43 (END)

1.2K 68 43
                                    

Suara mesin monitor menyapa indera pendengaran Gabi pertama kali saat memasuki ruang UGD. Ada dua suster dan seorang dokter yang berdiri di samping brankar. Gabi dapat melihat mata Revan yang masih tertutup rapat.

"Andra..." Gabi sambil menggenggam tangannya yang dingin dan tidak di infus itu.

Mata lelaki itu terbuka dengan susah payah. "Gabi...," ucapnya dengan susah payah.

"Iya, Gabi di sini," ucap Gabi berusaha menahan air matanya.

"M-maaf... maaf udah... ngecewain..." Revan berucap dengan nafas yang tersenggal.

Gabi menggeleng. "Engga, kamu nggak ngecewain. Kamu nggak pernah bikin kecewa."

"Makasih... udah nerima aku... walaupun karena kasihan..."

Gabi terkejut mendengar ucapan Revan. "Enggak. Aku nggak kaya gitu. Siapa yang bilang? Dia bohong."

"Sakit, Bi..." Revan membawa tangan Gabi ke dadanya.

"Aku harus apa biar nggak sakit lagi?" tanya Gabi.

"Ikhlasin aku..." Gabi menggeleng kuat mendengar ucapan Revan. Gabi belum siap kehilangannya.

"Jangan nangis..." Revan mengusap air mata Gabi dengan tangan satunya-yang terinfus. "Aku nggak nangis." Gabi menghapus air matanya dan tersenyum.

"Titip Mami sama Lala... jangan benci sama Laura."

"Sampein maaf aku ke temen-temen."

"Iya." Hanya itu saja yang dapat Gabi ucapkan.

"Maaf, belum bisa kabulin permintaan Bunda kamu."

"Permintaan apa?" tanya Gabi karena sampai sekarang dia belum tahu jawabannya. Tapi, Revan tidak merespon.

"Makasih buat semuanya... kamu nggak bakalan aku lupain... kamu gadis satu-satunya yang berharga setelah Mami dan Lala..."

Revan menarik nafasnya dalam-dalam. "B-bantuin... syahadat..." pinta Revan susah payah.

Gabi menghapus air matanya yang lagi-lagi menetes. "Ndra..."

"B-bantuin, Bi..."

"Asyadu an laa."

"Asyadu an laa."

"Ilaha illallah."

"Ilaha ... illallah."

"Waasyhaduanna."

"Waasyhaduanna.."

"Muhammadarasulullah."

"Muhammadar-"

Tiiiiiiiittt......

Mesin monitor berbunyi nyaring. Garis yang seharusnya bergelombang, kini berubah menjadi lurus.

"ANDRAAA!!" Gabi berteriak keras sambil memeluk lelaki itu.

Tidak ada lagi genggaman tangan yang Revandra berikan.

Tidak ada lagi pelukan hangat yang Revandra berikan.

Tidak ada lagi tempat untuk Gabi berbagi keluh kesah.

Gabi sudah kehilangan rumahnya.

***

Satu persatu orang pergi meninggalkan area pemakaman. Hanya tersisa, Gabi, Mami, Lala, Liora, Laura, Daniel, Arfan, Irgie, dan kedua orang tua Gabi.

GR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang