13

811 53 21
                                    

Jika hari minggu adalah hari liburnya para murid sekolah dan bisa berleha-leha di kasur, maka Gabi berbeda. Bangunnya masih sama seperti hari-hari biasanya, tapi hari ini dia memakai setelan kantor bukan seragam sekolah.

Kadang Gabi berpikir bahwa Tuhan tidak adil untuknya. Gabi merasa hidupnya paling sengsara, paling rumit, paling penuh kekangan, tapi kadang juga Gabi berpikir bahwa diluaran sana masih banyak yang lebih menderita darinya. Yang dilakukan Gabi hanya satu, terus bersyukur menjalani hidup.

“Pagi sayang,” sapa Bunda yang sedang menyiapkan sarapan. “Pagi, Bun,” balas Gabi duduk di kursi lalu memakan roti yang sudah dibuatkan untuknya.

“Berangkat bareng Ayah atau bawa mobil sendiri?” tanya Bunda bersamaan dengan Ayah yang baru saja datang.

“Pagi,” sapanya.

“Pagi, Yah.”

“Bawa mobil sendiri,” ucap Gabi menjawab pertanyaan Bunda tadi.

“Berkas yang kamu kerjakan kemarin masih ada sedikit kesalahan, nanti kamu perbaiki di kantor,” ucap Ayah yang diangguki Gabi.

“Udah nggak usah bahas kerjaan, sekarang sarapan dulu,” ucap Bunda menengahi. Apalagi saat dilihat wajah Gabi benar-benar tanpa ekspresi.

***

“Pagi, Tante!” sapa Laura dengan senyum lebarnya.

Mami Vena yang sedang menyiram bunga menoleh, lalu menerima uluran tangan Laura, salim. “Pagi, Laura,” sapa Mami balik. “Mau kemana pagi-pagi udah rapih?” tanya Mami memperhatikan pakaian Laura dari atas hingga bawah.

“Mau full time sama Revan, Tan,” ucap Laura duduk di kursi teras.

“Revan aja belum bangun. Tante nggak tau deh dia pulang jam berapa tadi malem.”

“Yaa... Al, kan emang kebo, Tan, kalo tidur,” ucap Laura lalu kemudian keduanya tertawa. “Bunda kamu di rumah?”

“Tadi pagi-pagi banget Bunda udah jalan, Tan,” ucap Laura tersenyum pedih. Mami tersenyum tipis, cukup prihatin dengan nasib Laura, “yaudah kamu tunggu bentar, biar Tante bangunin Revannya,” ucap Mami lalu mematikan kran dan memasuki rumah.

Mengetuk pintu beberapa kali tapi tak ada jawaban dari dalam, “Al, bangun! Laura udah nungguin kamu tuh di depan,” ucap Mami.

Masih tak ada jawaban, Mami membuka pintu yang ternyata tak di kunci. Revan masih tidur dengan nyenyak di bawah selimut tebalnya. “Al, bangun,” ucap Mami sambil membuka gorden dan cahaya matahari pun masuk. Memperlihatkan kamar Revan yang berantakan.

“Kamu tuh kebiasaan, baju habis dipake dilempar gitu aja,” omel Mami memunguti kaos-kaos yang berserakan lalu menaruhnya ke dalam keranjang kotor.

“Al, astaghfirullah!” Mami menyibak selimutnya membuat Revan terusik dan mulai membuka matanya. “Apasih, Mi, masih pagi juga,” gerutu Revan menutup matanya dengan lengan.

“Masih pagi apanya?! Ini udah jam delapan, Al!” ucap Mami berkacak pinggang. “Hari ini juga libur sekolah,” ucap Revan tanpa membuka matanya.

“Iya, tapi, Laura udah nungguin kamu tuh di depan,” ucap Mami masih diposisinya.

Revan membuka matanya sebelah, menatap sang mami dengan heran. “Ngapain?” tanyanya.

GR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang