Part 1

8.6K 292 64
                                    

Lantai kamar itu sudah hampir tidak terlihat dasarnya, dipenuhi dengan kertas yang masih utuh ataupun yang sudah diremas, penghuni kamar itu sama sekali tidak merasa terganggu dengan situasi disekelilingnya, fokusnya masih pada meja gambar yang ada dihadapannya.
Waktu semakin mendesak, dia harus segera menyelesaikan gambar yang akan dikirim untuk bisa mendapatkan bea siswa UCL (University Collage London- The BartletSchool of Architecture) yang sudah menjadi impiannya sejak dia diterima di UCB – University of California. Dia bercita-cita untuk melanjutkan pendidikannya di UCL, tentu saja untuk memperdalam pengetahuan dan keahliannya. Dia tahu orangtuanya tidak akan mampu untuk membiayainya melanjutkan pendidikannya disana, jadi untuk bisa mencapai mimpinya dia berusaha untuk bisa mendapatkan beasiswa dari sekolah terkenal itu.
Sejak 2 tahun yang lalu dia sudah mengirimkan empat karyanya tetapi tetap tidak ada balasan, dia berharap angka lima kali ini akan menjadi bintang keberuntungannya.

Dia Helena Aaroon, wanita tangguh yang berusaha meraih impiannya dengan kemampuannya sendiri. Dia tinggal dengan adiknya Terry Aaroon seorang atlet tennis muda yang baru mulai menunjukkan prestasinya di dunia tennis. Mereka berdua meninggalkan kota kecil tempat tinggal mereka untuk mengejar impian mereka, orang tua mereka bukanlah dari keluarga kaya yang bisa membiayai sekolah mereka, sehingga mereka berusaha untuk mendapatkan beasiswa dan tentu saja bekerja patuh waktu.

"Astaga, ini kamar atau tempat sampah?"
"Jika kamu masuk kemari hanya untuk menyampaikan hinaanmu, lebih baik kamu keluar. Aku tidak ada waktu melayanimu sekarang."
Terry tertawa mendengar omelan yang keluar dari mulut kakaknya itu.
"Belum selesai?"
"Perlukah kamu menanyakannya? Apakah kamu tidak melihat apa yang sedang kukerjakan? Katakan ada apa kamu masuk kemari dan mengangguku."
"Apakah aku tidak boleh masuk kemari untuk memberi perhatian pada kakakku?"
"Simpan perhatianmu sampai aku menyelesaikan pekerjaanku." Terry kembali tertawa, dia mengambil kertas-kertas yang berserakan itu, memasukkannya kedalam kotak yang dikhususkan untuk kertas-kertas itu yang ada didalam kamar kakaknya.
"Baiklah, aku tidak akan menganggumu. Jangan bergadang, tidak baik buat kesehatan."
"Terima kasih atas perhatiannya." Helena menjawab tanpa mengalihkan pandangannya ataupun kegiatannya, membuat adik yang berbeda usia 2 tahun darinya itu menggelengkan kepala sebelum keluar dari kamar kakak satu-satunya itu.

Helena mengangkat kedua tangannya, menggerakan lehernya yang kaku karena duduk dan menunduk berjam-jam dengan wajah tersenyum, "Akhirnya aku menyelesaikannya, semoga rancangan ini bisa membuatku diterima."
Helena keluar dari kamarnya dan baru menyadari jika hari sudah berganti, artinya dia telah mengerjakan rancangannya itu sehari semalam.
Hatinya yang bahagia dan perutnya baru merasakan lapar. Perasaan bahagia membuatnya bersemangat untuk menyiapkan sarapan buat dia dan adiknya.

"Akhirnya kamu keluar kandang juga." Kata Terry ketika dia melihat kakaknya sudah berada di dapur, ketika dia pulang dari lari paginya.


Tempat tinggal mereka adalah apartement sederhana dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi dan ruang tamu yang langsung terhubung dengan dapur.
"Cuci tanganmu dan kita sarapan, cacing diperutku sudah mengadakan konser."
"Salahmu sendiri, sudah diingatkan sejak kemarin. Kalau terus kamu biasakan begitu, aku yakin ada saatnya kamu akan terkapar di rumah sakit."
"Bawel. Cepat pergi cuci tanganmu."

Mereka berdua sarapan bersama, setelah itu Terry yang membersihkan bekas makan mereka dan Helena segera menyiapkan gambar rancangannya untuk dikirimkan, dia sudah bertekad untuk tidur seharian menggantikan waktu tidurnya kemarin setelah kurir datang mengambil paketnya.

"Aku akan pergi latihan dan pulang malam, mau kubawakan sesuatu?"

"Tidak perlu, aku tidak berencana pergi, aku mau tidur seharian setelah paketku diambil."

"Terserah, kabarkan saja jika kamu berubah pikiran."

Helena mengangkat kedua bahunya dan Terry hanya menggelengkan kepalanya.

You Are My EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang