27. Pertahanan yang Runtuh

1.2K 87 5
                                    

Elmira berjalan gontai menyusuri lorong menuju kamarnya. Perkataan ibu mertuanya terus terngiang-ngiang di benaknya.
Seandainya suaminya tak memiliki istri lain selain dirinya, pasti hidupnya bahagia tak terkira.
Lalu ia harus bagaimana, mau mundur pun sudah tidak bisa. Yang harus ia lalukan sekarang ini adalah terus manata hidupnya agar menjadi semakin lebih baik lagi. Agar ibu mertuanya dan semua orang tahu dirinya memang pantas bersanding dengan Reksa.

"Nyonya, Anda tidak apa?" tanya Inti khawatir lalu berjalan menyongsong nyonyanya.

"Aku lelah." Sahut Elmira masuk ke kamarnya. Ia lalu mendudukan dirinya di sofa besar yang ada di kamarnya.

"Inti, tolong pijat pundakku. Pundakku rasanya kaku sekali," ucap Emlira.

Inti bergegas menjalankan perintah Elmira.
"Hhh enak sekali." Ucap Elmira sambil memejamkan matanya.

"Ibu memarahiku gara-gara kemarin aku menyekap Reksa di kamar," ucap Elmira.

"Rasanya aku ingin menangis," rengek Elmira.

"Anda harus kuat, Nyonya. Ingat Anda sedang hamil. Jangan terlalu banyak pikiran hingga membuat Anda setres," sahut Inti.

"Aku merindukan ibu dan ayahku. Aku juga merindukan adik-adikku," sambung Elmira.

"Aku ingin pulang ke rumah orangtuaku ...," kata Elmira dengan nada sendu.

"Anda tidak bisa meninggalkan rumah ini begitu saja, Nyonya. Anda Nyonya muda di sini," ucap Inti.

"Aku sudah lelah dengan semua ini. Andai saja hanya aku satu-satunya istri Reksa, mungkin hidupku menjadi begitu bahagia," ucap Elmira.

***

Reksa menyenderkan tubuhnya di kursi kebesarannya mencoba mengistirahatkan tubuhnya setelah bertemu dan membahas pekerjaan dengan tamu asing.

"Anda terlihat lelah, Juragan." Ucap Haris saat masuk ke ruangan Reksa dan mendapati posisi Reksa yang begitu nyaman.

"Iya. Aku begitu lelah," sahut Reksa tanpa membuka matanya.

"Apa tidak sebaiknya kita pulang saja, Juragan? Pertemuan Anda hari ini sudah selesai," ucap Haris sopan.

Reksa membuka matanya lalu menegakan tubuhnya. "Aku sedang pusing dengan para istriku." Ucap Reksa membuat Haris terheran.

"Elmira ingin selalu diperhatikan dan ingin menjadi prioritas. Sedangkan Andini, ia selalu merengek meminta sedikit waktuku.  Tapi tiba-tiba aku jadi teringat dengan Delia, dia bahkan tak pernah kudatangi dari sebelum aku menikahi Elmira hingga sekarang ini. Kurasa aku tak bisa berbuat adil kepada mereka bertiga." Reksa mulai mengeluarkan apa yang mengganjal dalam hatinya.

"Aku harus bagaimana?" tanya Reksa pada Haris.

"Engh ... maaf, Juragan. Bagaimana jika Anda menggilir waktu Anda. Maksud saya mungkin dua hari bersama Nona Andini, dua hari bersama Nona Delia dan sisanya bisa untuk Nyonya Elmira," usul Haris.

Reksa berdiri menuju lemari pendingin yang ada di ruangannya. "Tidak ... tidak ... itu bukan ide yang bagus." Ucap Reksa lalu menengguk minumannya dari botol. Ia mengambil satu lagi lalu memberikannya pada Haris.

Haris menerimanya dengan sungkan.

"Minumlah," ucap Reksa.

Haris sedikit menundukan tubuhnya. "Terima kasih, Juragan," ucap Haris.

"Ke marilah, duduklah bersamaku." Kata Reksa saat sudah duduk di sofa yang ada di sudut ruangannya.

Haris mengangguk. "Baik, Juragan." Ucapnya lalu berjalan mendekati sofa. Ia duduk di seberang Reksa.

"Kau tahu, aku sangat mencintai Elmira. Dirinya selalu ingin menjadi yang utama. Bahkan kemarin dia berkata padaku bahwa dirinya tak mau berbagi. Jika aku menerima usulmu maka aku harus bersiap menerima kemarahan dari Elmira. Aku tidak mau membuat dia tertekan dan setres, dia sedang mengandung pewarisku. Aku tidak mau terjadi hal yang tidak-tidak dengan dirinya dan calon bayi kami," ucap Reksa.

"Kalau seperti itu saya tidak bisa lagi memberi saran pada Anda, Juragan," sahut Haris.

Reksa menghembuskan nafasnya kasar. "Ayo kita pulang." Ucap Reksa lalu berdiri menuju pintu keluar, diikuti oleh Haris di belakangnya.

Sampai di rumah, Reksa disambut oleh putri kecilnya yang sedang bersama Andini.

"Ayah!" Seru Sabrina menyongsong ayahnya dan minta untuk digendong.

Reksa menangkap tubuh Sabrina lalu mengangkatnya tinggi-tinggi hingga membuat gadis kecil itu terpekik kegirangan.
Andini tersenyum melihat interaksi antara ayah dan anak di depannya.

"Ayah, aku rindu pada Ayah," Sabrina mulai berceloteh.

"Oh ya?! ayah juga sangat rindu dengan Sabrina." Ucap Reksa sambil menciumi wajah cantik Sabrina hasil dominan gen darinya, membuat putri cantiknya tesebut tertawa geli.

"Ayah, ayo ikut ke kamar Ibu. Sabrina akan menunjukan gambar Sabrina hari ini," ucap Sabrina.

Mendengar ucapan Sabrina, Andini memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan senyum kemenangannya. Tadi sebelum Reksa pulang, Sabrina merengek meminta dirinya mengantarkan putrinya itu menemui ayahnya untuk menunjukan hasil menggambarnya hari ini. Lalu tiba-tiba sekelebat ide muncul dipikirannya. Ia mengatakan pada Sabrina jika lebih baik gambarnya ditinggal saja di kamar lalu Sabrina harus mengajak ayahnya untuk datang melihat gambar di kamar. Dan semuanya berhasil. Apa yang Andini katakan pada Sabrina kini sudah Sabrina utarakan pada Reksa.

Reksa berpikir sejenak, mungkin tak apa jika dirinya mengikuti kemauan putri kecilnya ini sebelum masuk ke kamarnya dan menemui istri tercintanya.
"Baiklah, ayo kita melihat gambar putri ayah yang cantik ini." Ucap Reksa membuat Sabrina terpekik senang. Ia lalu melangkahkan kakinya sambil menggendong Sabrina menuju kamar Andini.
Andini tentu saja dengan senyumnya yang mengembang mengikuti suami dan anaknya, berjalan bersama menuju kamarnya.

"Lihat, Ayah!" Seru Sabrina menyerahkan kertas hasil gambarannya.

"Waahh bagus sekali." Ucap Reksa yang kini sudah duduk di sofa.

"Benarkah?!" tanya Sabrina dengan mata berbinar.

Reksa mengangguk. "Tentu," sahut Reksa.

"Putri ayah memang yang terbaik." Seru Reksa lalu mencium pipi sabrina.

"Sabrina akan menggambar lagi." Ucap Sabrina sambil tertawa lalu berlari ke arah balkon untuk kembali menggambar, karena alat-alat menggambarnya ada di balkon semua.

Reksa tersenyum melihat keceriaan putrinya. Hanya dengan melihat dan sedikit memberi pujian saja putrunya sudah sebahagia itu.
Reksa hendak berdiri dan keluar dari kamar. Namun Andini tiba-tiba  menghentikan pergerakan Reksa dengan mendudukan dirinya di pangkuan Reksa  lalu  mengalungkan kedua tangannya di leher suaminya itu.

"Andini!" Seru Reksa memperingatkan Andini agar bangkit.

"Saya merindukan Anda, Juragan." Ucap Andini dengan nada sendunya, lalu melumat bibir Reksa.

Reksa melepas tautan bibir mereka. "Hentikan, ada Sabrina yang akan melihat kita." Ucap Reksa lalu melepas tangan Andini yang mengait di lehernya. Ia lalu bangkit dari duduknya setelah berhasil memaksa Andini berdiri.

Namun Andini mencekal tangan Reksa. "Saya mohon, Juragan. Saya begitu merindukan Anda,  Juragan." Ucap Andini sendu membuat pertahanan Reksa runtuh.

Reksa lalu menyeret Andini memasuki kamar mandi.

***

8 Agustus 2020
-Silvia Dhaka-

Repost 12 Juli 2021

Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang