141. Serigala berbulu domba

877 81 0
                                    

"Jadi itu rencananya yang sebenarnya. Wanita ular itu memang sangat licik ternyata. Delia berencana menyingkirkan aku juga dengan cara yang sama untuk tetap tak membiarkan Elmira tinggal di sini. Berarti benar dugaanku, karena sangat tak mungkin jika Delia tetap tak mengatakannya pada Tuan Reksa saat ia tahu yang sebenarnya. Kecuali jika dia memang sudah memiliki rencana yang lain." Andini menyandarkan tubuhnya pada tembok di sebelah pintu kamar Delia. Amarahnya memuncak sampai ke ubun-ubun hingga tubuhnya terasa bergetar. Ia tak sanggup berdiri tegak, meskipun begitu ia harus tetap kuat menopang tubuhnya karena ia sudah harus kembali ke kamarnya dan memikirkan langkah selanjutnya untuk bisa berada beberapa langkah di depan Delia.

"Andini?!"

Andini tersentak terkejut saat namanya disebut oleh seseorang kala ia berjalan di lorong hendak menuju kamarnya.

"Iya, Ibu?" Andini menoleh ke asal suara.

"Ada apa? Kau terlihat pucat," tanya Yasinta khawatir saat melihat raut wajah menantunya yang pucat dan berjalan dengan tatapan kosong.

"Tidak, Ibu. Mungkin saya hanya terlalu banyak pikiran," sahut Andini.

"Kau ... apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Yasinta.

"Saya hanya memikirkan keadaan Tuan Reksa. Sudah dua hari tapi beliau juga belum ada kabar sama sekali. Saya khawatir jika Elmira tak ingin lagi mengikuti Tuan Reksa untuk kembali ke rumah ini, Ibu," ucap Andini.

"Ya ... aku juga merasa resah sepertimu. Tapi menurut Ibu, kau tak perlu memikirkannya. Jangan terlalu banyak pikiran, jaga kesehatanmu. Kau harus ingat jika kau sedang mengandung saat ini," ucap Yasinta.

"Iya, Ibu," sahut Andini.

"Ya sudah, kau bisa kembali ke kamarmu. Jangan pikirkan apapun dan beristirahatlah,' ucap Yasinta.

"Iya, Ibu," sahut Andini. Ia sedikit menundukan tubuhnya untuk memberi hormat kepada Yasinta itu sebelum ia pergi meninggalkan ibu mertuanya itu. Ia harus tetap mengontrol emosinya di hadapan ibu mertuanya, untuk dari itu ia harus secepatnya tiba di kamarnya agar ia bisa melampiaskan emosinya. Begitu langkahnya sudah menjauh dari Yasinta, ia mulai menyepatkan langkah kakinya. Ia tak sabar jika harus berjalan pelan seperti balita yang sedang belajar berjalan.

Begitu sampai di kamar, Andini langsung membanting pintu kamarnya. Darahnya mendidih merasakan kelicikan yang Delia lakukan padanya selama ini.

"Lihat saja, namaku bukan Andini jika aku tak bisa membalas perbuatanmu padaku," desis Andini. Ia menyeringai saat berdiri menatap pantulan bayangannya di depan cermin.

"Kau telah melakukan kesalahan yang fatal karena telah berani menyerangku, Delia. Kau lihat saja hal apa saja yang bisa kulakukan untuk membalikkan serangan itu padamu. Tapi aku tak boleh gegabah dalam mengambil langkah. Wanita ular itu sekarang ini terkadang lebih cerdik dari pada aku," geram Andini.

"Dulu kupikir kau adalah wanita yang baik. Wanita yang polos yang tak menginginkah posisi terkuat di rumah ini. Tapi kenyataannya aku salah besar. Kau lebih licik dari yang kubayangkan. Kau serigala berbulu domba," ucap Andini.

Andini berjalan menuju ranjangnya. Ia membaringkan tubuhnya di atas ranjang. Mengandung di usia tua seperti ini memang membuatnya menjadi sangat lemah. Sedikit-sedikit ia harus kembali beristirahat, pinggulnya sering sakit dan kakinya pun juga sering terasa kram dan pegal hingga bengkak. Namun hal wajar seperti itu tak membuatnya takut karena ini sudah kehamilannya yang kedua, jadi sedikit banyak ia memiliki pengalaman saat ia mengandung anak pertamanya dulu. Hamil tua tak lantas menyurutkan niatnya untuk terus menguatkan posisinya di dalam rumah ini dan di hidup suaminya. Selamanya ia harus terus berjuang untuk mendapatkan hati Reksa hingga ia menjadi istri sah dan satu-satunya istri dari suami yang sangat ia cintai itu.

Terlalu banyak hal yang bersarang di pikiran Andini, hingga tak sadar membuat ia terlelap dalam tidur. Tidur adalah hal yang paling baik untuk kondisinya seperti sekarang ini, karena hanya pada saat tidurlah ia bisa mengistirahatkan pikirannya dari kompetisi perebutan cinta dari Reksa dan posisi terbaik di rumah mertuanya ini.

***

Melepas rindu bukan hanya soal hubungan badan di atas ranjang, tapi juga bisa dilakukan dengan berbagai cara. Contohnya seperti sekarang ini yang dilakukan oleh Elmira dan Reksa. Mereka berdua menikmati minuman dingin bersama di pantry dengan gelak tawa. Sesekali Reksa mencuri ciuman di bibir Elmira, namun hal itu malah menambah kesan romantis dalam perbincangan mereka kali ini. Hanya sebuah kecupan ringan di bibir, tapi sudah membuat meraka saling beradu pandang dan melempar senyuman. Mereka sudah seperti remaja yang baru saja jatuh cinta. Mereka membahas banyak hal yang menarik tanpa harus menyinggung masalah rumah tangga mereka. Mereka berdua sudah sama-sama berjanji untuk memperbaiki hubungan rumah tangga mereka demi cinta mereka yang masih terus saja bersemi dan demi kebahagiaan putra mereka. Mereka harus memberikan keluarga yang lengkap untuk anak-anak mereka kelak.

"Kau terus saja mencuri ciuman dariku!" Tegur Elmira seraya mendorong dada bidang Reksa setelah suaminya itu kembali mengecup permukaan bibirnya.

"Iya, tak apa kan. Aku menyukainya," sahut Reksa tak acuh. Meski begitu senyuman indah tak luntur dari bibirnya. Hatinya begitu bahagia karena cintanya sudah kembali.

"Bagaimana jika ada yang melihatmu?!" seru Elmira. Bola matanya melotot ke arah Reksa. Namun begitu, sepertinya suami tampannya itu tak takut sama sekali dengan pelototan matanya.

"Siapa yang akan melihat kita, Sayang? Di rumah ini tidak ada siapapun selain kita dan Inti yang masih beristirahat di kamarnya," ucap Reksa.

"Tapi bagaimana jika tiba-tiba Ibu atau Ayah datang dan memergoki kita seperti ini?!" ucap Elmira.

"Tidak mungkin, jika Ibu datang pasti kita akan mendengar suara deru mesin mobil. Jika Ayah yang datang, pasti kita juga akan mendengar suara deru motornya. Dan lagipula memangnya kita ini sedang apa? Kita tak sedang melakukan apapun selain duduk dan minum minuman dingin. Kita tak sedang bercinta di dapur kan, Sayang. Lalu untuk apa kau merasa cemas?!" ucap Reksa dengan seringaiannya. Mendengar kalimat yang keluar dari bibir Reksa membuat Elmira kembali membolakan matanya.

"Atau ... kau memang ingin kita melakukannya di sini?" Reksa menggoda Elmira dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Reksa, kau ini bicara apa?!" seru Elmira gusar.
Reksa dan Elmira sama-sama terdiam kala mereka mendengar suara deru mesin mobil yang berhenti di depan pintu rumah.

"Dengar itu? Itu Haris dan Ibu yang datang," gumam Reksa.

"Iya, aku tahu," sahut Elmira.

"Jika kau tahu, lalu untuk apa tadi kau panik?!" tanya Reksa.

"Bahkan tadi jika kita bercinta di dapur pun kita bisa bersiap menyelesaikan kegiatan kita saat kita mendengar deru mesin mobil itu," ucap Reksa.

"Ssstt ... sudah, hentikan ocehanmu itu! Sebentar lagi Ibu pasti sampai di dapur," sentak Elmira. Ia merasa malu bukan kepalang saat Reksa terus saja melontarkan kalimat-kalimat godaan untuknya.

***

Bersambung

Cerita ini sudah tesedia di playbook, KBM dan GoodNovel.

Baca juga karyaku yang sedang on going berjudul My Daughter's Teacher.
Baca ceritanya selagi on going ya, jangan nunggu sampai tamat dulu karena sebagian partnya akan aku hapus kalau sudah tamat.

Tengkyu.

Semarang, 26 September 2021

Silvia Dhaka

Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang