MIRROR |31 PERGI

28 9 3
                                    

MIRROR 31
PERGI

Satu hari.

Satu hari berlalu dan Ghea masih membisu menyimpan kenyataan bahwa Zidhan ayah kandungnya. Dan selama satu hari itu dia membiarkan semua orang tetap bicara tentangnya. Dia sendiri sudah tidak perduli dengan olok-olok Gwen. Semua orang akan tahu suatu saat nanti. Hanya perlu waktu saja.

Dalam satu hari terakhir ini, fokusnya hanya tertuju pada Manda. Dia terus memanggilnya di setiap waktu luang. Meminta bantuan Rizza tapi Rizza tak bisa berbuat apa-apa. Rizza sendiri heran soal tentang roh yang akan lenyap jika tujuannya sudah tercapai. Itu hanya alasan saja agar Manda pergi darinya waktu itu.

Apa mungkin ucapannya menjadi kenyataan?

Rizza lebih sering mendesak Ghea untuk segera mengatakan pada Zidhan apa yang diketahuinya. Sebab dia kasihan melihat Ghea disindir Regan yang mendadak jadi sosok orang yang tidak punya hati. Apalagi Rizza tahu, Regan menyukai Ghea diam-diam. Apa mungkin seseorang akan membenci secepat itu?

Ketika senja menyinari bukit di dekat danau, Ghea melangkahkan kakinya ke arah satu-satunya gundukan di atas bukit itu. Dia berjongkok sembari menangis.

Akhir-akhir ini kegiatannya memang dipenuhi oleh tangisan yang tak ingin berhenti.

Lalu Ghea menaburkan bunga-bunga yang dibawanya dengan keranjang di atas nisan itu, serta tidak lupa juga dia berdoa untuk Ibu kandungnya.

Selepas berdoa, dia menaruh buket bunga Lily sebagai pemberian terakhirnya. Dan menyentuh tepat di ukiran nama Diana Amanda.

Rasanya lebih sakit daripada diabaikan Ayahnya sejak kecil ialah tak pernah tahu bahwa ia dilahirkan dengan keadaan Piatu. Dan penyebab ia piatu adalah dirinya sendiri. Kelahirannya sendiri.

“Kenapa Mama gak bilang dari awal kalau Mama itu Mama kandungnya Ghea?” kata Ghea, parau.

“Mungkin Ghea gak akan menyuruh Mama pergi.... ”

“...Maafin Ghea Ma, kalau selama ini Ghea manggil Mama dengan nama panggilan gak sopan. Maafin Ghea udah bentak-bentak Mama. Maafin Ghea juga udah usir Mama....”

“Sekali ini aja... Ghea mau ketemu lagi Mama. Ghea mau minta maaf untuk terakhir kalinya. Ghea mau Mama peluk Ghea.”

Satu kali Ghea berkata patah-patah mengatakan kalimat penyesalannya sambil memeluk nisan Manda, seolah dia bisa memeluk tubuh Ibunya secara langsung. Seolah benda itu dapat menyalurkan kerinduannya yang menjalar begitu besar dan tak tertahankan. Dia terisak di atas gundukan itu dengan bahu bergetar.

“Ma... Ghea kangen sama Mama... Ghea mau peluk Mama....”

Rizza yang sejak tadi mengikuti Ghea, lagi-lagi menghampiri dengan menepuk pelan bahu Ghea.

“Kurcaci.”

Ghea menarik nafas berat. “Gue harus gimana lagi supaya Mama kandung gue kembali?” dia memandang Rizza sekilas.

Rizza juga bingung. Dia sudah bertanya pada sosok-sosok di sekitarnya yang tidak bisa dilihat mata biasa. Tetapi mereka selalu berakhir dengan menggeleng tanda tidak tahu.

“Mungkin lo bisa cari dia di tempat lain,” usulnya setelah cukup lama diam.

Seperti mendapat bisikan. Ghea langsung terkesiap. Menatap Rizza penuh arti.

“Kita harus ke rumah, Pak Zidhan,” tekadnya.

Setelah Ghea menceritakan kekejaman Pak Faisal. Kejadian buruk di ruangannya yang dingin itu. Rizza jadi tahu, rupanya alasan kuat Faisal membenci Ghea karena Ghea adalah anak Zidhan—musuhnya.

MIRRORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang