100. Rencana licik

780 76 4
                                    

Delia menatap kosong ke arah pintu yang baru saja tertutup. Fakta yang baru saja ia ketahui telah mengejutkannya bahkan mengguncang dirinya.
"Ternyata Andini dalang dari semua ini. Aku ... aku telah salah sangka, aku salah menuduh Elmira," gumam Delia. Rasa bersalah sedikit menghantui jiwanya.
"Aku tidak bersalah di sini. Aku juga menjadi korban. Gara-gara obat pencegah kehamilan itu, aku bahkan sampai tak juga mengandung meski aku sudah menikah selama bertahun-tahun," ucap Delia membela dirinya sendiri.
Delia seperti orang linglung, ia berdiri dan berjalan tanpa arah di dalam kamar. Delia memikirkan banyak kemungkinan yang akan terjadi jika semua orang di rumah ini tahu kebenarannya.
"Jika semua orang tahu bahwa Andinilah yang telah memberikan obat pencegah kehamilan kepadaku, maka Andini pasti akan langsung diusir dari rumah ini. Tamat sudah riwayat Andini!" ucap Delia sambil berjalan mondar-mandir, seraya tersenyum puas. Tapi tiba-tiba senyum di bibirnya langsung sirna saat ia teringat sesuatu.
"Tidak ... tidak ... kenyataan ini tidak boleh sampai terbongkar. Jika ini terbongkar maka Tuan Reksa dan Ibu akan langsung menjemput Elmira. Mengubur kenyataan ini akan lebih menguntungkan aku, membuat Andini diam tak berkutik sangat mudah. Aku pasti akan lebih mudah menyingkirkan Andini dari pada aku harus menyingkirkan Elmira, karena Elmira adalah wanita yang dicintai Tuan Reksa. Iya, benar. Aku tak akan membongkar kenyataan ini," ucap Delia yakin.
"Aku atau siapa pun yang tahu ini harus bungkam. Tak sedikitpun fakta ini akan terkuak," ucap Delia mantap dan penuh keyakinan.
***
Delia makan sembari menatap Andini dengan tajam, namun yang ia perhatikan sepertinya sangat tak perduli.
"Ada apa, Delia?" tanya Yasinta. Ia menatap menantunya itu dengan mata tajamnya. Kelancangan Delia kemarin saat berlagak menggantikan posisinya menjadi nyonya di rumah ini masih tak bisa ia terima.
"Tidak ada apa-apa, Ibu," sahut Delia. Ia lalu menghentikan tatapan mata tajamnya ke arah Andini yang tengah memakan makan malamnya dengan lahap. Saat ini ia juga sedang tak berani berulah, sebab ia tahu jika ibu mertuanya sedang marah padanya.
Selesai makan malam, Reksa menuju ke ruang kerjanya karena masih banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan.
Andini dan Delia masih berada di ruang makan sebelum Yasinta meninggalkan ruang makan.
"Sabrina, mari ikut bersama nenek. Akan nenek tunjukan sesuatu padamu," ucap Yasinta pada Sabrina.
Sabrina pun mengangguk, ia lalu berhalan menyambut uluran tangan Yasinta. Mereka lalu berjalan meninggalkan ruang makan. Yasinta lebih memilih tak mengacuhkan Andini dan Delia, karena ia sedang tak ingin beramah-tamah dengan dengan kedua menantunya itu.
Andini memicing menatap Delia, ia lalu berdiri dengan angkuhnya lalu berjalan meninggalkan Delia yang masih duduk diam di ruang tamu.
"Tertawalah selama masih bisa tertawa, Andini. Sekarang ini kau hanya seorang pecundang untukku. Kartumu sudah berada di tanganku, jadi aku bisa kapan saja menghabisimu," ucap Delia menatap pintu ruang makan.
Delia berjalan menuju kamarnya dengan penuh percaya diri. Sepanjang jalan menuju kamar, pandangan matanya menyusuri setiap sudut rumah yang ia tempati ini. Ia menghentikan langkahnya di tengah ruangan, ia memejamkan kedua matanya dan membayangkan jika ia yang menjadi nyonya besar di rumah ini.
"Nyonya Delia," gumam Delia sembari tersenyum lebar.
"Akulah nyonya besar selanjutnya di sini," gumam Delia. Ia lalu meneruskan langkahnya menuju kamar. Suasana hatinya yang sedang senang bisa menyamarkan rasa marahnya karena suaminya tak tidur di kamarnya malam ini.
***
Inti memperhatikan Elmira yang sedang mengajak Shaka berbicara. Ia menyayangkan nasib buruk yang dialami wanita sebaik majikannya itu.
"Nyonya," panggil Inti.
"Ada apa?" sahut Elmira namun perhatiannya tetap berfokus pada Shaka, sang buah hati yang kini sudah semakin tumbuh besar.
"Sepertinya Tuan Indra menyukai Anda, Nyonya," ucap Inti.
Elmira langsung menatap Inti tajam. "Kau ini bicara apa, Inti?"
Inti tersenyum, "pesona Anda memang tak bisa disepelekan, Nyonya. Anda tahu, Tuan Indra sampai tak berkutik di depan Anda," ucap Inti semakin membuat Elmira mendelik menatap Inti.
"Kau ini suka sekali meledekku, dasar kau!" seru Elmira dengan muka yang sudah mulai ia tekuk.
"Mana berani saya meledek Anda, Nyonya. Saya berkata yang sebenarnya dari apa yang saya lihat dan saya rasakan. Tuan Indra terus saja menatap Anda tanpa berkedip sekalipun," ucap Inti sembari tersenyum.
"Sudahlah Inti, kau pikir aku akan percaya dengan bualanmu itu. Lagipula mana mungkin seorang pria lajang, tampan dan mapan seperti Tuan Indra bisa terpesona dengan wanita bersuami dan sudah memiliki satu anak sepertiku ini," ucap Elmira.
"Mungkin saja, buktinya ada Tuan Indra, Tuan Ardi, Tuan Reksa dan Tuan lainnya di luar sana yang sedang menunggu cinta Anda," sahut Inti.
Ucapan Inti yang mengingatkan tentang Reksa, ternyata malah membuat suasana hati Elmira menjadi buruk.
"Kau ini ... Reksa saja sekarang sudah membuangku. Lihatlah tak sekalipun dia datang menemuiku. Mungkin dia sudah sangat bahagia tanpa adanya diriku di sisinya," ucap Elmira dengan pandangan kosong.
Inti merasa bersalah karena ucapanya malah membuat Elmira menjadi bersedih.
"Maafkan saya, Nyonya. Ucapan saya malah membuat Anda menjadi bersedih," ucap Inti.
"Aku tidak bersedih, Inti. Aku hanya menyadarkan diriku sendiri karena sekarang ini aku bukanlah apa-apa. Mungkin saja selamanya aku akan tinggal di sini," ucap Elmira.
"Nyonya ... Anda jangan bicara seperti itu. Tuan Reksa pasti merasa sangat menyesal jika suatu saat nanti Beliau menemukan kebenarannya. Beliau pasti akan meminta maaf dan meminta Anda untuk kembali di sisi Beliau, Nyonya," ucap Inti.
"Sudahlah, aku tak ingin lagi mengingat-ingat hal yang menyakitkan. Aku sudah berjanji bahwa aku akan menikmati hidupku dan memulai hidup yang bahagia, meskipun aku tak menyangkal, aku masih mencintai Reksa," ucap Elmira.
"Anda pasti kuat melewati ujian hidup ini, Nyonya. Ceoat atau lambat, semuanya pasti terbongkar dan menunjukan bahwa Andalah korban sebenarnya di sini," ucap Inti.
"Semoga saja," gumam Elmira.
"Apa Anda ingin puding?" tanya Inti. Ia mengalihkan pembicaraan agar Elmira tak berlarut-larut dalam kesedihan.
"Tentu saja," sahut Elmira. Ia tahu jika Inti mengalihkan pembicaraan, begitu juga dengan dirinya yang juga tak ingin berlarut-larut dalam pembicaraan yang menguras emosi.
"Baiklah, akan saya siapkan," ucap Inti. Ia lalu berdiri bersiap menuju dapur.
"Inti, sepertinya makan puding di ruang makan boleh juga. Aku akan segera ke sana," ucap Elmira.
"Baiklah, Nyonya," sahut Inti. Ia lalu keluar dari kamar Elmira.
Elmira juga mengikuti langkah Inti yang keluar dari kamarnya. Sampai di ruang makan, Elmira mendudukan Sakha di atas meja makan, dan ia pun duduk di kursinya.
"Kita tunggu Bibik Inti memberikan puding nikmat untuk kita ya, Sayang," ucap Elmira pada Shaka.
Shaka pun hanya bisa menjawab dengan tawa lebarnya. Tawa inilah yang membuat Elmira bahagia di setiap harinya.
***

Bersambung

Semarang, 4 September 2021

       Silvia Dhaka

Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang