165. Dua pemikiran yang berbenturan

887 88 2
                                    


Haris tersenyum lalu sedikit menundukkan kepalanya untuk menyambut seorang tamu yang datang menghampirinya. "Selamat pagi, Tuan Indra," sapa Haris pada pria yang sedang berdiri di hadapannya ini.

"Selamat pagi, Tuan Haris. Saja akan menemui Tuan Reksa, apa beliau ada?" tanya Indra.

"Ada, Tuan. Silakan masuk," ucap Haris.

"Terima kasih, saya permisi." Indra lalu memasuki ruangan kerja Reksa. Sampai di dalam ternyata orang yang akan ia temui sudah berdiri menyambutnya.

"Selamat datang, Tuan Indra." Reksa berjalan menghampiri Indra lalu memeluknya.

"Saya dua kali datang ke kantor ini untuk menemui Anda, tapi dua kali pula saya pulang dengan kekecewaan," ucap Indra seraya mengurai pelukannya.

"Silakan duduk, Tuan Indra," ucap Reksa. Ia menggiring Indra untuk duduk di sofa yang ada di sudut ruangannya.

"Apa kemarin Anda sedang melakukan perjalanan bisnis ke luar kota?" tanya Indra.

"Tidak ... tidak. Saya pergi ke rumah mertua saya yang ada di desa untuk menjemput istri dan putra saya kembali ke kota ini," sahut Reksa.

"Istri? Maaf, tapi istri yang mana? Nona Delia atau Nona Andini?" tanya Indra.

"Bukan ... bukan mereka. Tapi ini istri saya yang lain, istri sah saya. Dia seorang Nyonya, bukan Nona. Waktu itu saya pernah cerita jika saya memiliki satu istri lagi yang sedang berada di rumah orang tuanya kan?" Reksa mencoba mengingatkan Indra ke pembicaraannya waktu lalu.

Indra mengerutkan keningnya. "Iya, iya ... saya ingat. Jadi yang Anda jemput ini adalah istri Anda yang paling istimewa, begitu kan?" sahut Indra.

"Iya, dia wanita yang sangat saya cintai. Waktu itu Anda belum sempat bertemu dengan istri saya yang istimewa ini, bukan. Bagaimana jika besok malam saya mengundang Anda untuk makan malam di rumah saya?" ucap Reksa.

"Iya. Tentu saja dengan senang hati saya akan menghadiri undangan makan malam Anda, Tuan Reksa," sahut Indra.

"Sekalian saya ingin mengundang Anda di rumah yang baru saja saya tempati," ucap Reksa.
"Rumah baru?" gumam Indra.

"Iya, rumah baru. Sebenarnya bukan rumah baru, ini rumah sudah lama tapi memang baru sekarang saya tempati," ucap Reksa.

"Ohh ... Anda pindah ke rumah baru bersama ketiga istri Anda?" tanya Indra.

"Tidak. Hanya satu yang tinggal di sana. Ada sedikit kendala, jadi kami memutuskan untuk memisahkan satu istri dengan istri yang lain. Anda pasti paham maksud saya," ucap Reksa seraya terkekeh.

"Iya, iya ... saya paham, Tuan. Saya sangat paham jika para wanita itu memang sangat merepotkan. Dan jika tidak salah saya juga pernah berkata seperti itu kepada Anda," ucap Indra.

"Iya, bahkan waktu itu saya sendirilah juga yang meyakinkan Anda untuk tidak terlalu menganggap bahwa kaum wanita itu merepotkan," timpal Reksa.

"Hahaha ... iya, Tuan. Setelah Anda berkata seperti itu saya malah bertemu dengan seorang wanita yang langsung bisa membuat saya jatuh cinta. Tapi sayangnya wanita itu sudah berkeluarga dan memiliki seorang putra."

"Benarkah itu?! Waah ... ternyata Anda lebih berani dari pada saya. Saya tak menyangka itu sama sekali," ucap Reksa.

"Bukan, itu sama sekali bukan hal yang disengaja, Tuan. Saya tak tahu jika ternyata dia bukan seorang gadis lajang. Kukira anak kecil itu adalah anak dari saudaranya tapi ternyata pemikiran saya salah," sahut Indra.

"Anda merasa kecewa?" tanya Reksa.

"Lebih dari pada kecewa. Tapi tidak terlalu."

Reksa menyerngit mendengar ucapan Indra. "Maksud Anda?" tanya Reksa.

Sang RatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang