44. Hukuman Indah

1.7K 116 44
                                    


Reksa berjalan menuju pintu untuk mengunci pintu ruangannya. Ia tak mau ada seorangpun masuk karena ia tak mau ada pengganggu datang ketika ia menghukum selir nakalnya ini.

Iya, entah kenapa Reksa menyebut Delia selir nakal. Padahal Delia tak melakukan apapun. Tapi ia merasa tergoda dengan kegugupan Delia. Dan ia menganggap selirnya ini nakal karena sudah lancang menggodanya di kantor.

Delia terpekik saat dengan kasar Reksa menarik pergelangan tangannya. Hingga langkahnya serseok mengikuti langkah Reksa. Ia begitu ketakutan dengan apa yang akan Reksa lakukan padanya.

"Juragan ...," Delia mencoba memohon ampun.

"Aarrgghhh ...." Erang Delia saat tuhuhnya tersungkur di atas meja kerja Reksa.

"Nikmati hukumanmu!" bisik Reksa di telinga Delia. Ia langsung menurunkan celana dalam Delia setelah menyibak rok milik selirnya ini. Tanpa pemanasan ia memasuki Delia.

***

Delia terbaring di sofa dengan nafasnya yang sudah mulai teratur tapi peluh di tubuhnya belum mengering. Pakaiannya entah dibuang Reksa di mana ia tak tahu. Tubuhnya masih terasa lemas setelah berkali-kali Reksa menggagahinya. Biasanya ia malu jika Reksa menatap dirinya dalam keadaan telanjang bulat seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, untuk menggerakan tubuhnya saja ia merasa berat apalagi berjalan memunguti bajunya yang berserakan akibat ulah suaminya. Bahkan pangkal pahanya masih terasa ngilu.
Delia tak menyangka jika hukumannya akan seperti ini. Ini hukuman ternikmat yang pernah ia rasakan seumur hidupnya. Jika seperti ini hukumannya ia rela jika harus dihukum lagi.
Reksa memunguti pakaian Delia setelah ia memakai pakaiannya sendiri.

"Masih lemas?" Tanya Reksa mengelus rambut Delia.

Delia mengangguk lalu mendudukan dirinya. Ia berniat berdiri, memakai kembali pakaiannya.

"Duduklah, aku yang akan memakaikannya." Ucap Reksa memakaikan satu persatu pakaian Delia.
Reksa lalu menarik Delia duduk di pangkuannya.

"Makan siang kita belum dibuka. Saya merasa sangat lapar," ucap Delia.

Reksa melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukan pukul empat sore. Ia lalu terkekeh melihat kotak bekal yang tak tersentuh sedikitpun.

"Ayo kita makan. Aku juga sudah sangat lapar. Tenagaku terkuras setelah menghukummu," ucap Reksa.

Delia tersenyum seraya turun dari pangkuan Reksa. Ia lalu membuka kotak makan yang tadi ia bawa. Ia megambilkan nasi dan lauk untuk suaminya ini.

"Apa Ibu tahu kau ada di sini?" Tanya Reksa saat menerima piring dari Delia.

"Iya. Tapi Beliau bilang jika kedatangan saya ke sini harus dirahasiakan," sahut Delia.

Reksa mengangguk mengerti.

"Setelah ini aku akan pulang dulu agar mereka tak curiga," sambung Delia.

"Ck, kita bahkan bukan pasangan selingkuh. Tapi bersikap seperti ini," ucap Reksa.

"Entah kenapa saya suka seperti ini," ucap Delia malu-malu.

Reksa menyerngit, "apa maksudmu?"

"Saya tak butuh orang tahu. Tapi saya hanya butuh Anda," ucap Delia. Dengan tekat yang kuat ia memberanikan diri mencium bibir Reksa terlebih dahulu.

"Saya ingin mengandung, Juragan. Sudah bertahun-tahun lamanya saya mengharapkannya." Ucap Delia setelah tautan bibir mereka terlepas.

"Mungkin kau akan segera mengandung." Sahut Reksa sambil menyelipkan anak rambut Delia di belakang telinga.

"Benarkah?" Delia berbinar bahagia.

"Tentu saja," sahut Reksa.

"Tapi ...."

"Tapi apa?" tanya Reksa.

"Tapi Andini bilang bahwa aku wanita mandul." Sahut Delia dengan air mata yang sudah mengaliri pipi.

"Kau tak perlu mendengar omong kosong seperti itu!" sentak Reksa.

Delia sedikit lega, ia lalu memulai makan siangnya yang sudah terlambat berjam-jam lamanya.

***

Delia sampai rumah pukul lima sore. Perasaan bahagia yang tadi ia rasakan berganti rasa jengah setelah melihat Andini berdiri di depan rumah.

"Dia sudah seperti pemburu berita. Ck," gumam Delia berjalan masuk rumah.

"Kukira kau tak kan pulang. Seharusnya kau tinggal lebih lama di rumah orang tuamu." Ucap Andini saat Delia hendak melewatinya.

"Iya ... sebenarnya aku sangat ingin menginap di sana. Ck, bahkan hari ini aku melewati hari yang begitu menyenangkan. Hari yang tak terbayangkan olehku sebelumnya." Sahut Delia dengan senyum yang merekah di bibirnya.

"Benarkah?! Jika kau mau, kau boleh menceritakannya padaku." Ucap Andini dengan senyuman yang dibuat seramah mungkin.

Delia menggeleng, "jika aku menceritakannya padamu, aku yakin kau akan iri padaku," sahut Delia.

"Sombong sekali. Jika kau tak ingin mengatakannya maka tak usah. Lalu kenapa kau tak menginap saja di sana!" sentak Andini. Ia merasa di permainkan oleh ucapan Delia.

"Itu karena aku sangat merindukanmu. Aku ingin segera bertemu denganmu." Ucap Delia tersenyum lebar hingga deretan gigi putihnya terlihat.
Delia langsung berjalan meninggalkan Andini.

"Wanita sialan!! Semua penghuni rumah ini membuatku gila. Aarrgghhh!" teriak Andini meremas rambutnya.

"Apa maksud ucapanmu, menantuku?!" Tegur Ibu Yasinta yang tiba-tiba muncul di belakang Andini.

Andini mendelik terkejut mendengar suara ibu mertuanya dari arah belakang.
"I-ibu ... Anda di sini?" Andini memperbaiki raut mukanya menjadi ceria saat menggadap ibu mertuanya.

"Kau mungkin terlalu lelah. Kau butuh banyak istirahat. Terutama untuk mengistirahatkan pikiran dan hatimu," ucap Yasinta. Ia lalu pergi meninggalkan Andini yang terpaku seorang diri di ambang pintu.

Andini tersetawa sumbang. "Dia ... apa maksud ucapannya?!"

"Dasar penyihir tua!" seru Andini sambil menghentakan kakinya.

***

Haris memperhatikan Reksa dari kaca spion. Ia perhatikan juragannya ini tampak lebih rileks dari hari biasanya.

"Kau, kenapa terus-terusan melihatku?!" seru Reksa pada Haris.

Haris tersenyum menanggapi seruan juragannya ini.

"Ck, sepertinya kau memang harus segera menikah agar kau kembali waras seperti sedia kala!" seru Reksa kembali.

"Saya senang jika Anda ikut senang, Juragan."
Sahutan Haris membuat Reksa mencebik karena kesal. Ia tahu benar apa yang Haris maksud.

"Sepertinya Anda harus mempersiapkan sebuah hadiah untuk saya karena saya sudah mengerjakan apa yang seharusnya Anda lakukan saat di kantor tadi," ucap Haris.

"Lancang!!" sentak Reksa.

Haris kembali tersenyum.

"Baiklah ... apa maumu?" Sebenarnya Reksa enggan menanyakan hal ini pada orang kepercayaannya ini yang sudah ia anggap seperti teman dan saudara untuknya.

"Aku merindukan Ibuku," sahut Haris.

"Yaa yaaa aku tahu. Cutilah selama beberapa hari." Gumam Reksa langsung membuat Haris tersenyum lebar.

"Hhhh kau bahkan juga mendapat bekal makan siang dari istriku. Seharusnya kububuhi racun dulu sebelum Delia memberikannya padamu," Reksa kembali bergumam. Matanya menyipit melihat ke arah spion.

***

Hai hai para penggemar Reksa😋
Jangan lupa kasih vote ya😚


17 September 2020
-Silvia Dhaka-

Repost 1 Agustus 2021

Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang