MIRROR |41 PENYANDANG DID

26 7 0
                                    

MIRROR 41
PENYANDANG DID

________________________________________

“Arya, Jangan lukai dia!”

Prang!

Terlambat.

Vas bunga itu sudah diayunkan keras hingga menghantam kepala dan menyebabkan benda berbahan kaca itu pecah jadi beberapa bagian. Yang utuh tentu saja hanya tinggal bagian yang masih dipegangi Arya.

Mata Faisal yang semula terpejam rapat. Perlahan dibuka dengan sekali decakan kecil.

Arya mundur. Tangannya gemetaran. Hingga sisa vas bunga digenggamnya jatuh mengenai lantai dan berakhir pecah juga. Dia meremas rambutnya gusar. Cemas. Takut. Bercampur menjadi satu.

“Aku tidak pernah berniat melukai siapapun. Ini bukan kemauan ku. Ini salah penyakit ku,” gumamnya tidak terkendali.

Faisal segera bangkit. Membimbing tubuh rekan kerjanya itu mundur dan mendekati sofa tunggal.

“Tenangkan dirimu Arya.”

Dia bergegas menuangkan air dalam teko ke gelas kosong. Memberikannya pada Arya yang masih gelisah untuk sesuatu yang tidak pasti.

“Minumlah.”

Arya menepis pelan. “Minggir Faisal. Aku harus bersujud di kaki anak ku.”  Dia lalu menyenggol gelas yang Faisal sodorkan. Gelas itu berakhir jatuh dan pecah juga. “Minggir Faisal! Ku bilang minggir!”

Faisal berdecak sekali lagi. Luka di dahinya mulai terasa perih serta meneteskan darah segar.

“Aku melukai mu, Faisal?” tanya Arya khawatir. Suara mirip anak gadis keluar dari tenggorokan Arya.

“Tidak.”

“Kening mu?”

“Ku bilang tidak!”

“Oh, baiklah.”

Faisal kembali meraih gelas lain di dapur. Mengisinya dengan air kedua kalinya. Lantas menghampiri Arya serta membukakan obat untuk segera dia minum.

“Minum obat mu. Kau meninggalkan obat mu lagi di sekolah.”

“Terima kasih.” Arya hendak minum obat itu, tapi sejurus kemudian dia ingat sesuatu. “Apa aku melukai mu lagi, Faisal?” lagi-lagi dia mengulang pertanyaan yang sama. Dengan suara gadis kembali.

“Minumlah obat mu dulu!” kukuh Faisal. “Dan makanlah coklat ini.” Dia memberikan coklat yang biasa Arya gunakan untuk menenangkan moodnya.

“Terima kasih. Apa kau—”

“Tidak. Aku baik-baik saja. Ini hanya tumpahan cat.”

“Luka itu—”

“Istirahatlah dan tidur. Kau pasti sangat lelah.”

Disuruhnya Arya untuk berbaring di sofa oleh Faisal. Faisal juga tidak lupa menyelimuti tubuh pria itu dengan selimut yang diambilnya dari lemari tak jauh dari ruangan itu.

Setelah semua kembali normal, Arya tertidur di sofa oleh pengaruh obatnya sendiri. Faisal membalikkan tubuhnya. Menghadap Ghea yang sejak tadi bergeming seperti patung. Takut. Kaget. Was-was. Memenuhi ruang pikirannya.

“Sedang apa kamu berada di sini, Regina Abighea?” desis Faisal hampir tak memiliki ekspresi.

Ghea gagap di tempatnya, “Pak Arya ... Dia ... Dia ....”

MIRRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang