8

916 69 0
                                    

Gabi melangkahkan kakinya memasuki ruang musik, tadi Revan menyuruhnya ke sini. Sebenarnya Gabi takut ketahuan, tapi Revan memaksa.

“Kenapa?” tanya Gabi menyeret satu kursi lalu duduk di samping Revan yang sedang bermain gitar.

“Kemarin kemana sama ketos itu?” tanya Revan sambil memainkan senar gitar.

“Beli hadiah.”

“Buat?”

“Buat yang menang lomba 17-an nanti.”

“Hadiahnya apa?”

“Kalo dikasih tau namanya bukan hadiah doang,” cibir Gabi memutar bola matanya malas.

“Gue mau nanya,” ucap Gabi tiba-tiba membuat Revan was-was.

“Tanya aja,” ucap Revan tanpa menatap Gabi dan masih asik dengan gitarnya.

“Chat gue kenapa nggak dibales?” tanya Gabi dan Revan langsung mendongak menatapnya.

“Chat yang mana?” tanya Rafael bingung.

“Nggak usah pura-pura nggak tau deh, Ndra. Jelas-jelas chatnya udah lo read,” ucap Gabi memutar bola matanya malas.

Revan mengambil ponselnya lalu membuka roomchatnya dengan Gabi. “Nggak ada chat apapun kemarin,” ucap Rafael menunjukan layar ponselnya.

“Tapi gue kemarin ngechat lo,” ucap Gabi menunjukan ponselnya juga.

Revan semakin bingung, kemarin dirinya tidak ada memegang ponsel seharian. Dirinya sibuk bermain bersama Lala—adiknya—dan juga Laura.

“Lo juga tadi malem nggak nelfon gue, tumben,” ucap Gabi penuh selidik. “Terus cewek yang seharian ini sama lo juga siapa?”

Revan menghela nafas pelan, dirinya mati kutu jika Gabi sudah berubah menjadi wartawan seperti ini. “Gue kemarin seharian main sama Lala, niatnya malem mau nelfon lo, eh gue nya ketiduran,” jelas Rafael.

“Terus?”

“Cewek itu namanya Laura, sahabat kecil gue. Kita dari kecil bareng-bareng, pas lulus SD, dia pindah ke Amerika dan baru balik kemarin,” jelas Rafael sejelas-jelasnya.

“Oh,” ucap Gabi singkat, padat, dan jelas.

Revan memasang wajah cengo. Dirinya sudah berbicara panjang lebar tapi jawaban Gabi hanya dua huruf. “Pengen ngehujat,” ucap Revan tersenyum lebar kepada Gabi.

“Pingin ngihijit,” ulang Gabi menye-menye. Dirinya masih kesal kepada Revan.

Revan refleks mencubit pipi gadis itu dengan kuat, Gabi yang diperlakukan seperti itu tidak tinggal diam, tangannya memukul tangan Revan dengan kuat agar cubitannya lepas.

“Andra, lepas!” kesal Gabi.

Revan melepaskan cubitannya lalu tertawa melihat pipi Gabi yang memerah. “Hahaha, pipi lo merah.”

Gabi menekuk wajahnya sambil mengusap-usap pipinya yang sakit. “Awas aja kalo pipi gue jadi melar,” ucap Gabi dengan tatapan tajamnya kearah Revan.

Lagi-lagi Reva  tertawa. “Udahlah nggak usah cemberut gitu mukanya, lo jelek,” cibir Revan.

“Udah ah, males ngomong sama buaya,” ketus Gabi berdiri dari duduknya.

“Eh, mau kemana?” tanya Revan menahan pergelangan Gabi.

“Mau ke kelas lah! Ngapain sama lo,” ketus Gabi melepaskan cekalannya tapi Revan menggenggamnya erat-erat.

“Nantilah, belum bel juga,” ucap Revan dengan wajah memelas.

“Nggak bisa, nanti Liora nyariin.”

GR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang