2

1.5K 110 4
                                    

Gabi sampai di ruang OSIS. Sudah banyak yang kumpul, dari kelas X hingga kelas XI. Sepertinya Gabi telat sedikit.

"Sorry telat," ucap Gabi ketika memasuki ruangan.

"Its oke, Gab," ucap Ardi-ketua OSIS-dengan senyumnya.

Semuanya duduk di kursi masing-masing. Menghadap Ardi yang berdiri di depan dengan berwibawa. "Ada yang tahu kenapa kalian saya kumpulkan?" tanya Ardi menatap anggotanya satu persatu.

"Tidak!" seru semuanya serempak.

Ardi berdehem pelan. "Jadi begini, karena sebentar lagi sekolah kita akan memperingati HUT RI yang ke-75, jadi kita akan memilih panitia lombanya dari sekarang," ucap Ardi.

"Setiap lomba, panitianya dua orang," ucap Ardi.

"Sekarang kalian pilih ingin menjadi panitia di lomba yang mana," ucap Ardi mempersilahkan.

Saskia yang bertugas sebagai sekretaris OSIS, melangkah maju ke depan. Menulis kata 'PANITIA LOMBA 17 AGUSTUS' di papan tulis.

"Sebut nama kalian serta ingin menjadi panitia yang mana," instruksi Saskia.

"Abel, panitia lomba main catur."

"Reva, panitia lomba voli."

"Beni, panitia lomba takraw."

Begitu seterusnya sampai habis.

Ardi menatap kearah Gabi, gadis itu belum menyebutkan dirinya, hanya diam tanpa ekspresi.

"Gabi?" sebut Saskia karena nama gadis itu belum ada.

"Basket," jawab Gabi seadanya.

"Yang jadi panitia boleh ikut lomba juga nggak Kak?" tanya seorang gadis yang sepertinya adik kelas.

"Boleh asal jadwalnya tidak bertabrakan dengan lomba yang kamu panitia kan," ucap Ardi ramah.

Setelah semuanya selesai dan Ardi sudah membolehkan mereka keluar, satu persatu pun meninggalkan ruangan.

"Gabi, tunggu," seru Ardi saat gadis itu hendak kelas.

"Ya?"

"Ini dana lombanya, buat beli hadiah. Kalo bisa secepatnya ya, biar kita nggak gelagapan pas udah selesai lomba nanti, " ucap Ardi menyerahkan amplop coklat.

"Oke," ucap Gabi datar.

Gadis itu melangkah menuju kelas, karena sudah malas untuk pergi ke kantin. Liora juga pasti sudah kembali ke kelas.

Drrtt... Drrtt...

Andra is calling...

Gabi menatap datar ponselnya. Bimbang antara diangkat atau tidak.

"Bisa ketemu?"

"Lima menit."

"Oke. Di rooftop."

Sambungan terputus.

Gabi menghela nafasnya pelan. Dirinya lelah harus kucing-kucing seperti ini. Gabi juga ingin menjalani hubungan seperti pasangan lainnya. Menghabiskan waktu berdua bersama tanpa takut ketahuan siapapun. Tapi, Gabi tidak bisa.

Kadang Gabi berfikir untuk mengakhirinya, tapi lagi-lagi rasa sayangnya mengalahkan itu semua. Gabi itu cuek, tapi dia penyayang.

"Ada apa?" tanya Gabi berdiri agak berjauhan dengan Revan atau yang sering dipanggilnya dengan sebutan Andra.

Revan berbalik, senyum kecil terbit di wajahnya. "Pengen pacaran," ucap Revan terkekeh pelan tapi Gabi tahu bahwa dibalik itu ada kesedihan.

"Duduk, Bi," titah Revan menepuk tempat kosong di sampingnya.

Gabi menurut. Mereka duduk lesehan sambil menatap gedung-gedung pencakar langit di depan sana. Angin kencang membuat rambut gadis itu berterbangan.

"Kenapa?" tanya Gabi tanpa menoleh.

"Kangen, Bi. Udah seminggu nggak teguran," ucap Revan menatap wajah Gabi dari samping.

Gabi menghela nafasnya pelan. "Sibuk, Ndra. Banyak tugas OSIS belakangan ini."

Revan mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Gabi memang sesibuk itu orangnya.

"Udah lama nggak jalan bareng. Kayanya jalan bareng sebulan yang lalu." Gabi paham arah pembicaraan Revan saat ini. "Minggu besok mau jalan bareng nggak?" tanya Revan tak menghilangkan senyum diwajahnya.

"Nggak bisa, Ndra. Minggu besok harus bantuin Ayah ngurus perusahaan," ucap Gabi merasa bersalah.

"Sampe sore?"

"Nggak tau, kayanya sampe malem. Ayah bilang besok ada meeting sama klien penting."

Tangan Revan terangkat untuk mengusap rambut gadis itu. Gabi menoleh kearah Revan, lelaki itu masih bisa tersenyum walau Gabi selalu sibuk dengan urusannya. "Jadi anak tunggal nggak enak ya, Bi?"

Gabi menggeleng pelan. Nyatanya kehidupan dirinya tidak seindah yang orang lain lihat. Orang lain hanya tahu Gabi anak tunggal yang semua kemauannya selalu dituruti, tapi mereka tidak tahu bagaimana menderitanya Gabi menjadi anak tunggal. "Nggak enak, Ndra. Bahkan gue pengen punya sodara kandung, supaya gue nggak kesepian lagi, bisa cerita-cerita sama dia, bisa main bareng, pokoknya ngelakuin semuanya bareng-bareng," ucap Gabi tersenyum pedih.

"Tapi jangan pernah ngerasa sendiri, Bi. Kalo ada apa-apa cerita aja, gue siap dengerin semuanya. Gue pengen jadi orang yang pertama kali denger keluh kesah lo, gue juga pengen jadi orang pertama yang denger kabar bahagia lo. Jadi jangan cerita ke orang lain selagi masih ada gue," ucap Revan tulus.

"Banyak El yang mau diceritain. Tapi gue bingung harus mulai dari mana."

Revan terkekeh pelan, mencoba mencairkan suasana yang tiba-tiba menjadi mellow. "Udah nggak usah sedih-sedih, gue ngajak ketemuan buat melepas rindu bukan malah liat lo sedih" ucap Revan mengacak-acak rambut Gabi.

"Ndra, berantakan!" kesal Gabi merapihkan rambutnya kembali.

Revan hanya terkekeh saja tanpa berniat merapihkan kembali. "Udah lima menit, gue harus ke kelas. Nanti ada yang liat lagi," ucap Gabi was-was.

"Ada yang liat juga nggak pa-pa kali," ucap Revan iseng.

"Lo mau nggak ketemu gue selama-lamanya?" sinis Gabi.

Revan tertawa, suka sekali menjahili Gabi. Apalagi melihat wajah kesal gadis itu.

Drrtt... Drrtt...

Bunda is calling...

"Diem!" titah Gabi dengan mata melotot kearah Revan.

"Halo, Bun?"

"Halo sayang. Bunda mau bilang, hari ini Ayah sama Bunda mau ke luar kota selama beberapa hari. Kamu nggak pa-pa kan kita tinggal?"

Gabi melirik kearah Revan, lelaki itu mesem-mesem menatapnya. Pasti dia mendengar ucapan Bunda.

"Halo Gabi?"

"Ah-iya Bun. Gabi nggak pa-pa."

"Yaudah, Ayah sama Bunda pergi dulu. Kamu jangan keluyuran, jangan lupa belajar, jaga kesehatan juga."

"Iya, Bunda."

"Yaudah Bunda matiin dulu."

Tut!

Sambungan terputus bersamaan dengan Revan yang tiba-tiba berteriak.

"Yesss!! Akhirnya gue bisa pacaran!" seru Revan berlari sambil meloncat-loncat.

Gabi meringis malu, mimpi apa dia punya pacar seperti Revan. "Ndra, jangan lebay deh!" ucap Gabi sinis.

"Gue bukannya lebay, tapi gue seneng!" lelaki itu berjalan kembali kearah Gabi masih tersenyum lebar.

"Seneng lo berlebihan!" cibir Gabi berjalan meninggalkan rooftop.

Brak!

"Gabi?"

***

Terima kasih sudah membaca

GR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang