi tubuhnya. Bibirnya menipis. Tatapan matanya tertuju ke arah bukit di seberang danau sangat lurus dan penuh kemarahan.
Manda kembali memandang wajah Zidhan dari samping. "Aku ... Aku tidak keberatan jika kau ingin meninggalkan ku. Aku memang tidak pantas untuk mu ..."
"Jelaskan apa yang terjadi!" bentak Zidhan garang. "Aku tahu bagaimana kau. Kau tidak mungkin melakukannya, kan? Tapi laki-laki itu memaksa mu!"
Manda mengusap air matanya kedua kalinya. "Hari dimana aku menunggu mu di taman ... Ada yang membekap ku."
Zidhan merasakan hatinya robek dan seakan tercabik-cabik ketika Manda menjelaskan kejadian buruk yang menimpanya. Dan dia masih ingat apa yang dia katakan setelah itu.
"Jangan beritahu siapapun. Jika ada orang yang tahu, atau Ayah mu tahu, laki-laki lain yang melakukannya, aku akan kehilangan mu. Jadi ... Jadi jangan ... Jangan katakan pada siapapun. Katakan saja itu aku."
![](https://img.wattpad.com/cover/179858960-288-k659269.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
MIRROR
Teen FictionCerita ini tentang Regina Abighea. Gadis yang harus hidup ditengah-tengah kisah perpisahan antara Manda dan juga Zidhan (Sepasang kekasih dimasa lalu). Akankah Ghea dapat membuat keduanya bertemu lagi? Baca selanjutnya disini, -MIRROR "Kelahiran mu...