Revan duduk di kursi yang berada di teras rumah Gabi sendirian sambil memainkan ponselnya. Sudah dari lima menit tadi dia menunggu, namun Gabi tak kunjung keluar. Di chat hanya centang satu, dan di telpon tidak di angkat.
Revan menolehkan kepalanya dan langsung bangkit dari duduknya saat Gabi membuka pintu. Revan tersenyum lebar walaupun Gabi menatapnya datar, sangat-sangat datar dan tatapannya pun dingin. Tidak seperti biasanya.
“Pagi, Cantik!” sapa Revan melambaikan tangannya dan masih mempertahankan senyumnya. “Eh, mata kamu sembab? Kenapa?” tanya Revan hendak mengusapnya, tapi langsung di tepis oleh Gabi.
“Minggir,” ketus Gabi karena Revan menghalangi jalannya. “Bilang dulu, itu mata kamu kenapa sembab?” tanya Revan masih pada posisinya.
“Minggir,” ucap Gabi penuh penekanan.
Revan menggeser tubuhnya sedikit, dan Gabi berlalu begitu saja. “Eh, kok malah ke mobil, sih?!” Revan mengejar gadis itu dan menahan tangannya yang hendak membuka pintu mobil.
“Apaan, sih?!” Gabi menyentak tangan Revan tanpa perasaan.
“Kamu kenapa, sih? Kok ketus gitu dari tadi?” tanya Revan benar-benar bingung.
“Bukan urusan lo.” Setelah mengucapkan tiga kata dengan penuh penekanan itu, Gabi masuk ke mobilnya dan menutup pintunya dengan kencang. “Jalan, Pak,” titah Gabi yang diangguki oleh Mang Asep.
“Tapi, pacarnya, Non?” tanya Mang Asep bingung.
“Jalan. Dia bukan pacar saya,” ucap Gabi tanpa menghiraukan Revan yang terus-menerus memanggilnya menyuruh keluar.
“Gabi!” panggil Revan sebelum mobil Gabi benar-benar meninggalkannya.
“Revan?” Revan membalikan badannya dan melihat Bunda Gabi keluar rumah dengan pakaian dasternya.
“Assalamualaikum, Tante,” salam Revan menghampirinya Bunda Gabi cepat-cepat dan menyaliminya.
“Waalaikumsalam,” ucapnya. “Kamu kenapa teriak-teriak? Terus, Gabi mana?” tanya Bunda melirik kesana-kemari.
“Huft... Gabi udah pergi duluan, Tan, naik mobil,” ucap Revan.
“Kok nggak bareng kamu?”
“Saya udah ngajak, Tan. Tapi, Gabi nggak mau.”
“Kenapa gitu?” heran Bunda.
Revan tersenyum kaku. “Saya juga nggak tau, Tan,” ucap Revan. “Saya pergi dulu, ya. Assalamualaikum,” ucap Revan kembali menyalimi tangan Bunda Gabi.
“Waalaikumsalam. Hati-hati.”
***
Liora bersenandung ria sambil melangkah memasuki kelas. Biasanya, jam segini sekolah masih sepi. Tapi, berhubung ulangan, jadilah sekolah sudah ramai jam segini.
“Pagii, Gabi!” sapa Liora duduk di bangkunya.
“Pagi,” balas Gabi tanpa menatap Liora dan hanya berfokus pada buku paket biologi di tangannya.
Liora menatap Gabi penuh intimidasi. “Lo kenapa, deh? Abis nangis, ya?!” tanya Liora menunjuk-nunjuk wajah Gabi dan matanya yang sedikit sembab.
“Enggak.”
“Boong! Pasti abis nangis, kan??!” tanya Liora tak percaya.
“Enggak.”
“Udah deh, Gabii, cerita aja sama gue. Kenapa mata lo sembab?” tanya Liora, lebih kearah memaksa, sih.
KAMU SEDANG MEMBACA
GR [SELESAI]
Ficção AdolescenteRevandra menjadikan Gabriella sebagai ratu. Perempuan yang dia sayangi setelah Mami dan Adiknya. Semua hal tentang Gabi, dia tahu. Tapi Gabi, dia tidak tahu apapun tentang Revan. Masalah demi masalah mereka lewati bersama di hubungan mereka. Sampai...