18

805 42 4
                                    

Happy reading-!!💓

Semangat PAT, PAS, Ujian. Pokoknya semangat buat kalian yang sedang berjuang-!!😘🤙

***

(Masih bagian flashback)

Hari ini, satu minggunya setelah kejadian, dimana Gabi menyuruh Revan menjauh. Dan, itu benar-benar terjadi. Revan benar-benar menjauh darinya, seperti orang asing yang tak pernah bertemu sebelumnya.

Tapi, anehnya, Gabi malah merasa kehilangan. Semua yang dilakukannya berantakan, bahkan tak jarang terkena amarah oleh Ayah-nya. Gadis itu uring-uringan semenjak kejadian sore itu.

"Eh, Gab, lo nggak nagih uang kas hari ini?" tanya Siska-salah satu murid di kelasnya.

Gabi yang sedang melamun pun tersentak pelan. Gadis itu menatap Siska dengan raut bingung. "Tadi lo ngomong apa?" tanya Gabi karena tadi tak mendengar terlalu jelas.

"Lo nggak nagih uang kas hari ini?" ulang Siska walaupun sedikit bingung, tidak biasanya Gabi seperti orang linglung seperti ini.

Gabi merutuki dirinya dalam hati. Bisa-bisanya lupa akan hal ini. "Gue lupa. Sekarang mau nagih," ucap Gabi. Cewek itu mengambil buku uang kas, lalu mencentang nama Siska yang sudah membayar.

Gadis itu berjalan ke setiap dimana teman sekelasnya berada. Semuanya sudah pasti membayar. Gabi tidak memaksa, tapi sepertinya mereka takut duluan kepada Gabi. Cewek itu berjalan ke arah Aldo yang ternyata sedang mengobrol dengan orang yang beberapa hari ini menjauh dari Gabi-Rafael-di depan kelas.

"Bayar uang kas," ucap Gabi dengan wajah datar dan intonasi tenang. Tapi, tetap saja, Aldo merasa terintimidasi.

"Gue duluan." Revan pergi setelah menepuk pundak Aldo beberapa kali. Cowok itu pergi tanpa menatap Gabi sedikitpun. "Iya, Van."

"Ini, Gab." Aldo menyerahkan uang sepuluh ribu, lalu buru-buru pergi. Aura Gabi tidak seperti cewek-cewek lain yang sering ditemuinya.

***

Hujan. Satu kata yang menggambarkan cuaca sore ini. Gabi yang duduk di halte menunggu bus atas taxi lewat pun merasa kedinginan. Dia tidak dijemput sopir, katanya mobilnya ada kerusakan sedikit dan harus dibawa ke bengkel.

"Ck, masa nggak ada taksi, sih?" Gabi berdecak kesal. Cewek itu melirik jam dipergelangan tangannya yang menunjukan pukul 15.45.

Gadis itu memeluk dirinya sendiri saat angin berhembus dengan kencang sampai rambutnya juga ikut berterbangan.

Lama menunggu, tapi tak kunjung ada kendaraan yang lewat. Karena tak ingin terkena omel sang Bunda akibat pulang telat, Gabi akhirnya memutuskan untuk menerobos hujan. Sakit? Bodo amat.

Dengan tas yang melindungi kepalanya, Gabi terus saja berlari walaupun percuma, pasti dirinya akan basah kuyup. Apalagi, rumahnya cukup jauh dari sekolah.

"Aw!" Gabi terjatuh saat hendak menyebrang, gadis itu menginjak tali sepatunya yang terlepas.

"Sshhh." Gabi bangkit dari jatuhnya walaupun lutut nya terasa sakit dan telapak tangannya tergores aspal.

Tidak, Gabi tidak selemah itu sampai-sampai menangis. Jatuh ke aspal tidak sesakit melihat perselingkuhan Ayah-nya tempo hari lalu.

GR [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang