Senyum Andini langsung luntur ketika ia melihat seorang wanita berpakaian pelayan berdiri di bawah pohon yang jauh dari keberadaannya namun mata pelayan itu menatap tajam ke arahnya.
'Ada apa dia menatapku seperti itu,' guman Andini dalam hati.
"Aku ingin rebahan, ayo kita masuk," ucap Andini.
Margi berdiri dari duduknya, "Baik, Nona."
"A ... Margi, bisakah kau mengajak Sabrina masuk terlebih dulu?" ucap Andini.
Margi menatap Andini dengan pandangan aneh, "tentu saja," sahut Margi pada akhirnya. Ia tak berani bertanya yang lebih lagi pada majikannya itu.
"Sabrina sayang, kau masuklah bersama bibi Margi terlebih dahulu," ucap Andini pada putrinya.
Sabrina mengangguk, ia lalu menggandeng tangan Margi.
"Ayo Bibi Margi, kita masuk ke rumah," ajak Sabrina. Ia dan Margi pun berjalan meninggalkan Andini yang masih berdiri di taman.
Andini menoleh ke segala arah, ia lalu berjalan tergesa menghampiri seseorang berpakaian pelayan yang berada di balik pohon beringin besar.
"Ada apa?" tanya Andini dengan nada ketusnya. Ia kembali mengedarkan pandangannya ke sana dan ke mari untuk memastikan tak ada seorang pun yang melihat keberadaannya.
"Nona Andini, kakak saya sedang sakit parah dan dia sedang kehabisan uang," sahut pelayan itu.
Andini mendelik menatap pelayan yang berdiri di depannya.
"Itu bukan urusanku," ucap Andini ketus. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Tapi hanya Anda harapan kami, Nona. Anda harus memberikan apa yang kami inginkan atau saya akan membeberkan pada Tuan Reksa dan Nyonya Yasinta kalau Andalah yang sudah memberikan obat pencegah kehamilan itu pada Nona Delia," ucap wanita itu.
Andini mendelik, "hentikan ucapanmu!" seru Andini. Ia mendorong tubuh pelayan wanita itu hingga tubuh pelayan wanita itu oleng dan hampir terjatuh.
"Jaga ucapanmu! Kakakmu sudah dipecat dari rumah ini, dan aku juga sudah memberikan banyak uang pada kakakmu itu. Jangan mencoba nemerasku," ucap Andini.
"Saya tidak memeras Anda, Nona. Kami terpaksa meminta uang pada Anda karena kami sudah tidak punya apa-apa lagi untuk pengobatan kakak saya. Lagipula kakak saya dipecat juga gara-gara Anda. Kakak saya juga sudah menyelamatkan nama Anda dan malah memfitnah Nyonya Elmira," ucap pelayan wanita itu.
"Tapi aku sudah cukup banyak memberinya uang!"
"Uang itu cukup jika kakak saya tidak sakit parah dan masih bisa bekerja, Nona. Tolong kasihanilah kakak saya."
"Baiklah, malam nanti datanglah ke kamarku. Datang dengan membawa nimuman atau makanan agar tak ada seorangpun yang curiga," ucap Andini.
Wanita itu tersenyum lega, "terima kasih, Nona."
Andini berjalan tergesa meninggalkan pelayan itu memasuki rumah.
Tanpa ada yang menyadari bahwa ternyata ada seseorang yang mengintip di balik pohon besar yang lainnya. Orang itupun langsung pergi meninggalkan taman lalu memasuki rumah.
***
"Aarrgghh!" teriak Andini saat ia sudah memasuki kamarnya.
"Wanita itu sudah keterlaluan, dia sudah berani memerasku," ucap Andini.
Andini berjalan menuju lemarinya. Ia membuka laci dan melihat ada berapa uang yang ia miliki. Ia menghembuskan nafasnya kasar.
"Uang sebanyak ini akan kuberikan secara cuma-cuma untuk wanita itu. Hhh ... ya sudahlah, iklaskan saja hitung-hitung amal pada orang yang membutuhkan," ucap Andini. Ia lalu menutup pintu lemarinya dan kembali ke ranjangnya.
'Tok ... took ....'
Andini mendongak menatap ke arah pintu, ternyata Margilah yang memasuki kamarnya.
"Nona," panggil Margi.
"Sabrina berada di kamarnya?" tanya Andini.
"Iya, Nona," sahut Margi.
Margi menatap Andini. "Bukankah tadi Anda ingin berbaring?"
"Iya, ada apa?" tanya Andini.
"Tadi saya dan Nona Sabrina menunggu Anda di ruang tengah, tapi Anda tak kunjung datang, Nona," ucap Margi.
"Ah iya, ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Kalau kau ingin istirahat, kau bisa kembali ke kamarmu," ucap Andini.
"Baik, Nona." Margi menunduk hormat, ia lalu berjalan keluar dari kamar majikannya.
Andini sedikit merasa lega setelah Margi keluar dari kamarnya. Ia lalu membaringkan tubuhnya di atas ranjang.
***
Ira berjalan tergesa menuju kamar Delia. Ia mengetuk pintu tergesa lalu segera membuka pintu itu.
"Nona Delia!" seru Ira.
"Ira! Kau membuka pintu kamar kasar sekali, ada apa?" tanya Delia.
Ira berjalan mendekat ke arah Delia.
"Nona, saya memiliki kabar yang pasti akan membuat Anda terkejut," ucap Ira.
Delia menyerngit menatap Ira, "kabar apa, Ira?" tanya Delia.
"Lebih baik kita duduk di sana dulu, Nona," ajak Ira.
Delia pun akhirnya menyetujui usulan dari pelayannya itu.
Ira menarik nafasnya lalu menghembuskan nafasnya perlahan.
"Tadi saya tak sengaja melihat Nona Andini menemui orang secara sembunyi-sembunyi di taman belakang. Dan saya mendengar seorang pelayan yang bekerja di bagian dapur mengatakan bahwa Nona Andinilah yang memberikan obat pencegah kehamilan untuk Anda, Nona," ucap Ira.
Delia mendelik menatap Ira, "apa maksudmu, Ira. Jelaskan secara rinci," ucap Delia.
Ira kemudian menceritakan secara detail apa yang ia lihat dan yang ia dengar, meskipun samar-samar.
***
"Nona, ini tehnya," ucap seorang pelayan masuk ke dalam kamar Andini.
"Cepat masukan uang ini ke sakumu. Jangan sampai ada yang tahu. Ini adalah uang terakhir yang kuberikan padamu," ucap Andini.
"Baik, Nona. Terima kasih atas pengertiannya," sahut pelayan itu.
"Keluarlah sebelum Margi atau ada orang lain datang ke sini," ucap Andini.
"Saya permisi, Nona," sahur pelayan itu.
Pelayan itu berjalan sembari tersenyum setelah keluar dari kamar Andini. Segepok uang pemberian Andini akan sangat berguna untuk biaya pengobatan anaknya.
"Aargghh!" seru pelayan itu saat ada seseorang yang menarik tangannya.
"Ira?!" seru palayan itu.
"Jangan berteriak, aku hanya ingin mengatakan bahwa Nona Delia ingin bertemu denganmu sebentar," ucap Ira.
Pelayan itu pun merasa takut. Hatinya mulai metasa tak tenang, dengan langkah tertatih ia berjalan memasuki kamar Delia.
"Kau, siapa namamu?" tanya Delia.
"Sa-saya ... nama saya Yuni, Nona," sahut pelayan yang mengaku dirinya bernama Yuni itu.
"Duduklah, jangan takut padaku," ucap Delia.
"I-iya, Nona." Yuni pun akhirnya duduk di sofa sembari menundukan kepalanya.
"Aku tahu kau menyembunyikan sebuah rahasia besar, Yuni" ucap Delia membuat Yuni mendongak menatapnya.
"Ti-tidak, Nona," sahut Yuni.
"Katakanlah semua padaku, aku akan tetap tutup mulut dan uang ini bisa menjadi milikmu, Yuni," ucap Delia.
Yuni tampak berpikir, setelah beberapa saat, barulah ia menganggukan kepalanya. Ia lalu mulai menceritakan semua apa yang ia tahu tentang perjanjian kakaknya bersama Andini.
Delia tampak syok mendengar cerita dan fakta yang keluar dari mulut Yuni. Namun demikian, Delia juga tampak mengulas senyum miringnya.
Baiklah kau boleh pergi," ucap Delia.
"Tapi tolong jangan membuat saya kehilangan pekerjaan saya, Nona. Saya masih sangat membutuhkan pekerjaan ini, Nona."
"Kau tenanglah, Yuni. Kau boleh pergi, dan jangan kau katakan pada siapapun, termasuk Andini jika aku pernah memanggilmu. Siapun juga tak boleh tahu kebenaran ini," ucap Delia.
"Baik, Nona."
***Bersambung
Semarang, 3 September 2021
Silvia Dhaka

KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Ratu
RomanceDewasa +18 Kisah seorang gadis biasa bernama Elmira Amaria anak seorang petani dari desa terpencil di sebuah pulau yang menjadi ratu di hati sang bangsawan muda nan tampan bernama Raka Reksa Dhanuar. Baru diketahui jika sebenarnya Reksa sudah memil...