MIRROR |12 SISWI ANEH

48 9 2
                                    

PART 12
SISWI ANEH

________________________________________

Ghea berlari bersama Regan menuju ke kelas mereka, beruntungnya Regan melupakan kejadian barusan. Ghea terus bersyukur dalam hati karena tidak di interograsi oleh teman sebangku-nya itu setelah sampai di kelas.

Manda tertawa puas sekali mengingat kejadian itu. Dimana wajah Ghea yang jutek mendadak jadi ikutan pucat seperti dirinya.

“Jangan ketawa!” Cetus Ghea, sebal. Ia bicara dengan nada berbisik pada Manda yang duduk di meja-nya.

“Makanya kalau mau berbohong kreatif sedikit.”

“Diem deh berisik mulu!”

“Lho, kan yang hanya bisa mendengar suara ku hanya kamu. Berarti tidak dikategorikan berisik.”

“Tetep aja di telinga ku, kamu berisik.”

Manda lantas bangkit dari meja Ghea dan memilih melayang. Enak bet ya kalau jadi Manda. Berasa di luar angkasa. Tapi amit-amit deh.

“Ghea, yang tadi itu Pak Banyu, kan?” Manda bertanya disaat Ghea menahan dagu dengan tangan di atas meja.

Kemudian Ghea mengangguk. Manda tersenyum. “Beliau ternyata masih ada ya?” ia bertanya lagi.

“Masih. Kan, belum mati,” komentar Ghea, terlalu dark joke dan ia tidak perduli.

“Maksud ku, Pak Banyu masih ngajar dan jadi kesiswaan di sini? Padahal, dari zaman aku masih di sekolah ini beliau sudah ngajar. Dan dari dulu juga wajahnya tidak berubah, cuma perutnya saja. Sekarang membuncit. Hihihi.”

Manda tertawa disusul terbang menuju lemari yang ada dipojok kelas dan duduk di atas sana. Seperti biasa. Kaki pucat-nya melambai ke bawah dengan rok abu-abu selutut.

Jam masuk sudah berbunyi tujuh menit yang lalu. Pak Imron juga sudah berada di meja guru. Hari ini ulangan sejarah, Ghea lupa dan sama sekali belum belajar. Semalam. Ghea tidak sempat belajar. Ia sibuk diganggu Manda, dan efeknya Ghea tak bisa menjawab soal dengan perasaan yakin. Meski Ghea mencoba berpikir keras, tetap saja. Otaknya dibuat mumet dengan soal-soal panjang nan beranak.

Lagian, buat apa sih sejarah mesti diingatkan lagi dan dibahas?

Bukankah seharusnya sejarah itu dilupakan dan jadikan pelajaran hidup saja. Sejarah bagi Ghea hanya akan membawa penyakit kerinduan dan penyesalan. Seperti hari-hari Ayah yang selalu mengenang sejarahnya bersama Manda si Hantu yang kini memainkan ujung rambut dengan cara diputar-putar.

“Pak Imron juga masih ada di sini? Ya ampun itu guru favorit aku Ghea, aku paling dekat dengan beliau.”

Ghea mengabaikan celotehan Manda.

“Ghea, kalau kamu mau aku bisa membantu mu biar dapat nilai besar.”

Manda kembali menghampiri Ghea dan berbisik di telinganya. Ghea yang tidak mau dituduh gila karena bicara sendiri, kali ini menulisnya dalam buku.

Gak usah. Itu curang namanya.

“Lagian siapa yang akan tahu kalau kamu curang?” ucap Manda lagi.

Tuhan.

Ghea membalas pada bukunya.

“Ghea, maksud aku manusia.”

Aku gak perduli!

Regan yang sedari tadi sibuk menghitung kancing, fokusnya terganggu oleh suara gesekan-gesekan pensil beradu dengan kertas. Disertai meja yang juga ikut goyang-goyang. Diliriknya, Ghea nampak sibuk menulis sesuatu yang entah apa. Sampul bukunya dibuat berdiri seperti anak SD takut di contek teman sebangku.

MIRRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang